Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memasuki usia yang keempat, tepatnya 12 Juni 2016. Setiap peringatan ulang tahun DKPP telah rutin melaksanakan laporan tahunan (annual report).
Annual report dilaksanakan
dari bulan Juni tahun sebelumnya hingga Juni saat perayaan ulang tahun. Selama
Juni 2015-Juni 2016, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu telah menerima
pengaduan sebanyak 585 perkara. Dari jumlah tersebut terbagi dalam dua kategori:
Pertama, pengaduan berdasarkan Pilkada dan pengaduan non Pilkada.
Jumlah pengaduan terkait Pilkada
sebanyak 493 perkara. Wilayah yang paling banyak berasal dari Sumatera Utara,
72 perkara. Kedua, Sumatera Barat dan Jawa Timur, 33 perkara. Ketiga, Papua
Barat 27 perkara. Sedangkan daerah yang paling sedikit berasal dari Provinsi
Lampung dan DI Yogyakarta, masing-masing 2 perkara. Kedua, Kepulauan Riau 3
perkara. Ketiga, Bali dan Kalimantan Selatan, masing-masing 4 perkara.
Pihak pengadu yang masuk ke DKPP
terkait Pilkada bermacam-macam. Pengaduan oleh masyarakat sebanyak 175,
dilakukan oleh peserta Pemilu sebanyak 151. Sementara pengaduan
dilakukan oleh tim kampanye sebanyak 73.
Sasaran pengaduan yang ditujukan
adalah penyelenggara Pemilu. Terhadap jajaran KPU: sebagian besar ditujukan
kepada anggota KPU kabupaten/kota, ada 1.111 orang. Selanjutnya, KPU Provinsi
sebanyak 174 orang, dan KPU RI sebanyak 12 orang. Sementara itu, terhadap
jajaran pengawas Pemilu: Panwas kabupaten/kota sebanyak 372 orang, Bawaslu
Provinsi sebanyak 55 orang, dan Bawaslu RI sebanyak 15 orang. Satu
orang Teradu (penyelenggara Pemilu) bisa diadukan lebih dari satu kali.
Modus-modus pengaduan beraneka ragam.
Modus pengaduan mengenai persyaratan calon menempati posisi paling
tinggi, sebanyak 132 perkara. Kedua, kampanye terkait 50 perkara. Ketiga,
daftar pemilih tetap 52 perkara, dan lain-lain sebanyak 150
perkara.
Sedangkan pengaduan non Pilkada
sebanyak 92 perkara. Daerah yang paling banyak adalah Sumatera Utara, 16
perkara. Kedua, Papua sebanyak 12 perkara, dan ketiga, Sulawesi Utara sebanyak
6 perkara. Sebagian besar Pengadu dilakukan oleh masyarakat atau pemilih
sebanyak 53, dan oleh peserta Pemilu atau paslon sebanyak 20.
Dari jumlah pengaduan yang masuk baik
Pilkada maupun non pilkada, tidak semua perkara yang diadukan masuk ke
persidangan. DKPP melakukan seleksi secara ketat baik melalui seleksi
administrasi formal maupun materiil. Hasil verifikasi, perkara yang laik sidang
menjadi 278 perkara. Dari jumlah tersebut, terkait Pilkada sebanyak 251
perkara, Pemilu Legislatif sebanyak 9 perkara dan non tahapan Pemilu sebanyak
18 perkara.
Hasil putusan, DKPP telah
merehabilitasi 509 penyelenggara Pemilu yang terkait dengan Pilkada, 19
penyelenggara Pemilu terkait non Pilkada. Sanksi peringatan atau teguran
sebanyak 223 penyelenggara Pemilu terkait Pilkada dan 30 orang untuk non
Pilkada. Sanksi pemberhentian sementara sebanyak 4 orang untuk Pilkada dan non
Pilkada sebanyak 3 orang. Ada pun yang diberhentikan tetap terkait
Pilkada sebanyak 60 orang, dan nonPilkada sebanyak 15 orang.
Hakikat utama kode etik dan penegakan
kode etik penyelenggara Pemilu adalah berorientasi pada usaha-usaha mendidik
penyelenggara Pemilu dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagai pelayan
bagi peserta, pemilih dan pemangku kepentingan. Untuk itu, secara umum
jenis-jenis sanksi atas pelanggaran kode etik umumnya mengarah pada ikhtiar
mendidik penyelenggara untuk menjaga integritasnya dalam melaksanakan tugas dan
wewenanganya. Penjatuhan sanksi berupa pemberhentian tetap merupakan jenis
sanksi terberat jika DKPP memandang bahwa perbuatan Teradu atau Terlapor tidak
dapat lagi perbaiki dan merusak kehormatan lembaga. Demi memulihkan kepercayaan
dan kehormatan lembaga maka jalan satu-satunya adalah memberhentikan. (*)
Jakarta, 13 Juni 2016
Dr. Nur Hidayat Sardini, S.Sos M.Si
Juru Bicara DKPP