Jakarta, DKPP – Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu
(DKPP) Prof. Jimly Asshiddie mengatakan bahwa selama lembaganya
berdiri, 12 Juni 2012 hingga
sekarang, pihaknya telah menerima pengaduan sebanyak 1.659 perkara. Menurutnya,
jumlah tersebut banyak sekali. Meskipun begitu, dari jumlah pengaduan yang
masuk tidak semuanya dilayani.
“Kami melihat, banyak orang yang berburu jabatan.
Mereka melakukan segala cara, termasuk menjadikan aparat penyelenggara Pemilu
dijadikan sasaran kekecewaan dengan diadukan ke DKPP,†katanya Prof Jimly
Asshiddiqie saat menyampaikan sambutan ulang tahun ketiga lembaga DKPP di Ruang
Sidang DKPP, Jalan MH Thamrin No.14, Jakarta Pusat, Jumat (12/6).
Hadir dalam kesempatan tersebut Ketua KPU RI Husni
Kamil Manik, Ketua Bawaslu RI Muhammad dan Kapolri Badrodin Haiti. Tamu
undangan lainnya Plt Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Susilo dan
perwakilan dari Kejaksaan Agung.
“Dari 1.659 perkara hanya 521 perkara yang memenuhi
syarat masuk persidangan. Sedangkan sisanya, sebanyak 1.109 perkara yang tidak
memenuhi unsur,†jelas dia.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu mengatakan, dari
521 perkara yang masuk sidang, pihaknya telah merehabilitasi sebanyak 1.084
penyelenggara Pemilu. Sedangkan penyelenggara Pemilu yang diberi peringatan
tertulis sebanyak 462 orang dan penyelenggara Pemilu yang mendapatkan sanksi
berupa pemberhentian sementara sebanyak 18 orang. “Sanksi pemberhentian
sementara ini merupakan ijtihad kami. Sanksi ini sudah pernah kami terapkan.
Misalkan saat menangani kasus KPU Jatim dalam Pemilukada Gubernur Tahun 2013,â€
jelasnya.
Ada pun jumlah penyelenggara Pemilu yang dijatuhkan
sanksi pemberhentian tetap sebanyak 327 orang. “Bila diakumulasikan, jumlah
penyelenggara pemilu yang mendapatkan sanksi hanya 20 persen,†ujar dia.
Jimly pun memastikan bahwa sanksi yang dijatuhkan
kepada para penyelenggara Pemilu bukan untuk menghukum, melainkan mendidik.
Sanksi ini berbeda dengan sanksi hukum, yang sifatnya menghukum. Tujuan sanksi
yang dijatuhkan DKPP untuk menyelamatkan nama baik lembaga.
“Saya ingin bersaksi bahwa penyelenggaran Pemilu
sekarang ini (tahun 2014, red) jauh lebih baik,†tutup guru besar
hukum tata negara di Universitas Indonesia itu. [Teten
Jamaludin]
Editor: Dio