Kupang, DKPP − Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akan menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 109-PKE-DKPP/VI/2024 Secara Hybrida di Kantor Bawaslu Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kota Kupang dan Ruang Sidang DKPP, Senin (29/7/2024).
Perkara ini diadukan Jeheskiel E Nenot’ek yang memberikan kuasa kepada Charlie Y. Usfunan dan Efatha Filomeno Borromeu Duarte. Ia mengadukan Ketua KPU Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) Petrus Uskono dan Sekretaris KPU Kabupaten TTU Yustinus Robert Klau sebagai Teradu I dan II.
Pengadu juga mengadukan Kasubbag Keuangan Umum dan Logistik KPU Kubupaten TTU Oktofianus Bano, Kasubbag Teknis Penyelenggaraan Pemilu dan Parhumas KPU Kabupaten TTU Dina M. Funu, Kasubbag Perencanaan, Data, dan Informasi KPU Kabupaten TTU Oktofianus Nenat dan Kasubbag Hukum dan Sumber Daya Manusia KPU Kabupaten TTU Yesyurun Bani sebagai Teradu III sampai VI.
Turut diadukan Martinus Kolo, Roswita Helen P. Taus, dan Nonato Da P. Sarmento (Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten TTU), Kepala Sekretariat Bawaslu Kabupaten TTU Paulus Joko Sumantri, dan Kasubbag Administrasi Bawaslu Kabupaten TTU Heribertus Bani sebagai Teradu VII sampai XI.
Kemudian Kasubbag Pengawasan Pemilu dan Partisipasi Masyarakat Bawaslu Kabupaten TTU Margaretha F. Javet, Kasubbag Penanganan Pelanggaran, Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu, dan Hukum Bawaslu Kabupaten TTU Carles Jeremias Lau, dan Ketua KPPS TPS 7 Kelurahan Aplasi Kefamenanu Baselius Taus sebagai Teradu XII sampai XIV.
Para Teradu didalilkan menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas hilangnya kursi Partai Hanura yang diperoleh Pengadu dari daerah pemilihan (dapil) 1 Kabupaten TTU karena pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan.
Pengadu menyampaikan bahwa penyelenggaraan PSU di TPS 7 Kelurahan Aplasi Kota Kefamenanu 24 Februari Tahun 2024 dilakukan secara “diam-diam, senyap, dan buru-buru”. Hal ini membuat kerugian kepada Pengadu yang seharusnya sudah dipastikan meraih satu kursi di DPRD TTU jadi harus kehilangan suara pemilihnya.
“Tidak adanya suatu keadaan bencana alam atau kerusuhan yang mengakibatkan hasil pemungutan suara tidak dapat digunakan atau penghitungan suara tidak dapat dilakukan seperti tercantum dalam Pasal 372 Undang-Undang Pemilu,” ungkap Jeheskiel E Nenot’ek.
Jawaban Teradu
Ketua KPU Kabupaten TTU Petrus Uskono yang mewakili Teradu I sampai VII membantah seluruh dalil aduan yang disampaikan oleh Pengadu. Ia menyampaikan bahwa pihaknya telah melaksanakan tugas dengan berpedoman pada asas mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif dan efisien sesuai dengan Ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Ia menegaskan bahwa dilakukannya PSU karena terdapat 7 orang pemilih yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) dicatat oleh petugas KPPS dalam isian daftar hadir pemilih dalam kategori Daftar Pemilih Khusus (DPK).
“Hal inipun berdasarkan rekomendasi Pemungutasn Suara Ulang dari pengawas yang bertugas di TPS yang berkaitan kepada Ketua KPPS,” tegas Petrus Uskono.
Ia juga menyebutkan bahwa perolehan suara yang didapatkan oleh Pengadu bukanlah merupakan tanggung jawab dari para Teradu. Ia melanjutkan, perolehan suara dari Pengadu sebelumnya berjumah nol, namun setelah dilakukan PSU Pengadu memperoleh delapan suara.
“Seharusnya Pengadu tidak dirugikan oleh Teradu, karena Pengadu tidak kehilangan suara, melainkan memperoleh suara sebanyak delapan pasca dilakukannya PSU,” tuturnya.
Sementara itu, senada dengan para Teradu dari KPU Kabupaten TTU, Ketua Bawaslu Kabupaten TTU Martinus Kolo juga membantah seluruh dalil aduan yang disampaikan oleh Pengadu.
Ia menyebutkan bahwa Bawaslu Kabupaten TTU bekerja sebagaimana yang telah diatur dalam regulasi dalam Pasal 372 Ayat 2 hurf d UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyebutkan bahwa Pemungutan suara di TPS wajib diulang apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan pengawas TPS terbukti pemilih tidak memiliki kartu tanda penduduk elektronik dan tidak terdaftar di DPT dan DPTb.
“Rekomendasi Pengawas di TPS terkait sudah sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku serta telah ditelaah dan dikaji,” pungkas Martinus Kolo.
Sebagai informasi Ketua Majelis dalam sidang ini adalah Heddy Lugito. Sedangkan Anggota Majelis terdiri dari tiga orang Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Nusa Tenggara Timur yaitu Ernesta Uba Wohon (unsur Masyarakat), Melpi Minalria Marpaung (unsur Bawaslu), dan Lodowyk Fredrik (unsur KPU). [Humas DKPP]