Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang virtual pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) perkara nomor 103-PKE-DKPP/II/2021 pada Selasa (16/3/2021).
Perkara ini diadukan Kristianus Agapa, yang memberikan kuasa kepada Oktovianus Tabuni. Pengadu mengadukan Wihelmus Degey, Jhoni Kambu, Nelius Agapa, dan Rahman Syaiful (Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Nabire) sebagai Teradu I sampai IV.
Selain Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Nabire, Pengadu juga mengadukan Anggota Bawaslu Kabupaten Nabire atas nama Markus Madai sebagai teradu V.
Teradu I sampai IV didalilkan tidak melakukan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Bawaslu Kabupaten Nabire Nomor 321/K.Bawaslu.Kab-Nabire/PM.06.02/XII/2020 terkait pelanggaran berupa penggunaan 423 surat suara yang tidak sah (telah disilang) tetapi digunakan TPS 01 dan TPS 02 Kampung Akudiomi, Distrik Yaur.
Oktovianus mengatakan 423 surat suara tersebut disilang oleh petugas KPPS. Penggunaan surat suara disilang tertuang dalam formulir D. Hasil Kecamatan KWK.
Atas peristiwa tersebut, Bawaslu Kabupaten Nabire menerbitkan rekomendasi Nomor 321/K.Bawaslu.Kab-Nabire/PM.06.02/XII/2020. Poin utama surat tersebut adalah membatalkan dan mengeluarkan surat suara tidak sah tersebut.
“Kemudian menghitung ulang Kembali hasil perolehan suara pada kedua TPS yang berada di Kampung Akudiomi, Distrik Yaur. Namun rekomendasi tersebut diabaikan oleh teradu I sampai IV,” ungkap Pengadu
Sedangkan Teradu V didalilkan tidak menandatangani rekomendasi yang dikeluarkan Bawaslu Kabupaten Nabire meskipun mengakui bahwa Teradu mengetahui terjadinya surat suara yang disilang dan dimasukkan dalam rekapan suara pada TPS 01 dan TPS 02 Kampung Akudiomi, Distrik Yaur.
“Terhadap peristiwa itu, Teradu V justru tidak menandatangani rekomendasi yang dikeluarkan oleh Bawaslu Kabupaten Nabire,” pungkasnya.
Teradu I sampai IV membantah dalil aduan yang disampaikan oleh Pengadu dalam sidang pemeriksaan. Teradu mengungkapkan jika rekomendasi Bawaslu Kab. Nabire Nomor 321 tersebut telah dicabut atau dibatalkan dan diganti dengan rekomendasi 322.
Selain itu, rekomendasi Bawaslu Kabupaten Nabire nomor 321 dinilai oleh Teradu dikeluarkan tidak sesuai dengan mekanisme dan prosedur. Antara lain pengawasan tanpa didahului temuan atau laporan kejadian khusus.
“Selain itu rekomendasi tersebut tanpa kajian dan rapat pleno. Rekomendasi tersebut juga dikeluarkan saat Sebagian anggota Bawaslu Kabupaten Nabire sedang melakukan rapat dengan kami,” ungkap Teradu.
Teradu juga mengungkapkan jika rekomendasi nomor 321 ditandatangani oleh Anggota Bawaslu Kabupaten Nabire. Diketahui, saat itu Ketua Bawaslu Kabupaten Nabire sedang berhalangan hadir.
“Secara subtansi rekomendasi bersifat tidak bisa dieksekusi karena jumlah surat suara yang dibatalkan sebanyak 432 untuk dua TPS. Padahal realitas sisa surat suara sesuai dengan DPT di tempat tersebut sebanyak 423,” pungkasnya.
Hal serupa disampaikan oleh Teradu V. Rekomendasi Bawaslu Kabupaten Nabire Nomor 321 dinilai tidak prosedural dan tiba-tiba yang seharusnya melalui proses klarifikasi dari Pengawas TPS dan Panwas Distrik karena rekapitulasi tingkat Distrik Yaur.
“Saya saat itu tidak menerima prosedur keluarnya rekomendasi tersebut karena menurut saya terkesan buru-buru dan dipaksakan. Dalam rekomendasi jumlah 432 suara di dua TPS Kampung Akodiomi yang direkomendasikan untuk dibatalkan dan dikeluarkan, sedangkan angka tersebut tidak ada karena berjumlah 423 suara,” pungkasnya.
Sebagai informasi, sidang pemeriksaan dipimpin oleh Didik Supriyanto, S.IP., M.IP selaku Ketua Majelis. Bertindak sebagai Anggota Majelis adalah Niko Tunjanan, S.S (TPD Unsur Bawaslu Provinsi) dan Fegie Y. Wattimena, ST., M.Ikom (TPD Unsur Masyarakat). (Humas DKPP)