Batam, DKPP – Berdasarkan data yang diolah Dewan Kehormatan penyelenggara Pemilu (DKPP), modus pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu pada tahun 2019 tertinggi ada pada kelalaian pada proses pemilu yakni, sebanyak 32%. Anggota DKPP ex officio KPU, Hasyim Asy’ari mengatakan bahwa penyelenggara pemilu agar mempelajari modus-modus pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu yang sering diadukan oleh para Pengadu, sehingga, dapat terlihat potensi-potensi dari permasalahannya.
Hal itu disampaikan Hasyim saat memberi materi kepada Tim Pemeriksa Daerah (TPD) unsur Masyarakat dalam Rapat Evaluasi Kode Etik Penyelenggara Pemilu Tahun 2019 Tahap I di Hotel Pacific, Batam, Kepulauan Riau, Sabtu (30/11/2019). Peserta dalam rapat adalah Tim Pemeriksa Daerah unsur Bawaslu dari 17 Provinsi se-Indonesia.
Ia mengungkapkan bahwa perlu diperhatikan data yang diolah DKPP pada tahun 2018 sampai tahun 2019 ada kenaikan perkara hingga 250 perkara. “Data ini bukan sekedar angka, tetapi untuk dipedomani, dapat kita ambil makna sebagai contoh, agar ke depan dapat lebih baik lagi,” kata Hasyim.
Ia juga mengungkapkan terkait pengaduan DKPP bahwa menurutnya ada dua makna terkait hal itu, pertama adalah sosialisasi kode etik penyelenggara pemilu berhasil dan efektif. Kemudian adanya peserta pemilu yang belum puas terhadap hasil pemilu yang kemudian melaporkan ke DKPP.
Ia juga menghimbau kepada peserta untuk berhati-hati dalam soal rekrutmen, menurutnya banyak di sejumlah daerah yang diadukan terkait hal itu, terutama rekrutmen penyelenggara adhoc.
Diakhir paparannya, Hasyim mengingatkan bahwa dalam bekerja harus selalu berdoa. “Sepintar apa pun kita, sekuat apa pun kita, kita tetap harus berdoa, agar keburukan-keburukan dalam diri kita dapat ditutup dan selalu mendapat pertolongan Tuhan,” tutupnya. [Humas DKPP]