Jakarta, DKPP – Ada enam alasan DPC PDIP Alor, Nusa Tenggara Timur, mengadukan KPU setempat ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Hal tersebut terungkap dalam sidang kedua dugaan pelanggaran kode etik KPU Alor tadi pagi, (09/10) pukul 10.WIB.
Selaku ketua majelis adalah Saut H Sirait dan anggota majelis Nur Hidayat Sardini serta Anna Erliyana. Pihak Pengadu Enny Anggrek, ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Alor dan Teradunya yaitu ketua dan anggota KPU setempat; Fransis Haan, H Elias K Nampira, Constantiana Akbar, Fiodol A Gorang Mau, Muhammad Hatta Sina.
Enny Anggrek membeberkan, pertama pada saat pleno penetapan penetapan calon dan penarikan nomor peserta Pemilukada Bupati dan Wakil Bupati 2013, para Teradu bersikap otoriter dengan tata tertib tidak memperbolehkan intrupsi. Kedua, daftar pemilih tetap (DPT) seharusnya disyahkan sebelum dimulai tahapan, tetapi pengesahan dilakukan pada tanggal 30 Juli 2013, yaitu lima hari sebelum masa coblos 5 Agustus 2013. “Jika pengesahan dilakukan pada 30 Juli maka jelas kartu pemilih dicetak sebelum pengesahan DPT. Dari mana para Teradu mengetahui berapa banyak kartu pemilih yang harus dicetak? Mustahil dalam lima hari para Teradu dapat melakukan tahapan pencetakan kartu pemilih,” ungkapnya.
Ketiga, Penentuan DPT mempengaruhi kelulusan pasangan calon bupati dan calon wakil bupati dari jumlah DPT dengan angka pembagi 14.092 untuk calon perseorang, maka menghasilkan 8 paslon. “Ada dugaan rekayasa pencetakan kartu surat suara melebihi pemilih yang dilakukan Teradu,” jelas dia.
Keempat, para Teradu meloloskan tiga pasangan calon dari perseorangan yang diduga terjadi dukungan ganda dan fiktif. Kelima, rekomendasi dari Panwaslu setempat untuk pasangan calon Imanuel Laukamang- Usman Syarif (Iman) dan Mama terjadi dukungan ganda dari partai pengusung nonparlemen. Selain itu terjadi dukungan ganda dari PPRN ke paslon Marthen Maure-Mohammad Saleh Gawi (Mama) dan Seprianus Datemoly-Enny Anggrek (Seniman). Terakhir, sejak pencoblosan 5 Agustus sampai pleno 13 Agustus 2012, para Teradu tidak mempublikasi secara tranparan dari hasil suara yang masuk. “Membuat kecurigaan adanya rekayasa yang dibuat para Teradu,” ungkapnya.
Sementara itu Fransis Han menjelaskan, pihaknya sengaja membatasi unsur-unsur lain saat pleno penetapan peserta Pemilu. Kemudian mengenai penetapan tanggal undian paslon, yaitu 1 Juli, alasan mendasarnya adalah agar peserta pemilukada bisa langsung tampil di tengah masyarakat dengan nomor urut paslon yang jelas.
“Penetapan tanggal setelah secara aklamasi seluruh anggota komisioner dan seluruh paslon menyepakati penetapan nomor urut pada hari itu juga,” jelas dia.
Terkait DPT, kata dia, Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) melakukan validasi data pemilih yang dimuat dalam daftar pemilih sementara kemudian diumumkan kepada masyarakat untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari masyarakat. Berdasarkan masukan dan tanggapan masyarakat itu dibuatlah daftar Pemilih tambahan dan daftar pemilih sementara hasil perbaikan (DPSHP). Kemudian DPS ditambah daftar tambahan dan DPSHP disatukan menjadi daftar pemilih tetap. “Kami juga memberikan kesempatan kepada pemilih yang menggunakan KTP dan KK untuk memberikan suara di TPS sesuai tempat kediamannya,” bebernya.
Sedangkan tentang informasi penghitungan suara, seluruh tahapan disiarkan kepada publik baik itu melalui siaran pemerintah daerah dan melalui Dinas Komunikasi dan Perhubungan melalui 17 PPK dan 175 PPS dan melalui sosialisasi di sekolah-sekolah dan lembaga pemerintah dan swasta.
“Khusus mengenai rilis hasil penghitungan suara 5 Agustus 2013, kami mengarahkan penyelenggara pada tingkat TPS, PPS dan PPK agar setelah rekapitulasi hasil penghitungan suara maka wajib memberikan 1 eksemplar kepada masing-masing saksi pasangan calon dan satu eksemplar kepada PPL dan satu 1 eksemplar diumumkan kepada masyarakat,” pungkas dia. (ttm)