Jakarta, DKPP − Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang virtual pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) untuk perkara nomor 133-PKE-DKPP/V/2021, Jumat (3/9/2021) pukul 08.30 WIB atau 09.30 WITA.
Perkara ini diadukan oleh Tim Pemenangan Pasangan Calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Willibrodus Lay-J.T. Ose Luan, yaitu Yohanes Belawa Karang. Dalam perkara ini, Yohanes memberikan kuasanya kepada Helio Moniz De Araujo.
Selaku Pengadu, ia mengadukan tujuh penyelenggara pemilu Kabupaten Belu yang terdiri dari lima Anggota KPU Kabupaten Belu dan tiga Anggota Bawaslu Kabupaten Belu.
Lima Anggota KPU Kabupaten Belu yang diadukan adalah Mikhael Nahak (Anggota merangkap Ketua), Yoni Arianto Neolaka, Yacobus Fahic Nahac, Yohanes S.A. Palla, dan Herlince Emiliana Asa. Kelimanya masing-masing berstatus sebagai Teradu I sampai Teradu V.
Sedangkan tiga Anggota Bawaslu Kabupaten Belu yang diadukan adalah Andreas Parera (Anggota merangkap Ketua), Agustinus Bau, dan Maria Gizela Lumis. Secara berurutan, ketiganya berstatus sebagai Teradu VI sampai Teradu VIII.
Dalam pokok aduan perkara, Teradu I-Teradu V didalilkan melakukan sejumlah pelanggaran KEPP, di antaranya adalah dugaan penyusunan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dengan mengacak RT sehingga mengakibatkan adanya pemilih yang terdaftar di DPTb meskipun sudah terdaftar di DPT.
Teradu I-Teradu V juga diduga melakukan penggelembungan jumlah surat suara di sejumlah TPS sehingga jumlah surat suara melebihi jumlah yang telah ditentukan dalam aturan (jumlah DPT ditambah 2,5% surat suara cadangan).
Selain itu, Teradu I-Teradu V juga diduga telah menolak untuk memperlihatkan Formulir Model C Daftar Hadir Pemilih Tambahan KWK dari semua kecamatan pada pleno tingkat Kecamatan.
Sementara, Teradu VI-Teradu VIII disebut Pengadu telah melakukan pembiaran atas sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh Paslon nomor urut 02, seperti janji memberikan uang dan sertifikasi tanah serta membuka posko berobat gratis pada tiga titik hingga hari pemilihan pada 9 Desember 2020.
Sidang ini diadakan secara virtual dengan Ketua Majelis, Dr. Alfitra Salamm di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, serta Anggota Majelis, Prof. Muhammad dan para pihak berada di Kota Kupang.
Jawaban Teradu
Ketua KPU Belu, Mikhael Nahak, yang berstatus Teradu I dalam perkara yang disidangkan ini, membantah dalil-dalil Pengadu. Menurutnya, pihaknya telah menyusun Model A-KWK berdasar surat KPU RI Nomor 421/PL.02.01-SD/01/KPU/VI/2020 bertanggap 5 Juni 2020 perihal perubahan jumlah pemilih untuk pemetaan tps pemilihan serentak Tahun 2020.
Selain itu, lanjut Mikhael, pihaknya juga merujuk pada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020 tentang pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota serentak lanjutan dalam kondisi bencana nonalam covid-19.
Dengan tegas, ia pun membantah tudingan Pengadu yang menyebut ia dan empat Teradu dari KPU Belu telah merekayasa DPT secara sporadis dengan mengacak RT tempat tinggal pemilih menjadi pemilih lintas TPS dan lintas RT.
Ia menambahkan, proses pemutakhiran data dan penyusunan daftar pemilih yang dilakukan oleh KPU Belu turut melibatkan berbagai pihak, seperti Bawaslu, Disdukcapil serta saksi dari paslon 1 dan 2.
“Hal ini dapat dilihat dengan adanya dafar hadir pada saat kegiatan rekapitulasi mulai dari DPS, DPSHP, hingga penetapan DPT, dan juga dalam proses pemungutan suara tidak ditemukan satu pun pemilih yang menggunakan hak pilih sebanyak dua kali di TPS berbeda seperti yang dituduhkan oleh Pengadu,” jelas Mikhael.
Mikhael juga membantah telah menggelembungkan surat suara di sejumlah TPS melebihi ketentuan 102,5 persen dari jumlah DPT yang terdapat TPS tersebut.
