Kendari, DKPP − Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) untuk perkara nomor 63-PKE-DKPP/I/2025 dan 113-PKE-DKPP/III/2025 di Kantor Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara, Kota Kendari, Rabu (21/5/2025).
Dua perkara tersebut diadukan oleh Ketua Bawaslu Kabupaten Muna, Al Bazal Naim beserta dua anggotanya yaitu, Munarti dan Mustar.
Dan teradu dalam dua perkara tersebut adalah Ketua KPU Kabupaten Muna, La Ode Muhamad Askar Adi Jaya (teradu I) , beserta empat anggotanya, yaitu; La Tasman, Alimudin, La Ode Ngkumabusi, dan Wa Ode Lilis Widya Ningsih (masing-masing selaku teradu II- V).
Para pengadu mengungkapkan bahwa terdapat baliho paslon yang belum diturunkan hingga tahapan pemungutan suara telah dilaksanakan.
Selain itu, para teradu diduga telah mencetak baliho yang memuat ajakan untuk memilih pasangan calon (paslon) nomor urut satu saat tahapan masa tenang pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Muna Tahun 2024.
“Seharusnya para teradu sudah melakukan pembersihan alat peraga kampanye paling lambat tiga hari sebelum hari pemungutan suara.” ungkap Mustar.
Jawaban Teradu
Ketua KPU Kabupaten Muna, La Ode Muhammad Askar Adi Jaya, yang mewakili para teradu membantah seluruh dalil aduan yang disampaikan oleh para pengadu. Ia menyebutkan bahwa pihaknya telah melaksanakan seluruh tahapan Pilkada Tahun 2024 sesuai dengan peraturan dan undang-undang.
Menurut peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2024,KPU Kabupaten Muna tidak dibebankan kewajiban untuk melakukan pembersihan, menurunkan, atau menertibkan alat peraga kampanye. Menurut teradu, yang memiliki kewajiban untuk menurunkan adalah pasangan calon itu sendiri.
“Seharusnya pengadu yang secara hukum melakukan pengawasan, jika menemukan alat peraga kampanye yang belum diturunkan sampai hari pemungutan suara maka seharusnya pengadu yang menyampaikan kepada paslon yang bersangkutan,” tegas La Ode Muhammad.
Selanjutnya, Anggota KPU Kabupaten Muna, La Tasman, juga membantah telah mencetak baliho dengan narasi untuk memilih paslon nomor urut satu. Menurutnya, hal tersebut merupakan asumsi pengadu, karena sesungguhnya yang terdapat dalam baliho tersebut bukanlah angka satu, namun itu adalah gambar kotak segi empat.
Namun, La Tasman melanjutkan, terdapat kesalahan pada percetakan yang menyebabkan garis melintang pembatas kotak tersebut tertutupi oleh latar merah sehingga tidak nampak dan menyerupai angka satu.
“Sesungguhnya baliho tersebut adalah seruan untuk datang ke TPS, dan tidak ada narasi untuk memilih paslon nomor satu sebagaimana didalilkan oleh pengadu,” tutur La Tasman.
Untuk diketahui, sidang pemeriksaan kali ini dipimpin oleh Ketua Majelis I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi. Didampingi tiga Anggota Majelis dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sulawesi Tenggara antara lain, Iskandar (unsur masyarakat), Suprihaty Prawaty Nengtias (unsur KPU), dan Heri Iskandar (unsur Bawaslu). [Humas DKPP]