Jakarta, DKPP – Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Prof. Muhammad mengusulkan mekanisme penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) yang menjadi dasar hukum penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada 2024.
Usulan ini disampaikan Muhammad dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi II DPR dengan Menteri Dalam Negeri, KPU, Bawaslu, dan DKPP di Gedung Nusantara, Komplek MPR/DPR/DPD, Jakarta, Rabu (31/8/2022).
“Pandangan kami yang paling memungkinkan secara efektif efisien untuk dilakukan perubahan Undang-Undang Pemilu adalah melalui Perppu,” ungkap Muhammad.
Raker ini diadakan untuk membahas tindak lanjut pasca terbitnya empat Undang-Undang tentang pembentukan provinsi di wilayah Provinsi Papua/ Papua Barat dan implikasinya terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024.
Tiga undang-undang tentang pembentukan provinsi baru di Pulau Papua adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Selatan, Undang-Undang Nomor 15 Nomor 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Tengah, dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Pegunungan.
Komisi II DPR juga akan segera membahas Rancangan Undang-Undang Daerah Otonomi Baru Papuat Barat Daya. Adanya tiga provinsi baru ini pun berpotensi mengubah sebagian isi dari UU Pemilu sehingga perubahan regulasi pemilu tak dapat dihindarkan.
Menurut Muhammad, dalam ketiga undang-undang tersebut secara eksplisit menyebutkan bahwa DPR Provinsi di Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan, dipilih dalam Pemilu dan ditetapkan berdasar hasil dari Pemilu 2024.
Sehingga hal ini disebutnya sudah termasuk dalam suatu keadaan genting yang memaksa sehingga perlu diterbitkan Perppu oleh Presiden sesuai dengan ketentuan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.
“Maka dalam pandangan kami, untuk efisiensi dan efektivitas perlu segera ditetapkan dengan peraturan pemerintah pengganti undang-undang,” tegas Muhammad.
Ia menambahkan, Perppu ini akan diawali dengan sebuah kajian yang menggunakan metode analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat). Analisis SWOT ini, kata Muhammad, akan memberikan gambaran tentang kelebihan, kelemahan, kendala, dan tantangan dari keberadaan provinsi-provinsi baru dan implikasinya terhadap perubahan UU Pemilu serta penyelenggara Pemilu dan Pilkada 2024.
“Insya allah DKPP sudah menyiapkan suatu kajian tentang kegentingan memaksa kenapa presiden penting untuk menerbitkan Perppu dalam rangka mengefektifkan perubahan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017,” jelas Muhammad.
Dalam paparannya, Muhammad mengungkapkan bahwa setidaknya terdapat tujuh masalah yang harus diperhatikan dan disiapkan sebagai konsekuensi dari adanya provinsi-provinsi baru terhadap penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada 2024.
Tujuh masalah tersebut adalah regulasi teknis pemilu; kelembagaan penyelenggara pemilu; anggaran pemilu dan pilkada; sumber daya manusia; sarana dan prasarana; daerah pemilihan dan jumlah alokasi kursi; dan pembentukan Tim Pemeriksa Daerah (TPD).
Terkait TPD, Muhammad menegaskan bahwa UU Pemilu menyebut TPD harus dibentuk di setiap provinsi yang ada di Indonesia. TPD di setiap provinsi ini berjumlah enam orang.
“Dua dari tokoh masyarakat, dua dari unsur KPU provinsi, dan dua dari Bawaslu provinsi. Tentu kita akan menyesuaikan setelah pembentukan KPU dan Bawaslu (di provinsi baru, red.),” terang Ketua Bawaslu periode 2012-2017 ini.
Dalam kesempatan ini, Muhammad juga menyampaikan terima kasih serta apresiasi kepada pemerintah dan Komisi II DPR karena telah menginisiasi dialog terkait wacana perubahan UU Pemilu akibat adanya provinsi baru. [Humas DKPP]