Kegiatan Sosialisasi dan Kerjasama Antara DKPP dengan Universitas HKBP Nommensen Medan
Medan, DKPP – Dalam rangka pelaksanaan Pemilu yang jujur, adil dan demokratis, yangmerupakan tekad seluruh masyarakat Indonesia, DKPP berkehendak untuk mewujudkanpenyelenggaraan Pemilu yang jujur, adil dan demokratis, demi lahirnya para pemimpin bangsa yang berkualitas, baik dalam kapasitas kepemimpin maupun moral dan perilaku etis.
Lahirnya DKPP sebagai lembaga penegak kode etik penyelenggara Pemilu, merupakan bagian dari tekad dan upaya bagi penyelenggaraan Pemilu dimaksud, melalui penegakan etika penyelenggara Pemilu. Paling tidak, para penyelenggara Pemilu semakin memiliki kesadaran untuk menjaga dan menjamin perilaku etis dalam setiap tindakan dan keputusan pada seluruh proses dan tahapan Pemilu.
DKPP menyadari, bahwa penegakan kode etik penyelenggara Pemilu memiliki kaitan yang luas, terutama dengan lembaga dan pelbagai spektrum di dalam masyarakat. Salah satu yang sangat strategis bagi penguatan kerangka akademis dan sumber daya yang kritis bagi penguatan etika adalah perguruan tinggi. Sehubungan dengan hal tersebut, DKPP bermaksud membangun kerjasama dan sosialisasi penegakan kode etik, di dalam dan melalui perguruan tinggi, dengan mempertimbangkan lokasi wilayah dan status perguruan tinggi yang memungkinkan bagi kerjsama strategis.
Untuk mewujudkan maksud tersebut, DKPP menggelar kegiatan "Sosialisasi dan Kerjasama Penegakan Kode Etik Penyelenggara Pemilu", dengan tujuan untuk (1) Meningkatkan kesadaran bersama mengenai Etika Bangsa; (2) Membangun sinergi DKPP dengan Perguruan Tinggi; dan (3)Merumuskan dan menetapkan bentuk kerjasama dalam pendidikan etika. Kegiatan di Universitas HKPB Nommensen Medan, yang digelar pada 9 sd 11 Desember 2012 ini, merupakan kegiatan putara ketiga setelah kegiatan sejenis telah digelar di Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, pada 16-17 November 2012, dan Universitas Muslim Indonesia (UMI), Makassar, 28-30 November 2012. Khusus kegiatan di Universitas HKBP Nommensen ini digelar di Hotel Madani, Medan, Sumatera Utara.
Profil Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Secara umum tujuan dibentuknya Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) adalah untuk menjaga kemandirian, integritas, dan kredibelitas penyelenggara Pemilu. Secara lebih spesifik, DKPP dibentuk untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan pengaduan/laporandugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan anggota KPU, anggota Bawaslu, dan jajaran di bawahnya.
Tugas DKPP adalah untuk (1) menerima pengaduan/laporan dugaan pelanggaran kode etikoleh Penyelenggara Pemilu; (2) melakukan penyelidikan, verifikasi, dan pemeriksaan pengaduan/laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh Penyelenggara Pemilu; (3) menetapkanPutusan; dan (4) menyampaikan Putusan kepada pihak terkait untuk ditindaklanjuti.
Sementara itu dalam rangka menjalankan tugas-tugasnya, DKPP memiliki kewenangan untuk (1) memanggil penyelenggara Pemilu yang diduga melakukan pelanggaran kode etik untuk memberikan penjelasan dan pembelaan; (2) memanggil pelapor, saksi, dan/atau pihak-pihak lain yang terkait untuk dimintai keterangan termasuk dokumen atau bukti lain; dan (3) memberikan sanksi kepada penyelenggara Pemilu yang terbukti melanggar kode etik.
Perkembangan Perkara pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu yang ditangani DKPP
Sejak dilantik Presiden per 12 Juni 2012 hingga 5 Desember 2012, DKPP telah menerima Pengaduan/Laporan sebanyak 100-an kasus, yang akhirnya dapat diproses sejumlah 70 perkara.Dari 70 perkara tersebut, telah ditangani dengan rincian: (1). 31 perkara Dismissal; (2) 30 perkara Putusan; (3) 3 perkara Persidangan; dan (4) Sisanya dalam perbaikan pengaduan (BMS)/kajian.
