Banjarmasin, DKPP – Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Dr. Ida Budhiati menjadi Narasumber pada kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Penyusunan Modul Etika Organisasi, Budaya, dan Perilaku Kerja Penyelenggara dalam Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota di Kalimantan Selatan Tahun 2020. Kegiatan ini diselenggarakan oleh KPU Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) di Hotel G’Sign, Kota Banjarmasin, pada Selasa (17/12/2019), pukul 08.30 WITA.
Peserta kegiatan ini adalah Ketua, Anggota dan Sekretaris KPU Kabupaten/Kota se-Kalsel serta Jajaran Sekretariat KPU Provinsi Kalsel.
Dalam forum ini, Ida memaparkan tentang perkembangan lembaga penyelenggara pemilu dari masa ke masa, dimulai hanya berdirinya KPU, Bawaslu, hingga DKPP.
Sebelum ada DKPP, jelas Ida, penegakan Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) dilakukan secara tertutup karena diselesaikan melalui mekanisme internal saja, yaitu Dewan Kehormatan (DK) KPU untuk pelanggaran di jajaran KPU dan DK Bawaslu untuk pelanggaran di jajaran Bawaslu.
“Jadi kode etik dibuat dan ditegakkan oleh lembaga itu sendiri, sehingga cenderung tidak adil dan melindungi (pelanggar KEPP, red.),” ungkap Ida.
Anggota KPU RI periode 2012-2017 ini menambahkan, kondisi demikian bukanlah suatu hal yang bagus dalam proses penegakan integritas penyelenggara pemilu guna tercapainya pemilu yang Luber Jurdil.
“Kemudian didesain ulang, penegakan kode etik penyelenggara pemilu ditarik keluar menjadi penegakkan eksternal dan dibuat permanen, yaitu DKPP,” terang Ida.
Kepada 47 peserta, ia mengungkapkan bahwa selama tujuh tahun berdiri, DKPP telah menerima 3.716 aduan. Dari itu semua, lanjutnya, hanya 1.521 perkara yang naik sidang yang melibatkan 6.041 penyelenggara pemilu sebagai Teradu.
Dari jumlah penyelenggara yang disebutkan di atas, Ida mengatakan, 3.150 di antaranya dipulihkan nama baiknya atau rehabilitasi karena tidak terbukti melanggar KEPP. Sedangkan penyelenggara yang dikenakan sanksi mencapai 2.891 orang.
Sebanyak 592 penyelenggara mendapatkan sanksi berupa Pemberhentian Tetap dari DKPP karena dinilai melakukan pelanggaran KEPP jenis berat. DKPP juga memberikan sanksi berupa Pemberhentian Sementara dan Pemberhentian dari Jabatan, masing-masing untuk 64 dan 48 penyelenggara.
Ia menegaskan, keberadaan DKPP merupakan sebuah terobosan dalam penegakan KEPP untuk memastikan terjaganya integritas penyelenggara pemilu.
“Dengan adanya DKPP, maka penyelenggara pemilu terbukti masih berintegritas,” kata Ida.
Ia menambahkan, untuk Provinsi Kalsel, terdapat lima aduan dan dua di antaranya layak sidang. Dua perkara yang telah disidangkan pun hanya membuahkan rehabilitasi bagi para Teradunya.
“Kalsel harus bangga dengan data yang ada di DKPP, dari lima pengaduan yang masuk, hanya dua yang layak naik sidang dan keduanya diputus rehab,” pungkas Ida. [Humas DKPP]