Kendari, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tetap menggelar sidang pemeriksaan untuk Ketua dan empat anggota KPU Kabupaten Buton Tengah meskipun pihak Pengadu menyatakan mencabut aduan.
Demikian disampaikan Ketua Majelis Ratna Dewi Pettalolo dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) untuk perkara Nomor 62-PKE-DKPP/IV/2024 di Kantor Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Kota Kendari, Senin (3/6/2024).
“DKPP tidak terikat dengan pencabutan aduan. Jadi kami tetap akan melanjutkan sidang meskipun Saudara mencabut aduan,” kata Ketua Majelis.
Pernyataan tersebut menanggapi pencabutan aduan oleh kuasa dari Pengadu yang bernama Dian Farizka. Kepada Majelis, Dian mengaku bahwa dirinya kesulitan berkomunikasi principal yang bernama Fahirun.
Menurutnya, akhir-akhir ini principal sama sekali tidak menanggapi pesannya.
“Sampai hari ini saya tidak dapat menghubungi principal. Sehingga saya memutuskan untuk mencabut aduan ini,” kata Dian yang hadir secara virtual.
Berdasar Pasal 19 Peraturan DKPP Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum, DKPP hanya dapat menerima pencabutan aduan sepanjang aduan tersebut masih dalam proses verifikasi aduan saja, baik itu verifikasi administrasi maupun verifikasi materiel.
Dalam perkara ini, Fahirun yang memberikan kuasanya kepada Dian mengadukan Ketua KPU Kabupaten Buton Tengah La Ode Abdul Jani beserta empat Anggota KPU Kabupaten Buton Tengah, yaitu Darwin, Karlianus Poasa, La Zaula, dan Masurin.
Kelima Teradu tersebut didalilkan tidak melaksanakan rekomendasi Bawaslu Kabupaten Buton Tengah untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Kecamatan Mawasangka Tengah dan Kecamatan Lakudo, Kabupaten Buton Tengah.
Sidang ini dipimpin oleh Anggota DKPP Ratna Dewi Pettalolo yang duduk menjadi Ketua Majelis. Ia didampingi oleh Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sultra yang menjadi Anggota Majelis, yaitu Ali Hadara (unsur Masyarakat) dan Bahari (unsur Bawaslu).
Jawaban Teradu
Ketua KPU Kabupaten Buton La Ode Abdul Jani (Teradu I) mengakui bahwa pihaknya memang tidak melaksanakan rekomendasi Bawaslu Kabupaten Buton Tengah (selanjutnya disebut Bawaslu Buteng) Nomor 125/PM/00.02/K.SG-04/02/2024 untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Kecamatan Mawasangka Tengah dan Kecamatan Lakudo, Kabupaten Buton Tengah.
Menurut La Ode, hal ini dikarenakan mepetnya waktu pelaksanaan PSU. Rekomendasi Bawaslu tersebut, katanya, diterima pada 22 Februari 2024 atau hanya berselang dua hari dari pelaksanaan PSU sebagaimana ketentuan Pasal 373 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).
“Tengggat pelaksanaan PSU paling lama 10 hari setelah hari pemungutan suara yang mana berarti harus dilaksanakan pada 24 Februari 2024. Dengan demikian, waktu yang tersisa adalah 2×24 jam sejak diterimanya Surat Rekomendasi dari Bawaslu Buteng,” ungkap La Ode.
Dalam sidang ini terungkap bahwa rekomendasi Bawaslu Buteng adalah seorang berinisial WOP yang melakukan pemilihan di dua TPS yang berbeda, yaitu TPS di Desa Lolibu, Kecamatan Lakudo dan TPS di Desa Langkomu, Kecamatan Mawasangka Tengah.
Hal ini pun dilaporkan kepada Bawaslu Buteng. Selanjutnya, Bawaslu Buteng pun menilai laporan tersebut terbukti dan menerbitkan rekomendasi kepada KPU Buteng untuk melakukan PSU di TPS yang menjadi lokasi pencoblosan WOP.
“Setelah menerima rekomendasi Bawaslu Buteng kami segera mengecek kesediaan surat suara di gudang logistik. Karena tidak adanya surat suara di gudang logistik, kami segera meminta surat suara kepada KPU Provinsi Sultra,” kata La Ode.
Ia menambahkan, para Teradu pun mengutus Staf yang disertai dengan perwakilan Bawaslu Buteng dan Polres Buteng untuk melakukan penjemputan logistik di Kantor KPU Provinsi Sultra pada 23 Februari 2024.
Selanjutnya, tim tersebut baru tiba di gudang logistik KPU Buteng pada 24 Februari 2024 pukul 07.10 WITA.
“Dengan kokndisi surat suara untuk PSU belum tersortir dan belum dilipat,” ucap La Ode.
Dengan demikian, tambahnya, tidak terlaksananya PSU yang direkomendasikan oleh Bawaslu Buteng murni disebabkan oleh sempitnya waktu persiapan.
“KPU Buton Tengah tidak memiliki waktu yang cukup untuk melaksanakan PSU,” tandasnya.
Sementara Anggota KPU Buteng Karlianus Poasa (Teradu III) mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengevaluasi hal ini. Berdasar evaluasi tersebut, terdapat catatan untuk Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang memiliki keterkaitan dengan pencoblosan ganda oleh WOP.
Menurut Karlianus, sejumlah orang yang dinilai tidak antisipatif dalam kejadian tersebut tidak diluluskan menjadi penyelenggara Pemilu tingkat ad hoc untuk Pilkada serentak Tahun 2024.
“Beberapa PPK pada Pemilu 2024 tidak kami loloskan menjadi PPK untuk Pilkada 2024 karena kami nilai buruk kinerjanya,” kata Karlianus. [Humas DKPP]