Dari 70 perkara yang telah dan sedang ditangani DKPP, umumnya terkait dengan keputusan penanganan daftar pemilih, pendiskualifikasian penyelenggara Pemilu KPU di daerah yang dinilai pengadu bermaalah, ikhwa persyaratan kandidasi Pemilukada, seperti jumlah dukungan atau persyaratan, juga penyalahgunaan jabatan/kewenangan, dugaan suap dalam pembentukan badan penyelenggara Pemilu, netralitas/imparsialitas KPU dan Panwaslu di daerah, keberpihakan, dan penetapan tidak profesional dan tidak cermat, yang pada umumnya selama penyelenggara Pemilukada di daerah.
Dari 30 perkara yang telah Divonis DKPP, sebanyak 27 anggota penyelenggara Pemilu dijatuhi sanksi "Pemberhentian Tetap"/dipecat: (1) 3 dari 5 Anggota KIP Aceh Tenggara; (2) 1 Ketua KPU Kota Depok; (3) 5 Anggota KPU Sulawesi Tenggara; (4) 5 Anggota KPU Tulangbawang; (5) 1 Ketua Panwaslu DKI Jakarta; (6) 2 Anggota Panwaslu Halmahera Tengah; (7) 1 Ketua KPU Puncak; (8) 2 dari 5 Anggota KIP Aceh Tengah; (9) 2 dari 5 Anggota KPU Lumajang; dan (10) 5 Anggota KPU Pamekasan.
Mekanisme penyelesaian pelanggara kode etik penyelenggara Pemilu?
Sebagaimana amanat UU No. 12 Tahun 2011, pada prinsipnya pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan oleh anggota KPU, Bawaslu, dan jajarannya, diproses sebagaimana sebuah peradilan yang kita kenal, dengan menempatkan Peraturan Bersama KPU, Bawaslu, dan DKPP No. 13 Tahun 2012, No. 11 Tahun 2012, dan No. 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu sebagai "hukum materil"-nya, serta Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilu sebagai "hukum formil"-nya.
Pada prinsipnya, mekanisme penyelesaian pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu meliputi, sebagai berikut.
Pertama, verifikasi administrasi. Ketika menerima pengaduan, DKPP tidak sertamerta menyidangkannya. Tetapi terlebih dahulu akan dikaji oleh sekretariat DKPP. Kedua, persidangan. Dalam persidangan DKPP, Pengadu diberi kesempatan menyampaikan pokok aduannya. Usai itu kepada Teradu juga diberi kesempatan seluas-luasnya untuk membela diri terhadap Tuduhan yang disampaikan Pengadu. Apabila diperlukan, baik Pengadu maupun Teradu dapat menghadirkan saksi-saksi termasuk keterangan ahli di bawah sumpah serta keterangan pihak Terkait lainnya.
Ketiga, pleno penetapan Putusan. Majelis Sidang DKPP akan menilai duduk perkara yang sebenarnya, merumuskan dan menyimpulkannya, hingga akhirnya memberi Putusan. Keempat, Putusan. Putusan DKPP dibacakan di dalam suatu persidangan dengan memanggil pihak Teradu dan Pengadu. Amar putusan DKPP dapat menyatakan, apakah: (1) Pengaduan tidak dapat diterima; (2) Teradu terbukti melanggar; atau (3) Teradu tidak terbukti melanggar. Apabila amar putusan dinyatakan terbukti melanggar, DKPP menjatuhkan sanksi: Teguran Tertulis, Pemberhentian sementara, atau Pemberhentian tetap. Dan pengaduan tak terbukti, DKPP merehabilitasi pihak Teradu.
Strategi Pencegahan Pelanggaran Kode Etik
Secara internal DKPP menyusun kedua peraturan yang diperintahkan UU No 15 Tahun 2012, yakni peraturan kode etik penyelenggara Pemilu yang dinyatakann sebagai peraturan bersama antara KPU, Bawaslu, dan DKPP, serta peraturan pedoman beracara kode etik penyelenggara Pemilu. Dalam menyusun kedua peraturan tersebut, DKPP melibatkan para pemangku kepentingan, terdiri atas mantan anggota KPU dan Bawaslu, lembaga penegak etika sejenis seperti Komisi Yudisial, KPPU, KIP, dan lainnya, juga pegiat Pemilu, di samping konsultasi publik di sejumlah kota.
Secara eksternal kami juga melakukan kampanye pencegahan kepada para pemangku kepentingan. Rangkaian sosialisasi DKPP terhadap anggota KPU dan Bawaslu di banyak kota, sosialisasi kepada partai politik, kalangan perguruan tinggi, Ormass, dan para pihak lain gencar pun telah dan akan terus dilakukan DKPP. Dalam rangka pencegahan pula, DKPP menempuh suatu konseps yang disebut sosialisasi berbasis tatap muka dan sosialisasi berbasis media massa.
