Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 26-PKE-DKPP/II/2023 pada Selasa (28/3/2023).
Perkara ini diadukan oleh Musa Weliansyah. Musa mengadukan Ni’matullah, Ahmad Saparudin, Encep Supriatna, Agus Sugama, dan Lita Rosita (Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Lebak) sebagai Teradu I hingga V.
Para teradu didalilkan telah melantik 140 anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) terpilih untuk Pemilu tahun 2024 se-Kabupaten Lebak. Sebagian besar di antaranya rangkap jabatan.
“Saya menemukan sebanyak 81 orang PPK yang dilantik rangkap jabatan, double job atau terikat kontrak kerja dengan instansi lain,” ungkap Musa Weliansyah dalam sidang pemeriksaan.
Dari 81 orang tersebut, sebanyak 48 bekerja sebagai guru honorer (SD, SMP, SMA, dan sederajat). Sembilan orang tenaga pendamping profesional Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, satu orang guru PNS dan tujuh orang perangkat desa.
Kemudian tiga orang PPPK Pemkab Lebak, tiga orang tenaga pendamping pada program Jamsosratu Pemprov Banten, dua manteri tani desa, tiga penyuluh agama, satu honorer Kantor Urusan Agama (KUA), dan lainnya.
Saat seleksi PPK Kabupaten Lebak berlangsung, sambungnya, para Teradu mengetahui orang-orang tersebut terikat kontrak kerja dengan instansi lain. Tetapi tetap melanjutkan seleksi hingga melantiknya sebagai PPK.
“Rangkap jabatan PPK ini sangat berpotensi memunculkan konflik kepentingan, berpotensi KKN, bertentangan dengan undang-undang, dan menyalahi prinsip good governance. Praktik rangkap jabatan ini seharusnya juga tidak diperbolehkan dalam kepemiluan,” tegasnya.
Sementara itu, Ni’matullah (Teradu I) menegaskan seleksi PPK se-Kabupaten Lebak telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu serta peraturan turunannya yakni PKPU Nomor 8 Tahun 2022 dan Keputusan KPU Nomor 476 Tahun 2022 tentang Pembentukan Badan Adhoc.
Peraturan tersebut tidak mengatur pelarangan terhadap rangkap jabatan secara keseluruhan profesi yang disampaikan Musa. Rangkap jabatan yang tidak diperbolehkan tertera adalah anggota partai politik.
“Untuk meminimalisir konflik kepentingan dengan mempertimbangkan rangkap jabatan PPK yang sudah diterima tersebut tidak bertentangan dengan peraturan terkait dan jabatan yang dirangkap bukan merupakan jabatan strategis,” tegas Ni’matullah.
Dasar yang digunakan Pengadu dalam perkara ini yakni Pasal 434 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinilai para Teradu tidak tepat sasaran. Menurutnya, pasal tersebut tidak memiliki kaitan dengan rangkap jabatan yang dipersoalkan Pengadu.
“Pengadu menganggap ASN dan beberapa profesi lainnya tidak diperbolehkan menjadi PPK berdasarkan pasal 433 dan atau 434 UU Pemilu, padahal isi pasal itu tidak membahas mengenai persyaratan untuk menjadi PPK,” pungkasnya.
Sebagai informasi, sidang pemeriksaan dipimpin Heddy Lugito sebagai Ketua Majelis. Bertindak sebagai Anggota Majelis adalah Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Banten, antara lain Antonius Didik Trihatmoko (Unsur Masyarakat), Ramelan (Unsur KPU), dan Ade Wahyu Hidayat (Unsur Bawaslu). [Humas DKPP]