Bandung, DKPP – Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Prof Muhammad menjelaskan, dalam literatur ilmu politik modern disebutkan ada beberapa ciri pokok dari sebuah sistem politik yang demokratis. Diantaranya: pertama, adanya partisipasi politik yang luas dan otonom; demokrasi pertama-tama mensyaratkan dan membutuhkan adanya keleluasaan partisipasi bagi siapapun, baik individu maupun kelompok, secara otonom. Tanpa perluasan partisipasi politik yang otonom, demokrasi akan berhenti sebagai jargon politik semata. “Oleh karena itu, elemen pertama dalam sebuah sistem politik yang demokratis ialah adanya partisipasi politik yang luas dan otonom,†katanya.
Hal tersebut disampaikan pada Kamis (30/8/ 2018), Anggota DKPP, Prof.Muhammad, menjadi narasumber di kelas B pada sesi materi kedua dengan judul “Asas dan Prinsip-prinsip Kode Etik Penyelenggara Pemilu” di Kota Bandung, Jawa Barat. Peserta: Ketua, Anggota, kepala sekretariat serta staf penerima pengaduan dari Bawaslu Kota Bogor, Kota Cirebon, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Cirebon, Kabupaten karawang, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Subang, Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Tasikmalaya.
Prof Muhammmad melanjutkan, kedua, terwujudnya kompetisi politik yang sehat dan adil. Dalam konteks demokrasi liberal, seluruh kekuatan politik (partai politik) atau kekuatan sosial-kemasyarakatan (kelompok kepentingan dan kelompok penekan) diakui hak hidupnya dan diberi kebebasan untuk saling berkompetisi secara adil sebagai sarana penyalur aspirasi masyarakat, baik dalam pemilihan umum atau dalam kompetisi sosial-politik lainnya. Ketiga, adanya suksesi atau sirkulasi kekuasaan yang berkala, terkelola, serta terjaga dengan bersih dan transparan, khususnya melalui proses pemilihan umum. Keempat, adanya monitoring, kontrol, serta pengawasan terhadap kekuasaan (eksekutif, legislatif, yudikatif, birokrasi, dan militer) secara efektif, juga berwujudnya mekanisme checks and balances di antara lembaga-lembaga negara. “Serta, kelima, adanya tatakrama, nilai, norma yang disepakati bersama dalam bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa,†jelasnya.
Pelaksanaan Pemilu dapat dinilai berlangsung secara demokratis jika menghadirkan 2 (dua) aspek secara simultan yaitu aspek prosedural dan aspek substantif. Dari aspek prosedural antara lain regulasi pemilu (UU Pemilu), Penyelenggara Pemilu (Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilihan Umum), Peserta Pemilu (Partai Politik dan/atau Calon Perseorangan), serta Pemilih (Daftar Pemilih Tetap). Indikator dari aspek prosedural ini adalah hasil yang sangat kuantitatif, sehingga Pemilu identik dengan perebutan suara pemilih.
Sementara itu, dari aspek substantif, Pemilu sejatinya menganut nilai dan prinsip bebas, terbuka, jujur, adil, kompetitif serta menganut azas langsung, umum, bebas dan rahasia. Indikator dari aspek substantif ini adalah hasil yang sangat kualitatif, sehingga Pemilu identik dengan perebutan legitimasi politik pemilih. “Pemilu demokratis dimaksudkan untuk mendapatkan pemimpin yang memperoleh legitimasi politik dari rakyat, untuk itu dibutuhkan 5 (lima) prinsip sebagai berikut: Pertama, Prinsip pemilu bebas berarti seluruh warga negara yang memiliki hak suara, secara merdeka, tanpa tekanan dan/atau paksaan menggunakan hak pilihnya. Kedua, prinsip terbuka berarti pemilu melibatkan semua pihak, sehingga pelaksaannya transparan, akuntabel, kredibel dan partisipatif. Ketiga, prinsip adil berarti pemilih dan peserta pemilu mendapatkan perlakuan yang sama. Keempat, prinsip jujur berarti semua pihak yang terlibat dalam pemilu harus bertindak dan bersikap dengan mengedepankan nilai-nilai kebenaran. Kelima, prinsip kompetitif berarti pemilu bebas dari segala bentuk mobilisasi politik baik dengan iming-iming uang, barang, jasa, jabatan maupun dengan intimidasi, tekanan dan paksaan yang membuat peserta pemilu tertentu dapat dipastikan menang sebelum semua tahapan pemilu berakhir,†katanya. [dina/humas dkpp]