Palembang, DKPP − Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) dengan nomor perkara 159-PKE-DKPP/VI/2025 di Kantor Bawaslu Provinsi Sumatera Selatan, Kota Palembang, Rabu (20/8/2025).
Perkara ini diadukan oleh Budi Antoni Al Jufri dan Henny Verawati yang memberikan kuasa kepada Fahmi Nugroho, Nico Thomas, Junialdi, dan kawan-kawan.
Pengadu mengadukan Ketua Bawaslu Kabupaten Empat Lawang, Rodi Karnain, dan dua anggotanya: Hengki Gunawan serta Ahmad Fatria Arsasi (masing-masing sebagai teradu I-III).
Untuk diketahui, dalam sidang kali ini baik pengadu atau kuasa hukum pengadu tidak menghadiri persidangan. Namun, Ketua dan Anggota Majelis memutuskan tetap melanjutkan jalannya sidang pemeriksaan untuk mendengarkan jawaban teradu.
“Pengadu sudah dihubungi secara patut sesuai dengan prosedur, namun pengadu memutuskan untuk tidak datang, dan Majelis memutuskan sidang tetap dilanjutkan karena sidang ini sudah dijadawalkan dan para pihak sudah dipanggil secara patut,” ungkap Ketua Majelis, J. Kristiadi.
Dalam pokok aduan, tertulis bahwa pengadu mendalilkan para teradu telah melanggar KEPP karena tidak bersedia mengundurkan diri sebagai Ketua dan Anggota Majelis Pemeriksa Perkara register nomor 02/PS.REG/16.1611/IX/2024.
Dalam perkara a quo, teradu I dan II selaku Majelis terlibat konflik kepentingan karena diduga memiliki hubungan keluarga dengan paslon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Empat Lawang pada Pilkada Tahun 2024.
Sedangkan teradu III diduga tidak profesional karena dianggap menunjukkan keberpihakan saat menyatakan perkara di MK telah selesai diputus Bawaslu. Padahal, menurut hakim MK, substansi perkara tentang periodisasi masa jabatan kepala daerah masih belum tuntas di semua tingkat peradilan.
Jawaban Teradu
Menanggapi hal tersebut, Ketua Bawaslu Kabupaten Empat Lawang, Rodi Karnain, secara tegas membantah seluruh dalil yang disampaikan pengadu. Ia menegaskan bahwa seluruh tahapan penyelesaian sengketa telah dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Pemilihan dan Perbawaslu Nomor 2 Tahun 2020.
Ia juga menjelaskan alasan dirinya tidak mengundurkan diri dari majelis dalam proses sidang sengketa. Menurutnya, aturan hanya mewajibkan penggantian anggota majelis dalam kondisi tertentu, seperti sakit atau berhalangan tetap.
“Saya tidak termasuk dalam kategori sebagaimana dimaksud Pasal 36 Perbawaslu, sehingga saya tetap menjalankan tugas sebagai Ketua Majelis,” jelasnya.
Sementara itu, Hengki Gunawan (teradu II) menyatakan bahwa kehadirannya hanya pada sidang pertama sebelum adanya penetapan pihak terkait. Setelah itu, ia tidak lagi mengikuti musyawarah hingga putusan dibacakan. Bahkan, ia mengaku telah mengumumkan hubungan keluarganya secara terbuka dalam rapat pleno Bawaslu dan mempublikasikannya di media.
“Kami tidak pernah menutup-nutupi. Hubungan keluarga tersebut sudah kami umumkan secara terbuka dan diketahui masyarakat,” tegas Hengki.
Adapun Ahmad Fatria Arsasi (teradu III) membantah tudingan keberpihakan dalam sidang MK. Ia menegaskan bahwa pernyataannya bukan pendapat pribadi melainkan sekadar penjelasan fakta mengenai proses sengketa yang telah berjalan di Bawaslu Kabupaten Empat Lawang. Menurutnya terkait perbedaan putusan antara Bawaslu, PTUN, MA, dan MK, para teradu menilai hal itu wajar karena setiap lembaga memiliki kewenangan dan pertimbangan masing-masing.
“Apa yang saya sampaikan di MK hanyalah kronologi penyelesaian sengketa di Bawaslu, bukan bentuk keberpihakan,” kata Ahmad.
Sebagai informasi, sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis J. Kristiadi. Ia didampingi tiga Anggota Majelis dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sumatera Selatan antara lain, Candra Zaky Maulana (unsur masyarkat), Nurul Mubarok(unsur KPU), dan Massuryati (unsur Bawaslu). [Humas DKPP]