Jakarta,
DKPP- Sebanyak
lima komisioner Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kota Lhokseumawe, Aceh, yang
terdiri atas ketua dan anggota mendapat sanksi peringatan dari Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu (DKPP). Sanksi peringatan tersebut dinyatakan dalam
putusan DKPP yang dibacakan oleh Anggota Majelis Ida Budhiati di ruang sidang
DKPP, Jakarta, Rabu (25/1).
“Menjatuhkan
sanksi berupa Peringatan kepada Teradu I atas nama Syahrir M. Daud selaku Ketua
merangkap Anggota KIP Kota Lhokseumawe, Teradu II atas nama Dedy Syahputra,
Teradu III atas nama Yuswardi Mustafa, Teradu IV atas nama Armia M. Nur, dan
Teradu V atas nama Abdul Hakim selaku Anggota KIP Kota Lhokseumawe terhitung
sejak dibacakannya Putusan ini,†berikut petikan amar putusan DKPP.
Para komisioner KIP
Lhokseumawe ini diadukan oleh Ketua dan Anggota Panwaslih yakni Muhammad AH,
Muchtar Yusuf, Abdul Gani, Mohd. Tasar, dan Muzakir. Perkaranya berkaitan dengan pelolosan bakal calon walikota
Lhokseumawe 2017 dari perseorangan bernama Rachmatsyah.
Menurut para Pengadu, Rachmatsyah tidak memenuhi syarat sesuai aturan yang
berlaku. Para Pengadu mengacu pada Pasal 24 Huruf h Qanun Aceh Nomor 5 Tahun
2012 tentang Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan
Walikota/Wakil Walikota yang pada intinya menyebutkan, kalau ada anggota partai
politik yang maju lewat jalur perseorangan harus mundur paling lambat tiga
bulan sebelum pendaftaran.
Diketahui, Rachmatsyah adalah pengurus Partai Demokrat di
Lhokseumawe yang pada saat mendaftar calon walikota belum mundur dari
partainya. Rachmatsyah maju sebagai calon walikota karena menggantikan calon
yang tidak lolos tes kesehatan. Pengadu mengaku sudah memperingatkan Teradu
tetapi tidak ditanggapi.
Dalam putusan ini juga dijelaskan alasan para Teradu meloloskan
Rachmatsyah. Menurut Teradu, mereka berpedoman pada Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh di mana tidak ada aturan harus mundur dari
parpol. Mereka beralasan bahwa undang-undang memiliki kedudukan lebih tinggi
dibanding qanun. Alasan lainnya, KIP Lhokseumawe tidak pernah mendapat
keberatan ataupun rekomendasi dari Panwaslih pada saat tahap pendaftaran. KIP
baru mendapat rekomendasi pada saat penetapan paslon.
Baik Pengadu maupun Teradu menurut DKPP tidak menjalankan
fungsinya yang baik sebagai penyelenggara Pemilu. Sebagai Panwaslih, para Pengadu
tidak melakukan pengawasan dengan baik. Sedangkan Teradu, menurut DKPP,
seharusnya memahami, bahwa regulasi Pemilukada di Aceh harus berpedoman pada UU
Aceh dan Qanun. Tindakan para Teradu dinilai tidak sesuai
prosedur dan yurisdiksinya, seperti dalam ketentuan Pasal 11 Huruf b dan c, Pasal 15
huruf b Peraturan Bersama KPU, Bawaslu, dan DKPP Nomor 13, 11 dan 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik
Penyelenggara Pemilu. (Arif Syawani)