Semarang, DKPP- Indonesia menjadi negara terbesar
keempat di dunia dari segi jumlah penduduknya. Negeri ini juga diberi karunia
berupa kekayaan alam yang berlimpah dan kemajemukan masyarakatnya. Indonesia
berpotensi menjadi negara besar jika mampu membangun peradaban bangsanya dengan
benar.
Soal pembangunan peradaban bangsa tersebut, Fakultas Teknik Universitas Negeri
Semarang (UNES) bekerja sama dengan pelbagai pihak mengadakan dialog kebangsaan
di Auditorium UNES, Minggu (27/11). Dialog dengan tema “Membangun Peradaban
Bangsa dengan Pendidikan Berkarakter Moral†ini mengundang dua tokoh nasional
yakni Ketua DKPP Prof Jimly Asshiddiqie dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.
Menurut Prof Jimly, berbicara soal peradaban maka juga harus berbicara soal
kualitas sumber daya manusia (SDM). Sementara itu, kualitas SDM ditentukan oleh
tingkat pendidikan. Namun Prof Jimly tidak mengklaim bahwa tingginya pendidikan
langsung bisa menjadi jaminan bagi tingginya kualitas peradaban.
“Pendidikan memang tidak menjamin, tapi kualitas peradaban sangat ditentukan
oleh kualitas pendidikan,†terang dia.
Pendidikan, kata Guru Besar UI Jakarta ini, menjadi mesin penggerak utama
(first engine) bagi peradaban selain struktur lain seperti kesejahteraan dan
keadilan. Dia mengkritik orientasi pendidikan yang berkembang di Indonesia saat
ini. Mengutip teori taksonomi Benjamin S Bloom, menurut Prof Jimly, terdapat
tiga aspek pendidikan yakni aspek kognitif (otak), afektif (karakter), dan
psikomotorik (tindakan).
Pendidikan di Indonesia saat ini cenderung menitikberatkan pada aspek kognitif
di mana materi pendidikan lebih pada soal penguasaan pengetahuan. Bagi Prof
Jimly, di era informasi ini pengetahuan sangat mudah didapatkan dari internet.
Jadi tidak relevan lagi kalau pendidikan juga masih mengutamakan aspek
pengetahuan. Menurutnya, yang paling penting dikembangkan kepada siswa adalah
aspek pendidikan karakter dan bagaimana bertindak.
“Mari kita didik siswa soal karakter, soal akhlak. Rasul pun diutus untuk
memperbaiki akhlak, jadi akhlak sangat penting,†ungkap Ketua Umum ICMI ini.
Prof Jimly optimis, pendidikan karakter akan mampu menggerakkan roda peradaban
bangsa Indonesia. Indonesia menurutnya patut bersyukur karena memiliki
Pancasila yang bisa menjadi sumber nilai bagi pembangunan karakter. Sila
pertama Pancasila soal “Ketuhanan†memiliki nilai lebih dibanding slogan
Revolusi Perancis dan Revolusi Amerika.
“Liberty, equality, fraternity adalah semboyan mereka. Kalau dibandingkan
dengan Pancasila, yang dilupakan adalah soal ketuhanan. Beragama mesti berwujud
dalam perilaku. Lebih menjawab masalah nyata. Pluralisme kita segmented. Kita
harus berkarakter tapi tetap inklusif, jangan eksklusif,†tutur Prof Jimly. [Arif Syarwani]