Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara Nomor: 185-PKE-DKPP/VIII/2025 di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Kamis (19/9/2025).
Perkara ini diadukan Wahyudi Febrianto Putra yang memberikan kuasa kepada Kasrul Pardede dan Zoniko Ardionsyah. Pengadu mengadukan Ketua KPU Kabupaten Bengkulu Selatan, Erina Okriani (Teradu I), serta empat anggotanya yakni: Aspriantoni, Gusman Heriyadi, Wiwin Hendri, dan Mafahir (masing-masing sebagai Teradu II sampai V).
Turut diadukan dalam perkara ini Ketua KPU RI, Mohammad Afifuddin (Teradu VI), beserta lima anggotanya, yakni: Betty Epsilon Idroos, Idham Holik, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, dan August Mellaz (masing-masing sebagai teradu VII sampai XI).
Zoniko Ardionsyah, selaku salah satu kuasa principal, mendalilkan para teradu dari KPU Kabupaten Bengkulu Selatan telah mengangkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang rangkap jabatan (double job) pada pelaksanaan Pilkada Bengkulu Selatan Tahun 2024 dan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Bengkulu Selatan Tahun 2024.
Menurutnya, terdapat 30 orang PPK yang memiliki pekerjaan lain. Zoniko mengatakan, rangkap jabatan ini dapat menimbulkan benturan Waktu, tenaga, pikiran, dan berpotensi menghilangkan prinsip profesionalitas, akuntabilitas, kredibilitas, kejujuran, dan keadilan.
“Praktik rangkap jabatan ini sangat berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, termasuk praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme serta mengabaikan good governance,” kata Zoniko.
Sementara teradu dari unsur KPU RI, didalilkan tidak menerbitkan regulasi yang secara jelas mengatur tentang larangan rangkap jabatan bagi penyelenggara pemilu, serta diduga tidak melaksanakan supervisi (pengawasan, pembinaan, dan evaluasi) secara efektif terhadap jajaran di bawahnya.
“Kegagalan ini terlihat dari tidak adanya pengaturan larangan rangkap jabatan secara eksplisit dalam regulasi KPU RI yang seharusnya menjadi acuan bagi KPU di tingkat daerah,” ungkap Zoniko.
Ketua KPU Kabupaten Bengkulu Selatan, Erina Okriani, menyebut pihaknya telah melakukan pembentukan PPK dan PPS, baik untuk Pilkada maupun PSU Pilkada 2024, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Ia menegaskan, tidak ada ketentuan yang mengatur penyelenggara pemilu tingkat ad hoc harus bekerja penuh waktu alias tidak memiliki pekerjaan.
“Pendaftaran untuk badan ad hoc di jajaran KPU ini tidak ada syarat klausul ‘bersedia bekerja penuh waktu’,” ungkap Erina.
Hal ini diamini oleh Anggota KPU RI, Parsadaan Harahap (Teradu X). Ia mengatakan, tidak ada larangan terkait profesi calon anggota PPK dan PPS dalam Undang-Undang Pemilu.
“Kecuali pernah dan masih menjadi anggota partai politik,” ucap Parsadaan.
Ia menambahkan, pihak KPU RI juga telah berkoordinasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada 2023 terkait PNS yang menjadi penyelenggara pemilu tingkat ad hoc. Kala itu, kata Parsadaan, BKN telah menyatakan bahwa PNS yang ditugaskan sebagai PPK, KPPS, atau PPS tidak perlu mengundurkan diri dari jabatan pemerintahan.
“Para teradu dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara pemilu senantiasa bersikap responsif dan antisipatif,” tandas Parsadaan.
Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis Ratna Dewi Pettalolo yang didampingi oleh dua Anggota Majelis, yaitu J. Kristiadi dan I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi. [Humas DKPP]