Bogor, DKPP –
Usai pemaparan materi terkait Pembuktian Sebagai Inti Peradilan Pidana Serta
Relevansi Penerapan Dalam Sidang DKPP yang disampaikan oleh Direktur Tindak Pidana
Umum Lainnya Kejagung, Dr. Susilo Yustinus. SH., MH dan Risalah
dan Notulensi dalam Hubungannya dengan Pembuktian oleh mantan Panitera MK Dr.Zainal
Arifin SH.,MH, acara “Peningkatan Kapasitas Jajaran Sekretariat Biro
Administrasi DKPP Tahap IIâ€, yang diselenggarakan di Hotel Mirah Bogor 7-9
Desember 2016 dilanjutkan dengan pembulatan materi tentang pembuktian.
Dr.
Nur Hidayat Sardini yang bertindak selaku Master of Training kembali menjelaskan
mengenai pengertian pembuktian atau “membuktikanâ€, yakni meyakinkan kepada (majelis) hakim
tentang kebenaran dalil-dalil yang disampaikan di hadapan sidang dalam suatu
perkara/sengketa.
“Tujuan Pembuktian adalah untuk memeroleh kepastian bahwa suatu peristiwa atau fakta
yang diajukan itu benar – benar terjadi, guna mendapatkan putusan hakim yang
benar dan adilâ€, jelas Sardini
“Untuk membuktikan itu, para pihaklah yang aktif
berusaha mencarinya, menghadirkan atau mengetengahkannya ke muka sidang dan
beban pembuktian di DKPP
dibebankan kepada Pengaduâ€, tuturnya.
Lebih
lanjut Dosen Fisip Undip ini menguraikan tentang landasan
pemikiran pembuktian dan keberadaan
alat-alat bukti menjadi mutlak adanya. Merujuk pendapat Eddy O.S. Hiariej, Sardini memaparkan secara konsepsional pengertian alat bukti ini memuat setidaknya empat hal, yakni
pertama, Relevant — Suatu alat bukti relevan dengan perkara yang sedang
diproses, atau menunjuk dan mengarah pada fakta-fakta kebenaran suatu peristiwa.
Kedua, Admissible — Suatu alat bukti haruslah dapat diterima dengan sendirinya
sesuai relevansi, namun dapat saja suatu alat bukti relevan namun tidak dapat
diterima ketika misalnya, keterangan seseorang yang mendengar dari kesaksian
orang lain (testimoni de auditu) atau hearsy,
ketiga, Exclusionary Rules — Suatu
alat bukti tidak dapat diakui karena didapat melalui proses melawan hukum; dan keempat Weight of the evidence — Suatu alat bukti yang relevan dan dapat diterima
haruslah dapat dievaluasi (evaluable) oleh majelis sehingga memiliki kekuatan
pembuktian (bewijskracht).
“Majelis menilai setiap alat bukti yang diajukan dalam
sidang dengan meneliti kesesuaian antara bukti yang satu dengan alat bukti yang
lain, untuk kemudian menjadikannya sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan
Putusanâ€,
tutup dia.
Sesi
Kamis siang (8/12) dimoderatori oleh Tenaga Ahli DKPP, Ferry Faturokhman, Ph.D
sementara Anggota DKPP, Prof. Anna Erliyana bertindak selaku panelis. Peserta kegiatan ini berasal dari
Staf Persidangan dan Staf Bagian Umum Biro Administrasi DKPP, selain itu DKPP
mengundang pula staf sekretariat dari
Bawaslu, KPU dan KPU DKI Jakarta. [Diah Widyawati_4]