Makassar, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menghadirkan belasan saksi baru dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) untuk perkara Nomor 236-PKE-DKPP/IX/2024 di Kantor Bawaslu Sulawesi Selatan, Kota Makassar, Selasa (18/2/2025).
Belasan saksi yang dihadirkan dalam sidang ini di antaranya adalah mantan jajaran Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) pada Pemilu 2024, yaitu PPK Balocci, PPK Segeri, PPK Marang, PPK Minasatene, PPK Pangkajene, PPK Mandale, dan PPK Tupabbiring.
Sidang ini adalah sidang pemeriksaan kedua yang dilakukan DKPP untuk perkara Nomor 236-PKE-DKPP/IX/2024. Ketua Majelis Muhammad Tio Aliansyah mengatakan keterangan saksi-saksi tersebut dibutuhkan untuk memvalidasi alat bukti dalam perkara ini sehingga membuat perkara ini lebih jelas dan terang.
“Persoalan ini menurut DKPP penting jadi kami hadir langsung di sini. Kami ingin mendapatkan informasi yang terang dan jelas,” kata Muhammad Tio.
Perkara yang diadukan oleh Rohani ini berkaitan dengan perintah yang diduga dikeluarkan oleh Ketua KPU Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Ichlas, kepada sejumlah jajaran PPK untuk mendukung salah satu caleg DPR RI pada Pemilu 2024. Perintah ini menurut pengadu disertai dengan janji pemberian uang kepada PPK.
Selaku pengadu, Rohani menyertakan beberapa alat bukti, di antaranya adalah tangkapan layar percakapan di grup WhatsApp Ketua PPK se-Pangkep. Isinya berupa perintah teradu kepada semua Ketua PPK se-Pangkep untuk mengisi sebuah formulir yang diduga akan digunakan sebagai pemetaan untuk memenangkan salah satu caleg.
Sejumlah mantan PPK pun mengakui adanya perintah untuk mengisi formulir tersebut dari Ichlas. Mantan Ketua PPK Segeri, Thaha, mengakui bahwa dirinya memang mengetahui tentang percakapan tentang pengisian formulir tersebut.
“Saya mengetahui adanya pembicaraan tentang pengisian formulir (dalam format) excel, tapi saya tidak menerima uang,” katanya.
Sementara mantan Anggota PPK Mandalle, Muammar Qadar Yusuf, justru menyebut perintah tersebut telah menambah beban kerjanya yang sudah berat. Kepada Majelis, ia mengaku tidak sempat mengisi formulir tersebut karena kesibukannya menjalankan tugas sebagai PPK.
“Saya protes ke Ketua KPU (Pangkep/teradu). Kita ini sudah banyak sekali pekerjaan, Ketua. Belum lagi kita keliling, belum lagi logistik, saya pikir lagi saya sudah sibuk begini, data itu belum sempat terisi,” ungkapnya.
Sementara itu Ichlas selaku teradu, menyebut formulir tersebut bukanlah data untuk mendukung atau memenangkan salah satu caleg. Menurutnya, ia meminta Ketua PPK se-Pangkep mengisi formulir tersebut agar nantinya dijadikan data untuk mitigasi agar tidak terjadi pemungutan suara ulang (PSU) di Kabupaten Pangkep.
“Formulir itu hanya sebagai mitigasi agar tidak terjadi PSU di Pangkep. Karena pada Pemilu 2019 ada PSU di Pangkep,” ujar Ichlas.
Apresiasi Pengadu
Pengadu dalam perkara ini, Rohani, mengapresiasi upaya DKPP untuk membuat perkara lebih terang. Kepada Majelis, ia mengaku sempat pesimis karena DKPP tak kunjung mengeluarkan putusan untuk perkara ini.
“Dalam sidang ini saya mendapat kesempatan yang lebih untuk membuktikan fakta-fakta kepada majelis. Saya meyakini Ketua dan Anggota Majelis dalam sidang ini akan memberikan keputusan yang seadil-adilnya,” kata Rohani.
Dalam sidang ini, Rohani yang juga menjadi jajaran PPK pada Pemilu 2024 ini menyebut motifnya mengadukan perkara ini ke DKPP hanya untuk memastikan para penyelenggara Pemilu menjalankan tugasnya dengan prinsip imparsialitas.
“Kita tidak pernah tahu ke depan, bisa saja saya jadi Caleg. Tapi penting bagi kita untuk menjaga penyelenggara pemilu netral, imparsialitas, tidak merugikan peserta pemilu dan masyarakat serta menjaga marwah Lembaga penyelenggara pemilu.
Dalam sidang ini, Ketua Majelis Muhammad Tio Aliansyah memimpin sidang dengan tiga Anggota Majelis dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu Fauzia P. Bakti (unsur masyarakat), Tasrif (unsur KPU), dan Saiful Jihad (unsur Bawaslu). [Humas DKPP]