Yang ada, katanya, hanya penambahan surat suara pada beberapa TPS karena banyaknya DPTb dalam TPS tersebut. Ia menyebutkan, ada penambahan 25 surat suara di TPS 14 Desa Manleten, Kecamatan Tasifeto Timur, karena banyaknya DPTb di TPS tersebut.
“Pemilih berkeberatan untuk memilih di TPS 9 Desa Manleten sehingga PPK, Panwascam, PPS dan saksi-saksi, epakat untuk mengambil surat suara yang ada di TPS 09 Desa Manleten untuk dibawa ke TPS 14,” katanya.
Demikian halnya dengan TPS 15 Desa Manleten. Menurutnya, terdapat 31 pemilih DPTb di TPS tersebut yang keberatan untuk memilih di TPS 9 karena jarak yang cukup jauh.
“Bahkan sempat terjadi keributan di TPS. Oleh karena itu, para pihak pun sepakat untuk mengambil surat suara di TPS 9 Desa Manleten untuk dibawa ke TPS 15,” ungkap Mikhael.
Terkait Formulir Model C Daftar Hadir Pemilih Tambahan-KWK, Mikhael mengakui bahwa pihaknya memang tidak memperlihatkannya pada saat pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan suara secara berjenjang. Menurutnya, hal ini sudah sesuai dengan PKPU Nomor 19 Tahun 2020 tentang perubahan atas PKPU Nomor 9 tahun 2018 tentang Rekapitulasi hasil Penghitungan suara dan Penetapan hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/ atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
“Tidak ada ketentuan agar Model C. Daftar Hadir Pemilih Tambahan-KWK harus diberikan kepada Saksi setelah pemungutan dan penghitungan suara di TPS, namun saksi maupun pengawas diberikan akses untuk mendokumentasikan semua proses yang terjadi di TPS termasuk Model C. daftar hadir Pemilih Tambahan-KWK,” terang Mikhael.
Bantahan juga disampaikan oleh Teradu VI sampai Teradu VIII yang berasal dari Bawaslu Belu terhadap tudingan yang ditujukan kepada mereka.
Ketua Bawaslu Belu, Andreas Parera, yang berstatus Teradu VI, menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah melakukan pembiaran terhadap pelanggaran yang terjadi, termasuk pelanggaran yang dilakukan oleh tim pemenangan Paslon nomor urut 02.
Terkait dugaan janji pemberian uang, Andreas mengungkapkan bahwa kabar ini telah ditindaklanjuti oleh jajaran Panwascam Lamaknen dengan melakukan penelusuran dan investigasi kepada masyarakat Desa Maudemu, Kecamatan Lamaknen.
Menurutnya, Panwascam Lamaknen tidak menemukan fakta-fakta pendukung yang menunjukkan adanya janji pemberian uang dari Paslon nomor urut 02 kepada masyarakat. Sehingga informasi tersebut diputuskan tidak dapat menjadi temuan.
Terkait janji hibah atau sertifikasi tanah, Andreas mengungkapkan bahwa peristiwa itu memang sempat terjadi dalam sebuah kampanye di Kelurahan Manumutin, Kecamatan Kota Atambua. Dalam kampanye tersebut, juru bicara kampanye sempat menjanjikan bahwa paslon nomor urut 02 akan menghibahkan lahan pemerintah kepada masyarakat yang menempatinya.
Namun, menurut Andreas, juru kampanye tersebut langsung ditegur dan diingatkan oleh Ketua Panwascam Kota Atambua agar tidak melakukan tindakan menjanjikan akan membagikan suatu dalam kampanye.
“Panwascam Kota Atambua tidak melaporkan kepada Bawaslu Belu dan tidak memasukkan kejadian itu dalam formulir laporan hasil pengawasan karena menganggap hal itu telah selesai,” ungkapnya.
Sementara untuk adanya posko kesehatan yang dibuka hingga hari pemungutan suara Pilkada pada 9 Desember 2020, Andreas mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan penertiban dan pembersihan alat peraga kampanye (APK) di semua wilayah Kabupaten Belu pada masa tenang.
Menurutnya, tidak ada APK atau posko dan aktifitas pengobatan gratis di wilayah Kabupaten Belu. “Kami juga tidak pernah menerima laporan dan tidak ada temuan terkait adanya aktifitas pengobatan gratis selama masa tenang sebagaimana didalilkan Pengadu,” pungkasnya. [Humas DKPP]