Jakarta,
DKPP – Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu (DKPP)
menggelar pemeriksaan perkara nomor 02/DKPP-PKE-V/2016, Kamis (21/1).
Pemeriksaan tersebut, dipimpin langsung oleh ketua DKPP Prof. Jimly Asshiddiqie
dengan didampingi Prof. Anna
Erliyana, Valina Singka, Nur Hidayat Sardini dan Saut Hamonangan Sirait.
Sekretaris DPC PPP
Harmen selaku Pengadu
yang hadir dalam pemeriksaan dengan didampingi kuasa hukumnya yakni Masnur
Marzuki dan Ambari, menuding Ismet Aljannata, Rinafitri, Hadi Suhaimi, Budi
Mulya dan Ilham Yusrad, serta Noveharnis, Husnarti, Yoriza Asra selaku ketua
dan anggota KPU Kab Lima Puluh Kota telah melanggar kode etik. Masnur
memaparkan dihadapan panel majelis bahwa KPU Kab Lima Puluh Kota sudah
meloloskan pasangan Irfendi Arbi-Ferizal Ridwan yang tidak didukung oleh DPP
PPP Kubu Djan Farid.
“Surat dukungan
parpol yang didaftarkan oleh pasangan Irfendi Arbi-Ferizal Ridwan bukan tanda
tangan basah dari ketua umum DPP PPP kubu Djan Farid, melainkan tanda tangan
hasil scan. Itu sudah divalidasi oleh DPP PPP Kubu Djan Farid dan mengafirmasi
jauh hari sebelum penetapan Paslon bahwa mereka tidak mendukung pasangan Irfendi
Arbi-Ferizal Ridwan,†kata Masnur dalam agenda pembacaan dalil aduan di hadapan
panel majelis.
Lebih lanjut, Masnur
juga memaparkan dalil aduannya terhadap Noveharnis, Husnarti, dan Yoriza Asra
selaku ketua dan anggota KPU Kab Lima Puluh Kota yang juga menjadi Teradu dalam perkara
ini.
“Atas SK penetapan
Paslon, saudara Harmen dalam kapasitasnya sebagai pengurus telah melaporkan hal
itu ke Panwaslih. Tapi, Panwaslih tidak menindaklanjuti dengan alasan tidak
dalam posisi untuk memvalidasi sah atau tidak tanda tangan itu digunakan.
Sehingga kami menyimpulkan teradu telah melanggar kode etik karena tidak
melakukan penelitian dan memberitahu hasil penemuannya kepada pengadu,†imbuh
Masnur.
Membantah dalil
aduan pengadu, Ismet selaku ketua KPU Kab Lima Puluh Kota menuturkan bahwa
dalam rentetan penyelenggaraan Pemilukada tidak ada gugatan satu pun dari PTTUN
dan rekomendasi baik dari Panwaslih Kab Lima Puluh Kota dan Bawaslu provinsi
Sumbar.
“Menjawab soal tanda
tangan scanning, Ismet mengaku telah mengacu pada pasal 48 Peraturan KPU.
Pertama memperhatikan cap basah, kedua tanda tangan pasangan calon, ketiga
materai dan keempat kesesuaian isi dokumen. Tidak ada tanda tangan basah yang
mulia,†imbuhnya.
Lebih jauh lagi,
Ismet memaparkan bahwa setelah penetapan tidak ada gugatan terhadap keputusan
KPU Kab Lima Puluh Kota. Usai penetapan, pada tanggal 22 Agustus 2015, KPU
hanya menerima surat dari PPP Kubu Djan Farid yang perihalnya adalah pencabutan
dukungan. Hal itu, menurutnya telah menyalahi PKPU nomor 9 pasal 6 ayat 6.
Tidak hanya, KPU Kab
Lima Puluh Kota yang membantah. Panwaslih Kab Lima Puluh Kota yang menjadi
teradu juga membantah dalil aduan dengan memaparkan kronologi laporan pengadu
ke Panwaslih.
“Pada tanggal 12
Agustus bapak Harmen datang dan melapor kepada kami. Kemudian secara langsung
kami sampaikan bahwa laporannya sudah melewati batas akhir waktu pelaporan.
Karena kejadiannya tanggal 28 Juli 2015, baru dilaporkan pada tanggal 12
Agustus 2015. Kemudian, kami mengadakan pleno membahas laporan tersebut untuk
diangkat menjadi temuan. Kesepakatan pleno, laporan tersebut dijadikan sebagai
temuan pada tanggal 17 Agustus. Hasilnya kami keluarkan pada tanggal 28 Agustus
dan menempelkannya di kantor Panwaslih Kab lima Puluh Kota,†tutur Noveharnis
selaku ketua Panwaslih Kab Lima Puluh Kota.
Dalam pemeriksaan
ini tidak hanya melibatkan ketua dan anggota dari KPU dan Panwaslih Kab Lima
Puluh Kota sebagai teradu, ketua dan anggota Bawaslu RI juga menjadi teradu. Menurut
pengadu, Bawaslu RI telah melanggar kode etik karena tidak menindaklanjuti
surat yang dikirimkan pengadu. (Foto dan Berita: Irmawanti)