Dari sosialisasi yang telah dilakukan DKPP di banyak provinsi, antusiasme pemangku kepentingan luar biasa. Para pemangku kepentingan antara lain meliputi penyelenggara Pemilu, peserta Pemilu, perguruan tinggi, pegiat Pemilu, sama-sama berharap agar DKPP dengan kewenangan yang kuat tersebut dapat difaedahkan bagi penyelenggaraan Pemilu yang makin Luber dan Jurdil. Pada forum-forum sosialisasi yang digelar, mereka banyak menanyakan mekanisme penyelesaian pelanggaran yang dilakukan anggota KPU dan Bawaslu serta jajaran di daerah-daerah. Detil sekali mereka menanyakan lingkup operasional DKPP ini. Dan selalu saja mereka menyimak apa yang disampaikan DKPP, bahkan tak beranjak dari kursi duduknya, dari awal hingga ketika forum ditutup.
Secara teoritis baik KPU, Bawaslu dan Panwaslu, maupun sekretariat penyelenggara Pemilu memiliki peluang yang sama untuk dapat diduga/dinilai melanggar kode etik penyelenggara Pemilu. Namun dari 64 perkara yang telah dan sedang ditangani DKPP, pengaduan didominasi jajaran KPU di daerah, sisanya Panwaslu, dan secara bersama-sama antara komisioner dengan pihak sekretariat. Karena ternyata, sebuah pelanggaran jarang bisa dilakukan oleh orang-seorang namun hasil kolaborasi antara penyelenggara dengan bagian sekretariat.
DKPP ke depan.
Pada pandangan DKPP, sebuah pelanggaran tidak berdiri di "ruang hampa". Sebuah pelanggaran kode etik merupakan produk interaksi antara pihak, tidak saja dari dalam tubuh penyelenggara Pemilu, namun pula dari dorongan/halangan yang bersumber dari eksternalitas penyelenggara Pemilu. Fakta memperlihatkan, calon dan peserta Pemilu juga menyumbang peluang bagi terjadinya pelanggaran kode etik.
Oleh karena itu, pertama, kami akan terus melakukan sosialisasi berbasis tatap muka dan sosialisasi berbasis media massa, dalam konsep kampanye pencegahan. DKPP akan meluaskan "visus-virus" kepada sebanyak mungkin pihak demi tercegahnya pelanggaran yang dilakukan. Sosialisasi yang selama ini telah dijalankan, akan terus diluaskan dan diintensifkan baik kepada anggota penyelenggara Pemilu maupun kepada pihak terkait langsung maupun tidak langsung dalam penyelenggaraan Pemilu.
Kedua, DKPP akan mendorong keberdayaan fungsi-fungsi pembinaan dan audit internal dalam konsep inspektorasi pada tubuh penyelenggara Pemilu. Sistem dan tata kerja didorong untuk lebih efektif dalam upaya mencegah dan menindak aparat penyelenggara Pemilu. DKPP mengasumsikan apabila fungsi-fungsi pembinaan internal efektif tentu akan meniadakan atau paling kurang meminimalisasi atas pelanggaran yang mungkin dilakukan baik oleh komisioner penyelenggara Pemilu maupun di antara keduanya.
Ketiga, DKPP mendorong bagi peningkatan kapasitas dan integritas penyelenggara Pemilu sehingga kredibelitas KPU, Bawaslu, dan jajarannya dapat terjaga sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan Pemilu tetap terjaga integritasnya. Suatu integritas yang meliputi proses tahapan dan hasil-hasilnya, yang jelas ditentukan integritas para penyelenggara Pemilu-nya. Konsep ini mengharuskan agar DKPP mendorong langkah yang menutup segala celah bagi penyelenggara Pemilu untuk melanggar kode etik. Maka patut dipikirkan KPU dengan dukungan DPR RI dan pemerintah untuk mereformasi dalam kaitan kinerja, peningkatan kapasitas dan integritas, dan bila perlu dengan menerapkan konsep renumerasi sistem penggajian bagi penyelenggara Pemilu agar tak terjadi demotivasi di tubuh penyelenggara Pemilu.
DKPP akan terus melakukan rangkaian kampanye pencegahan tanpa mengesampingkan penindakan. Konsep DKPP dalam upaya tersebut terumuskan dengan tagline "adanya jangan ditiadakan dan bila tidak ada jangan diada-adakan". DKPP tidak dalam posisi mendorong banyak pihak melaporkan/mengadukan, sama seperti DKPP tak akan menolak atas dugaan pelanggaran yang dilihat, didengar, atau dialami penyelenggara Pemilu, peserta Pemilu, dan warga masyarakat/pemilih. [DW]
Medan, 10 Desember 2012
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)
Sekretaris Sementara/Juru bicara DKPP,
Nur Hidayat Sardini