Palembang, DKPP – Jika kita
memahami Putusan MK dan Undang-undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum,
politik hukum pembentuk undang-undang pemilu maka dalam lima tahun ke depan
hanya akan ada dua jenis pemilu yakni Pilkada 2018 serta Pileg dan Pilpres
secara serentak dalam satu waktu tahun 2019. Hal ini dipaparkan anggota DKPP
saat menjadi pemateri dalam kegiatan “Sosialisasi
Peraturan No. 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara
Pemilu dan Peraturan No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik
Penyelenggara Pemilu†di Hotel Excelton, Kota Palembang Kamis 23/11.
Dalam paparannya Ida
menjelaskan tantangan dan peluang Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Menurut dia
tantangan pertama adalah terkait regulasi. Setiap terbit regulasi baru selalu
ada dinamika yang menyertainya. Masa transisi tahun 2019 menuju 2024 misalnya
bukan saja hanya akan dihadapi oleh penyelenggara pemilu tetapi akan dihadapi
juga oleh partai politik. Penyelenggara pemilu sibuk dengan pengaturan
regulasi, partai politik pun disibukkan promosi kader-kadernya untuk kontestasi
di Pilkada 2018.
“Adalah komitmen kita untuk
menyukseskan Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Kesuksesan dua agenda politik
nasional ini tidak bisa hanya dibebankan kepada penyelenggara pemilu tapi
tanggung renteng kepada parpol peserta pemilu juga,†jelas Ida.
Ida mengingatkan verifikasi
partai dan verifikasi dukungan perseorangan membutuhkan kecermatan, ketelitian
dan profesionalitas penyelenggara pemilu. Aspek subtansi regulasi kerangka
hukum Pilkada 2018 dan Pilpres 2019. sangat berbeda antara
“Undang-undang pemilu
ditetapkan beberapa bulan yang lalu. Dua bulan kemudian masuk tahapa Pilkada
2018 dan Pemilu 2019. Belum tuntas
penyelenggara membaca tuntas undang-undang tersebut, sudah langsung running.
Pengawas pun beradaptasi mengikuti tahapan yg diatur oleh KPU,†kata Ida.
“Dalam situasi ini akan
sangat besar potensi disputenya jika kita semua tidak paham aturan mian pemilu
naik penyelenggara maupun pesertanya. Yang harus dicegah adalah penyelenggara
yang tidak paham, salah paham apalagi gagal paham. Sudah ada contoh di tingkat
nasional bagaimana perbedaan pandangan terkait sengketa administrasi pemilu,â€
jelas Ida.
Selain tantangan ada peluang
untuk suksesnya Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Salah satunya adalah bahwa
penyelenggara pemilu pusat dan jajarannya di daerah sudah punya pengalaman
sebelumnya sebagai penyelenggara, sehingga jika menyusun suatu peraturan sudah
memproyeksikan potensi masalah.
Lebih lanjut Ida memaparkan
terkait data yang terkonfirmasi DKPP sejak tahun 2012 hingga November 2017 bahwa
jumlah Teradu yang diperiksa ada sebanyak 3586 orang. Hal ini karena sidang DKPP
adalah untuk pertanggungjawaban orang perorang dan bukan pertanggungjawaban
institusi.
“Setelah diperiksa yang
direhabilitasi ada lebih dari 60 {a942cb99e82172e4bfcdcfa80ee52d8b5ef0cf7bf0cf93f7ddb3fad4eee8c6b8}, ini adalah aset bangsa untuk membangun
kehidupan demokrasi maka kelembagaan pemilu dan penyelenggara pemilunya adalah
aset bangsa. Jangan ragukan dan khawatirkan karena yang masih bisa dipercaya
dari aspek integritas, kredibilitas dan profesionalitas jumlahnya lebih banyak,â€
lanjut dia.
Data DKPP menunjukkan
indikasi pergeseran hukum masyarakat, bagaimana masyarakat Indonesia dulu menginternalisasi
budaya musyawarah mufakat tetapi sekarang sudah mulai bergeser menjadi masy
individualistik. Masyarakat Indonesia sudah lebih mirip dengan orang Amerika
lebih memilih mencari pengacara atau mengadu ke lembaga hukum daripada
menyelesaikan secara musyawarah mufakat.
“Data tersebut bisa menjadi
bahan refleksi bagi penyelenggara pemilu karena ternyata masih banyak juga
masyarakat yang tidak puas dengan pelayanan penyelenggara. Semoga dengan
tagline KPU, ‘melayani’ pengaduan di
DKPP menjadi zero,†tambah Ida.
Ida kemudian memaparkan
terkait trend aduan di DKPP sekarang telah bergeser. Jika dulu lebih banyak KPU
yang diadukan sekarang yang diadukan lebih banyak pengawas pemilu. Pergeseran
itu terjadi karena Bawaslu lebih dahulu melaksanakan tahapan rekrutmen.
Kemudian adanya perubahan konstelasi lembaga pengawas pemilu. Pengawas pemilu telah
permanen hingga di kabupaten/kota untuk melaksanakan pengawasan. Selain peran
Bawaslu sebagai lembaga kuasi peradilan yang menerbitkan putusan bukan rekomendasi.
“KPU dan Bawaslu jangan
seperti Tom and Jerry, jika mengurus diri sendiri saja tidak bisa bagaimana
mengurus peserta. Untuk mencapai sukses pemilu, penyelenggara harus dekat
dengan jarak yang sama dengan peserta karena penyelenggara perlu mendengar dan
mendapat masukan dari peserta yang akan dilayani oleh penyelenggara untuk
dipertimbangkan dalam rencana penyusunan kebijakannya,†kata Ida lagi.
Pesan Ida,â€Jangan bangun komunikasi
warung kopi, semoga semua sukses tanpa eksesâ€. [Diah Widyawati_5]