Palu, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggaraan Pemilu (KEPP) perkara Nomor 176-PKE-DKPP/VII/2025 di Kantor Bawaslu Provinsi Sulawesi Tengah, Kota Palu, Rabu (24/10/2025).
Perkara ini diadukan oleh Saiful, Faturahman, dan Safira Hikma yang memberikan kuasa kepada Imansyah. Pengadu mengadukan Ketua KPU Kabupaten Sigi, Soleman (Teradu I) dan empat anggotanya yaitu: Aprianto, Subri, Suandi Tamrin Billatullah, dan Rosnawati (masing-masing sebagai Teradu II sampai V).
Turut diadukan Sekretaris KPU Kabupaten Sigi, Mohammad Bardin Loulembah (Teradu VI), Pejabat Pembuat Komitmen KPU Kabupaten Sigi, Rony Hi. Samsul (Teradu VII), dan Bendahara KPU Kabupaten Sigi, Riska Novita (Teradu VIII).
Para teradu didalilkan telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) penetapan dan pengangkatan Panitia Pemungutan Suara (PPS) serta Sekretariat PPS untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2024. Surat tersebut diterbitkan dua kali atau berulang yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Imansyah berpendapat SK tersebut bertentangan Keputusan KPU Nomor 475 Tahun 2024 yang mengatur masa kerja pembentukan badan adhoc penyelenggara pemilu, mulai 26 Mei 2024 sampai dengan 27 Januari 2025.
Diketahui, para teradu menerbitkan SK Nomor 74 Tahun 2024 tanggal 26 Mei 2024 yang memuat masa kerja PPS Mei – Desember 2024, yang kemudian diubah pada tanggal 26 Desember 2024 diikuti dengan memperpanjang masa kerja PPS pada Desember 2024 – Januari 2025.
“Keputusan KPU mengatur masa kerja dari Mei 2024 sampai Januari 2025, jadi tidak terbit dua kali,”ucap Imansyah
Pengadu menambahkan perubahan SK tersebut berdampak pada keterlambatan pembayaran honorarium PPS dan Sekretariat PPS di 170 desa se-Kabupaten Sigi untuk bulan Januari 2025.
Ketua KPU Kabupaten Sigi, Soleman, membantah seluruh dalil aduan pengadu. Menurutnya, penerbitan SK Penetapan dan Pengangkatan Anggota PPS dan Sekretariat PPS merupakan kewenangan kolektif Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Sigi.
“Teradu VI-VIII dalam kapasitas sebagai pejabat dilingkungan Sekretariat KPU Kabupaten Sigi, tidak memiliki kewenangan dalam penerbitan SK, sehingga aduan pengadu eror in persona,” ucap Soleman
Teradu I membantah telah menerbitkan SK yang sama sebanyak dua kali. Menurutnya, SK yang dipersoalkan pengadu merupakan perpanjangan masa kerja dan tidak melanggar aturan Keputusan KPU mana pun.
“SK tersebut merupakan satu-kesatuan dalam pelaksanaan tugas dan masa kerja, dan tidak melanggar ketentuan yang berlaku tentang administrasi pemerintahan,” ucap Soleman.
Terkait penambahan masa kerja PPS satu bulan (Januari 2025), hal itu disebabkan adanya sengketa Pilkada Tahun 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) yang melibatkan PPS dan Sekretariat PPS untuk di setiap tahapannya.
“Di akhir periode PPS (Desember), ada sengketa di MK yang penting bagi kami untuk PPS terlibat untuk di setiap tahapan, sehingga kami menerbitkan penambahan satu bulan masa kerja,” tandas Soleman.
Berdasarkan Keputusan KPU Nomor 543 Tahun 2025 terkait honorarium PPS masa kerja paling lama delapan bulan atau menyesuaikan dengan ketersediaan anggaran dana hibah dari Pemerintah Daerah Kabupaten Sigi. Diakui para teradu, pihaknya menghadapi kekurangan anggaran dalam penyelenggaraan pilkada tahun 2024, termasuk untuk honorarium PPS.
“Bahkan RAB (Rincian Anggaran Belanja) terkait honor PPS hanya dianggarkan enam bulan, tapi kami memahami masa kerja PPS tidak bisa enam bulan, sehingga kami optimalkan untuk PPS tujuh bulan (Mei-Desember),” Kata Teradu VI, Mohammad Bardin Loulembah.
Para teradu menegaskan bahwa pembayaran honorarium selama tujuh bulan menggunakan anggaran hibah Pemerintah Daerah Kabupaten Sigi. Sementara itu, untuk pembayaran honorarium satu bulan bagi PPS dan Sekretariat PPS di 170 Desa Se-Kabupaten Sigi melalui anggaran Hibah Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tengah.
Sebagai informasi, sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis Ratna Dewi Pettalolo. Ia didampingi dua Anggota Majelis dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sulawesi Tengah yaitu, Nurhayati Mardin (unsur masyarakat) dan Dewi Tisnanawati (unsur Bawaslu). [Humas DKPP]