Jakarta, DKPP – Anggota DKPP, Dr. Alfitra Salamm mengungkapkan bahwa lembaga yang menangani perkara pelanggaran Pemilu di Indonesia terlalu banyak.
Hal ini diungkapkan Alfitra ketika menjadi salah satu narasumber dalam Rapat Kerja Terbatas (Rakertas) yang diadakan oleh Sekretariat Jenderal Dewan Ketahanan Nasional di Hotel Ciputra, Jakarta, Selasa (29/10/2019).
“Pintu masuk menangani pelanggaran ini terlalu banyak, ada MK, Bawaslu, kepolisian, PTUN. Terlalu banyak,” katanya.
Rakertas ini terbagi dalam delapan kelompok diskusi dengan berbagai tema. Alfitra menjadi pembicara dalam diskusi bertemakan “Rencana Kontinjensi Nasional Pemilu Kepala Daerah 2020”.
Menurutnya, pintu masuk untuk menangani perkara pelanggaran Pemilu memang memungkinkan adanya alternatif-alternatif bagi para pencari keadilan.
Namun, hal ini dinilainya kurang efisien sehinga ia berpendapat bahwa perlu dibentuk satu lembaga khusus yang menangani perkara khusus kepemiluan.
“Coba buat satu peradilan saja, tuntaskan satu. Saya tidak tahu, apakah Bawaslu atau DKPP yang jadi embrionya,” jelasnya.
Selain Alfitra, pembicara lain dalam diskusi ini antara lain Anggota KPU Pramono Ubaid Tanthowi serta perwakilan dari Kemendagri, Polri, TNI, Mahkamah Agung (MA), BIN dan Kemenkominfo.
Ia menambahkan, dalam aspek integritas, dari seluruh aduan terkait pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu yang masuk ke DKPP, sebagian besar yang diadukan adalah penyelenggara Pemilu ad hoc atau yang tingkatnya di bawah Kabupaten/Kota.
“Dilematisnya, mencari orang untuk penyelenggara Pemilu di level bawah ini sulit. Padahal integritas di bawah tingkat Kabupaten/Kota ini rawan sekali untuk main uang,” ungkap Alfitra.
Alfitra juga memberi masukan agar KPU dan Bawaslu berhati-hati dalam merekrut penyelenggara Pemilu di level ad hoc, khususnya dalam tahapan untuk Pilkada serentak 2020 nanti.
Hal ini untuk meminimalisir adanya orang-orang yang sebenarnya merupakan bagian dari tim sukses kontestan Pilkada 2020.
Dalam aspek pencalonan, ia mengusulkan agar pencalonan independen lebih dipermudah dalam Pilkada agar lebih menghidupkan suasana demokrasi di daerah. [Humas DKPP]