Kendari, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 134-PKE-DKPP/IV/2025 di Kantor Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara, Kendari, pada Kamis (7/8/2025).
Perkara ini diadukan Adly Yusuf Saepi yang memberikan kuasa kepada Mursalim. Pengadu mengadukan Anggota KPU Kabupaten Kolaka Timur, Murhum Halik (teradu I) , serta Ketua dan satu Anggota Bawaslu Kabupaten Kolaka Timur, Abang Saputra Laliasa dan Hary Sukma Pradinata (masing-masing sebagai teradu II dan III.
Ketiga teradu, baik dari KPU maupun Bawaslu Kolaka Timur, didalilkan menerima suap dari salah satu pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kolaka Timur pada Pilkada Tahun 2024.
Suap yang diterima para teradu diduga berasal dari pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kolaka Timur nomor urut 3,Dalle Efendi dan Suhaemi Nasir. Masing-masing teradu menerima Rp25.000.000.
“Selama tahapan kampanye kurang lebih dua bulan, diduga dimanfaatkan para teradu untuk menjanjikan, meminta, dan atau menerima sejumlah uang kepada paslon Bupati dan Wakil Bupati Kolaka Timur, khususnya nomor urut 3 Dalle Effendi dan Suhaemi Nasir,” ungkap pengadu.
Pengadu menambahkan, uang tersebut diduga diserahkan Dela yang merupakan adik ipar dari Dalle Effendi kepada para teradu. Hal tersebut sesuai dengan keterangan Della melalui sambungan telephone whatsapp kepada Rusniati Nur Rakibe yang berstatus Saksi dalam perkara ini.
Masih menurut pengakuan Dela kepada saksi, uang diserahkan langsung kepada teradu I di Café Kopi Kita, Kendari. Sedangkan teradu II menerima uang di Hotel Athaya Kendari, serta teradu III menerima di Café Excelso Kendari.
Di hadapan Majelis, Pengadu mengungkapkan jika teradu I dan teradu II beberapa kali dilaporkan ke DKPP dan terbukti melanggar KEPP. Keduanya pernah mendapatkan sanksi peringatan maupun peringatan keras dari DKPP dalam perkara yang lain.
Jawaban Teradu
Teradu I, Muhrum Halik, dengan tegas membantah menerima suap dari pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kolaka Timur, Dalle Efendi dan Suhaemi Nasir. Dalil tersebut dinilainya sumir dan hanya mengada-ada.
Selain itu, dalil tersebut tidak didukung dengan bukti yang kuat dan hanya berdasarkan keterangan sepihak dari saksi pengadu, Rusniati Nur Rakibe, yang mengaku telah berkomunikasi dengan Dela.
“Tuduhan tersebut hanya mengada-ngada tanpa bukti kuat dan hanya asumsi pengadu semata. Selain itu, belakangan Dela pun membantah atau menyangkal hal tersebut,” tegas Teradu I.
Perihal kabar suap tersebut, teradu I mengaku baru mengetahui dari saksi Rusniati Nur Rakibe, yang menghubungi teradu I melalui pesan WhatsApp. Saat itu, saksi membagikan selebaran rencana aksi unjuk rasa dari kelompok Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Sulawesi Tenggara.
Bantahan serupa juga disampaikan teradu III, Hary Sukma Pradinata. Kabar dirinya menerima suap sebesar Rp25.000.000 saat tahapan kampanye merupakan fitnah dan penuh dengan kebohongan.
“Informasi tersebut mengandung fitnah dan kebohongan serta merupakan tuduhan tanpa dasar dan hanya memuat asumsi dan emosional pengadu semata yang tidak dapat dirasionalkan,” tegas Hary Sukma Pradinata.
Sebagai informasi, sidang pemeriksaan perkara ini tidak menyertakan Teradu II, Abang Saputra Laliasa, karena telah meninggal dunia pada 25 Juni 2025.
Sidang pemeriksaan dipimpin Ketua Majelis, Heddy Lugito, didamping tiga Anggota Majelis dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sulawesi Tenggara, yakni: Syafril Kasim (unsur masyarakat), Heri Iskandar (unsur Bawaslu), dan Hazamuddin (unsur KPU). (Humas DKPP)