Jayapura, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memeriksa Ketua KPU Kabupaten Biak Numfor dan empat anggotanya dalam sidang pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) untuk perkara Nomor 257-PKE-DKPP/X/2024 di Mapolda Papua, Kota Jayapura, Rabu (26/2/2025).
Ketua KPU Kabupaten Biak Numfor, Joey Nicolas Lawalata beserta empat anggotanya, yaitu Asdar Djabbar, Yulens Sermumen Rumere, Muhammad Mansur, dan Aprince Rumbewas diadukan oleh seorang bernama Yonas Moreki Padwa.
Yonas menyebut para teradu telah melaksanakan proses seleksi Panitia Pemilihan Distrik (PPD) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk Pilkada 2024 di Kabupaten Biak Numfor yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, di antaranya adalah percepatan jadwal ujian tertulis yang dilakukan hanya satu hari dan penggabungan ujian tertulis dan melantik PPS tidak sesuai dengan jumlah kebutuhan.
“Selain itu, beberapa PPD dan PPS terpilih juga diduga pernah terlibat dalam partai politik,” katanya.
Sidang pemeriksaan ini sempat diwarnai peralihan Ketua Majelis karena kondisi kesehatan Ketua Majelis, M. Tio Aliansyah. Ia pun memberikan wewenang kepada Anggota Majelis Petrus Irianto untuk memimpin sidang.
Kendati demikian, Petrus memutuskan untuk menghentikan sidang ini. Petrus bersama Anggota Majelis, Yofrey Piryamta N. Kebelen, mengambil keputusan untuk melanjutkan sidang ini di lain waktu saat M. Tio Aliansyah sudah kembali sehat.
“Karena Ketua Majelis sedang kurang sehat, kita skorsing dulu sambil menunggu sampai Ketua Majelis sehat. Maka nanti akan dijadwalkan kembali untuk sidang KPU Kabupaten Biak Numfor. Demikian sidang kami tutup,” ucap Petrus.
Teradu Tak Siapkan Dokumen
Sebelum meninggalkan sidang ini, M. Tio Aliansyah menanyakan keseriusan para teradu lantaran tidak adanya dokumen yang berisi jawaban atau keterangan teradu dalam sidang ini.
“Saya tidak melihat teradu membuat jawaban. Saudara teradu I sampai teradu V serius tidak mengikuti sidang ini? Atau saudara menganggap ini remeh?” ungkap Tio.
Ia menegaskan, DKPP telah menyampaikan surat pemanggilan sidang semua pihak, termasuk teradu, sejak lima hari sebelum sidang dilaksanakan. Berdasarkan Peraturan DKPP Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilu sebagaimana telah terakhir diubah dengan Peraturan DKPP Nomor 1 Tahun 2022, DKPP akan menyampaikan surat pemanggilan sidang secara patut kepada para pihak, termasuk kepada teradu, sejak lima hari sebelum sidang dilaksanakan.
Selain itu, masih berdasar peraturan yang sama, teradu juga harus menyerahkan jawaban atau keterangan teradu sejak dua hari sebelum sidang.
“Saya malah apresiasi Bawaslu Kabupaten Biak Numfor, mereka memberikan dokumen keterangan untuk sidang dan rapih. Kalian menyerahkan softcopy tanpa tanda tangan, nomor surat juga tidak ada. Hari ini juga tidak menyerahkan berkas fisik. Saudara ini pelaksana administrasi dalam semua tahapan penyelenggaraan, saudara mencontohkan pelaksanaan administrasi yang buruk,” Tio menambahkan.
Kondisi ini pun disebut Tio harus menjadi perhatian bagi KPU Provinsi Papua. Menurutnya, hal remeh seperti ini semestinya tidak terjadi mengingat seluruh jajaran KPU di Provinsi Papua akan melaksanakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua.
“Ini tolong diperhatikan betul karena teman-teman di Papua akan mengadakan PSU. Kalau macam ini penyelenggara pemilunya bagaimana? Tolong jadi perhatian untuk KPU Provinsi Papua,” kata Tio kepada Anggota KPU Provinsi Papua Abdul Hadi yang hadir sebagai pihak terkait dalam sidang.
Ketua KPU Kabupaten Biak Numfor Joey Nicolas Lawalata menjelaskan, piihaknya baru saja menyiapkan keterangan yang disampaikan dalam sidang ini pada dua hari sebelumnya.
“Semalam kami mencari tempat penggandaan tetapi sudah tidak ada. Baru pagi ini kami melakukan penggandaan dan melengkapi berkas. Mohon maaf dan terima kasih atas atensinya,” ucap Joey. [Humas DKPP]