Jakarta, DKPP – Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Heddy Lugito, menegaskan penyelenggara pemilu harus fokus pada tugas, fungsi, dan wewenangnya untuk pelaksanaan Pemilu dan Pilkada Serentak Tahun 2024.
Oleh karena itu, penyelenggara pemilu dilarang untuk rangkap jabatan. Mulai dari penyelenggara di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, sampai dengan ad hoc.
Hal tersebut disampaikaan Heddy Lugito dalam dialog Ruang Publik KBR dengan tema Kode Etik dan Pentingnya Kredibilitas Pemilu pada Rabu (30/11/2022).
“Penyelenggara pemilu dilarang rangkap jabatan, sehingga bisa fokus melayani masyarakat dan pelaksanaan pemilu. Oleh karena itu penyelenggara pemilu tidak dibenarkan untuk rangkap jabatan,” tegas Heddy Lugito.
Untuk diketahui, Heddy sendiri telah mengundurkan diri sebagai Komisaris BUMN PT Sang Hyang Seri setelah menjadi Ketua DKPP periode 2022-2027.
Ia berpendapat, Pemilu dan Pilkada serentak 2024 bukan pesta demokrasi biasa karena terdapat pemilihan presiden, DPR, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota, dan DPD serta 514 pilkada tingkat kabupaten/kota, 34 pilkada tingkat provinsi, dan belum termasuk empat provinsi baru di Pulau Papua.
Dengan penyelenggara pemilu yang fokus dan bekerja penuh waktu, kata Heddy, pemilu yang berintegritas akan lebih mudah diwujudkan mengingat penyelenggara tidak memiliki konflik kepentingan dalam menyelenggarakan semua tahapan Pemilu.
“Larangan rangkap jabatan ini untuk menjaga integritas penyelenggara. Jangan sampai terpengaruh oleh pekerjaan lainnya dan mengganggu netralitas dia sebagai penyelenggara pemilu,” tegas mantan jurnalis senior ini.
Larangan rangkap jabatan bagi penyelenggara pemilu sendiri diatur dalam Pasal 21 ayat 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu) bagi jajaran KPU dan Pasal 117 ayat (1) UU Pemilu bagi jajaran Bawaslu.
Persoalan rangkap jabatan, menurut Heddy, banyak diadukan ke lembaga etik penyelenggara pemilu ini. Tidak sedikit, penyelenggara yang diberhentikan tetap maupun sementara oleh DKPP karena terbukti rangkap jabatan.
Dalam kesempatan ini, Heddy juga menegaskan DKPP bersifat pasif dalam penanganan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu. DKPP tidak bisa melakukan operasi tangkap tangan (OTT) seperti halnya KPK.
“Sesuai dengan Undang-Undang Pemilu, DKPP pasif dalam arti kalau ada aduan atau laporan kita proses. DKPP tidak bisa melakukan OTT seperti KPK,” pungkasnya. [Humas DKPP]