Jakarta – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) untuk perkara Nomor 62-PKE-DKPP/I/2025 di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, pada Kamis (13/2/2025).
Perkara ini diadukan oleh Amus Besan, yang memberikan kuasa kepada Ahmad Belasa. Pengadu mengadukan Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Buru, yaitu Walid Asis (ketua), Faisal Amin Mamulati, dan Saiful Kabau. Masing-masing berstatus sebagai teradu I sampai III.
Pengadu mendalilkan bahwa para teradu melanggar sejumlah prosedur, tidak transparan, tidak jujur, dan tidak adil dalam menjalankan tugas dan fungsi penyelenggaraan selama tahapan pemilihan kepala daerah di Kabupaten Buru. Selain itu, ketiga teradu diduga berpihak kepada salah satu pasangan calon, yang mengakibatkan kerugian bagi pasangan calon lain serta menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.
Pengadu menduga Ketua KPU Kabupaten Buru, Walid Asis, telah melakukan pelanggaran pemilu dengan mencoblos di dua TPS yang berbeda pada hari yang sama, yaitu di TPS 19 dan TPS 21. Akibatnya, terdapat kelebihan satu surat suara di TPS 21 yang berlokasi di Bandar Angin Kelapa Dua-Toko Murni, Desa Namlea.
“TPS 21 yang menurut teradu I agak longgar sehingga mencoblos di TPS 21 dengan cara menyerahkan KTP kepada KPPS, tetapi kemungkinan tidak dicatat,” kata Ahmad Belasa.
Selain itu, terdapat pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT dan DPTb di TPS 02 Desa Debowae tetapi tetap menggunakan hak pilihnya dengan KTP di Kecamatan Waelata. Pengadu juga menegaskan bahwa teradu I hingga III mengetahui serta menyaksikan langsung kejanggalan yang terjadi di ruang pleno.
“Sekalipun teradu I sampai III menyaksikan secara langsung kejanggalan yang terjadi di ruang pleno, rekomendasi untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di TPS 02 Desa Debowae ditolak oleh KPU Kabupaten Buru,” jelas Belasa.
Pengadu juga menyoroti Keputusan KPU Kabupaten Buru Nomor 54 Tahun 2024, yang dikeluarkan sebagai tindak lanjut rekomendasi pemungutan suara ulang. Menurutnya, keputusan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan pasal yang digunakan tidak memiliki kaitan materiil dengan peristiwa yang terjadi.
“Kami menilai keputusan KPU Kabupaten Buru mengabaikan norma sebagaimana tertuang dalam Pasal 50 PKPU Nomor 17 Tahun 2024 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Wali Kota, dan Wakil Wali Kota,” tambahnya.
Jawaban Teradu
Teradu I, Walid Asis, membantah dalil yang disampaikan pengadu. Ia menyatakan dirinya hanya menggunakan hak pilihnya di TPS 19, Desa Namlea, Kecamatan Namlea, di mana ia terdaftar sebagai Pemilih Tambahan (DPTb). Selain itu, teradu I menyebutkan bahwa ia telah menempuh proses klarifikasi di Bawaslu Kabupaten Buru dan dinyatakan tidak terbukti bersalah.
“Berdasarkan fakta hukum, tidak terdapat kejadian khusus atau keberatan dari saksi di TPS 21 Desa Namlea, Kecamatan Namlea,” ujarnya.
Sementara itu, teradu II, Faisal Amin Mamulati, menjelaskan bahwa KPU Kabupaten Buru telah menindaklanjuti rekomendasi Panwascam Waelata dengan mengeluarkan Keputusan KPU Kabupaten Buru Nomor 54 Tahun 2024 pada 4 Desember 2024.
“KPU Kabupaten Buru memutuskan tidak dapat melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) karena tidak terdapat atau tidak terpenuhinya syarat-syarat untuk dilakukan PSU,” jelas Faisal.
Ia juga menanggapi tuduhan terkait kesalahan pencatuman ayat dalam Keputusan KPU Kabupaten Buru Nomor 54 Tahun 2024. Menurutnya, kesalahan tersebut telah diperbaiki dan diserahkan kepada Bawaslu Kabupaten Buru.
Untuk diketahui, sidang pemeriksaan ini diselenggarakan secara virtual. Majelis Sidang berada di Jakarta, sementara para pihak lainnya mengikuti dari daerah masing-masing. Ketua Majelis dalam sidang ini adalah J. Kristiadi, yang didampingi oleh Anggota Majelis I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi. [Humas DKPP]