Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) melakukan
Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI di Kompleks DPR MPR pukul 11.00 WIB. Agenda
acara ini adalah pembahasan Rancangan Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara
Pemilihan Umum Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan
Umum dan Rancangan Peraturan Dewan KehormatanPenyelenggara Pemilihan Umum
Tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum.
Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI Drs. Al Muzzammil Yusuf,
M.Si., dan Anggota Ir. Fandi Utomo. Dari
DKPP yang hadir Ketua Harjono, Anggota Prof Muhammad, Prof Teguh Prasetyo, Ida
Budhiati, dan Alfitra Salamm serta Sekretariat Biro Administrasi DKPP. Hadir
pula dari unsur perwakilan pemerintah.
Dalam rapat ini terjadi sejumlah pandangan-pandangan yang cukup dinamis
terhadap isu-isu krusial. Namun akhirnya perbedaan pandangan itu dapat
ditengahi hingga mendapatkan persetujuan. “Pada dasarnya, kami setuju saja
terhadap usulan Rancangan-Rancangan Peraturan ini tapi dengan catatan,†kata Fandi Utama.
Ada beberapa catatan yang menjadi kesimpulan dari hasil Rapat Dengar Pendapat.
Berikut hasil kesimpulan:
1) Terhadap Draft Rancangan
Peraturan Dewan KehormatanPenyelenggara Pemilihan Umum Nomor … Tahun 2017
Tentang Kode Etikdan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum, diputuskan
untuk dilakukan perubahan sebagai berikut:
a) Pasal 8 huruf (h) ditambahkan
kata “kecuali dari sumber APBN/APBD sesuai dengan ketentuan perundang-undangan;
b) Pasal 8 huruf (l): diubah
sehingga menjadi: menghindari pertemuan yang dapat menimbulkan kesan publik
adanya pemihakan dengan peserta pemilu tertentu;
c) Konsideran Menimbang huruf
(a): kata “Integritas†menjadi urutan nomor satu/utama;
d) Pasal 6 ayat (3) huruf i
aksesibiltas diletakkan pada huruf (b) atau huruf (c).
2) Terhadap Draft Rancangan
Peraturan Dewan KehormatanPenyelenggara Pemilihan Umum Nomor … Tahun 2017
Tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum, diputuskan
untuk dilakukan perubahan sebagai berikut:
a) Penanganan pelanggaran kode
etik yang dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu
ad hoc ditangani oleh hirarki di atasnya berupa pemberhentian sementara
(tanpa mekanisme yang melibatkan TPD), dalam hal terdapat keberatan terhadap
keputusan oleh hirarkis di atas tersebut atau dalam hal KPU kabupaten Kota/
atau Bawaslu Kabupaten/Kota memandang perlu
untuk pemberhentian tetap maka diteruskan kepada TPD kemudian TPD melakukan pemeriksaan formal dan
memberikan putusan yang bersifat final dan mengikat;
b) Pasal 23 ayat (1): kata
“dapat†untuk dihapus;
c) Pasal 23 ayat (5): DKPP akan mempertimbangkan sesuai dengan
masukan Pemerintah dan Komisi II DPR RI (dengan pertimbangan TPD pemenuhan 4
(empat) unsur keterwakilan);
d) Penanganan pelanggaran kode
etik yang dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu permanen ditangani oleh TPD dan DKPP;
e) Penanganan pelanggaran kode
etik yang dilakukan secara bersama-sama oleh penyelenggara pemilu permanen dan
penyelenggara pemiluad hoc, ditangani oleh DKPP
catatan perubahan tersebut di atas huruf a sampai dengan huruf c untuk
dimasukkan dalam formulasi BAB VI dan rumusan normanya diserahkan kepada DKPP;
f) Pasal 23 ayat (3):
disesuaikan dengan rumusan norma Pasal 459 ayat (4) UU No. 7 tahun 2017
e) Pasal 36 ayat (2) untuk
diperbaiki yang dirujuk adalah pasal 35 ayat (1).
[Teten Jamaludin]