Jakarta, DKPP – Dugaan praktik politik uang terungkap dalam sidang pemeriksaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu untuk Nomor Perkara 225-PKE-DKPP/VIII/2019, pada Selasa (15/10/2019) malam.
Perkara ini diadukan oleh Calon Legislatif (Caleg) dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Suaizisiwa Duha. Ia mengadukan Ketua Bawaslu Kabupaten Nias Selatan, Pilipus Famazokhi Sarumaha.
Dugaan praktik politik uang ini diungkapkan oleh seorang saksi yang dihadirkan oleh Pengadu, Julianus Sarumaha.
Dalam sidang, Julianus mengungkapkan bahwa dirinya pernah melaporkan dugaan pelanggaran Pemilu kepada Bawaslu Kabupaten Nias Selatan. Dalam laporan tersebut, Julianus menginginkan adanya Pemungutan Suara Ulang (PSU) di beberapa TPS yang ada di Kabupaten Nias Selatan.
“Kami minta PSU, Bawaslu membolehkan dengan catatan ada imbalan,” katanya.
Kepada majelis, Julianus pun mengaku bahwa dirinya memberikan uang sebesar Rp 20 juta kepada salah satu staf Bawaslu Kabupaten Nias Selatan, Fredikus F. Sarumaha. Ia menambahkan, Fredikus merupakan adik dari Teradu. Fredikus juga hadir dalam sidang ini dan berstatus sebagai Pihak Terkait.
Keterangan Julianus pun dikonfrontir langsung oleh Ketua majelis, Prof. Muhammad, kepada Fredikus.
Fredikus pun langsung membantah tudingan Julianus dalam sidang. “Tuduhan Bapak akan saya laporkan ke Polres (Kepolisian Resort, red) Nias Selatan. Tidak benar menerima Rp 20 juta dan tidak pernah membantu negosiasi untuk rekomendasi,” katanya.
Kepada majelis, Fredikus menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak pernah bertemu dengan Julianus sebelumnya. “Jangankan berkomunikasi, bertemu dengan Bapak ini (Julianus), saya belum pernah,” jelas Fredikus.
“Coba saksi kedua, ingat-ingat lagi bentuk wajah Pihak Terkait. Apa betul Anda bertemu dengan Pihak Terkait,” pinta ketua majelis.
“Saya di sini disumpah, kalau mau pihak terkait disumpah juga, Yang Mulia,” jawab Julianus.
Ketua majelis pun menerima usulan dari Julianus karena Fredikus mengaku berstatus sebagai Pegawai Honorer di Bawaslu Kabupaten Nias Selatan.
“Kalau Anda ASN (Aparatur Sipil Negara, red.), tidak perlu diambil sumpah karena Anda sudah diambil sumpah di awal jabatan,” kata ketua majelis.
Kemudian, Ketua majelis pun bertanya kepada Julianus tentang rincian waktu pemberian uang kepada Fredik.
Julianus mengaku lupa kapan persisnya ia memberikan uang kepada Fredik. Namun, kepada majelis ia mengaku bertemu dua kali dengan Fredik, yaitu di sebuah hotel dan ruangan kerja Teradu.
“Mungkin kalau di Bawaslu (Nias Selatan) ada CCTV, bisa dibuka kapan saya memberikan uang itu,” katanya.
Mendengar keterangan Julianus, Fredikus pun kembali melontarkan bantahannya. “Saya sudah berani disumpah di sini bahwa saya tidak pernah bertemu dengan Saksi. Kedua, saya tidak pernah menerima uang dari saksi,” jelasnya.
Ia pun mempertanyakan keterangan dari Julianus. Dalam sidang, Fredikus juga meragukan bahwa Julianus merupakan saksi dari Calon Legislatif (Caleg).
“Untuk memastikan saja, siapa caleg yang memberikan uang itu?” tanya Fredikus kepada Julianus.
Julianus pun menjawab pertanyaan tersebut dengan sedikit tawa. Sebagai catatan, keterangan yang diberikan oleh Julianus juga tanpa disertai dengan bukti-bukti penguat.
“Tadi saya sudah tanya, uang itu dari mana. Tapi beliau bilang dari kantung sendiri,” sela ketua majelis menyudahi dialog antara Julianus dengan Fredikus.
Sebagaimana diketahui, perkara ini sebelumya telah disidangkan pada 2 September 2019. Pada saat itu, Majelis sidang memutuskan untuk mengagendakan sidang lanjutan karena Pengadu dan Teradu masih ingin menambah bukti dan saksi guna menguatkan keterangannya.
Berdasarkan dalil aduan Pengadu, Teradu diduga sengaja tidak memproses atau tidak menindaklanjuti laporan-laporan masyarakat dan peserta pemilu terkait dugaan pelanggaran Pemilu sesuai perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, Teradu juga diduga tidak mengeluarkan rekomendasi penghitungan suara ulang (PSU) di empat kecamatan, yaitu Kecamatan Pulau-pulau Batu Utara, Pulau-pulau Batu Barat, Pulau-pulau Batu Timur dan Tanah Masa. Padahal saat pleno KPU Kabupaten Nias Selatan, banyak ditemukan pelanggaran Pemilu oleh saksi-saksi partai politik di empat kecamatan tersebut.
Dalam sidang ini, Pengadu menghadirkan tiga orang saksi. Sedangkan Teradu menghadirkan sembilan penyelenggara pemilu sebagai Pihak Terkait.
Sidang ini dipimpin oleh Anggota DKPP, Prof. Muhammad selaku Ketua Majelis bersama Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sumatera Utara sebagai Anggota Majelis, yaitu Ira Wirtati (unsur KPU), Herdi Munthe (unsur Bawaslu) dan Nazir Salim Manik (unsur masyarakat).
Selain perkara 225-PKE-DKPP/VIII/2019, DKPP sejatinya juga akan menyidangkan perkara 274-PKE-DKPP/VIII/2019 yang juga diadukan oleh orang yang sama, yaitu Suaizisiwa Duha.
Namun, perkara 274-PKE-DKPP/VIII/2019 tidak disidangkan karena Pengadu telah mencabut pokok aduannya sebelum sidang pemeriksaan dimulai melalui surat yang ditujukan kepada DKPP.
“Saya telah mencabut pokok aduan perkara 274-PKE-DKPP/VIII/2019 dan saya hadir hanya untuk nomor perkara 225-PKE-DKPP/VIII/2019,” kata Pengadu. [Humas DKPP]