Palembang, DKPP – Ketua
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Dr. Harjono mengapresisi peserta yang
sudah hadir dalam acara “Sosialisasi
Peraturan No. 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara
Pemilu dan Peraturan No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik
Penyelenggara Pemilu†di Hotel Excelton, Kota Palembang Kamis 23/11.
“Terima kasih sudah hadir
dalam dalam acara sosialisasi ini, penyelenggara
pemilu, unsur muspida, kejaksaan, kepolisian dan utamanya adalah kehadiran
penyelenggara pemilu. Banyak hal yang sudah disampaikan baik oleh panita, KPU
dan Bawaslu Provinsi Sumatera Selatan. Banyak hal yang sudah disampaikan
terkait harapan agar pemilu yang akan datang bisa terselenggara dengan baik,â€
kata Harjono.
Dalam sambutannya Harjono menyampaikan
bahwa hukum tidak diperlukan jika sudah banyak orang baik dan jangan diartikan
jika sudah banyak orang baik maka hukum itu tidak diperlukan, hukum berkembang
karena pada kenyataannya masih banyak orang yang tidak baik.
Kontrol
pertama dari berbuat baik adalah etika, soal pantas dan tidak pantas, soal baik
dan tidak baik. Kalau menurut aturan hukum, ada tidak aturan hukum yang
mengatur? kalau tidak ada apa boleh melanggar hukum kata Harjono.
Dia kemudian mengumpamakan
jika melanggar etika etik meskipun tanpa hukuman tetapi orang tersebut sudah
menhukum dirinya sendiri karena masing-masing individu mempunyai batas kepantasan
masing-masing.
“Bicara tentang etika
artinya bicara tentang diri sendiri, beda jika bicara hukum. Melanggar hukum berarti
ada yang menjadi victim. Kalau etika tidak ada pertanyaan terkait victim tetapi
pertanyaan dalam sanubari apakah pantas atau tidak,†ungkapnya.
Menurut mantan wakil ketua
MKRI ini jika berbicara etika artinya berbicara terkait komitmen yang diniatkan
untuk melakukan sesuatu yang baik dan bukannya melakukan salah atau tidaknya melakukan sesuatu mencari
alasan untuk mempermasalahkan hukum itu sendiri.
“Etika dibuat ke dalam
sebuah peraturan justru karena kita meragukan kita baik atau tidak. Makanya
nilai-nilai ini dituliskan untuk menjadi guidance.Sebagai bangsa ada persoalan
yang sangat penting termasuk di dalamnya etika dalam melaksanakan pemilu. Pemilu
itu jelas asasnya jurdil atau fairnes dalam bahasa Inggris. Pencerminan jurdil adalah pemilu bermartabat,â€
kata dia lagi.
Harjono mengatakan bahwa pemilu
sudah diniatkan dan disetujui dalam ketentuan undang-undang bahwa sistem
pemerintahan Indonesia dasarnya adalah kedaulatan. Jika ada perbuatan yang
tidak mencerminkan jurdil baik dari penyelenggara pemilu maupun peserta, maka niat tadi sudah terciderai.
Harjono mengingatkan bahwa
kedaulatan rakyat melalui pemilu itu mahal biaya sosial politiknya. “Etika
tidak dibuat untuk mereka yg akan melanggar, etika diperlukan oleh orang yang
beritikad baik tapi di lapangan ada
keraguan, oleh karena itu etika diperlukan mereka yg akan menyelenggarakan
pemilu dengan baik,†pungkasnya. [Diah
Widyawati_4]