Ternate, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan atas dugaan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggaraan Pemilu (KEPP) perkaran Nomor 78-PKE-DKPP/II/2025. Sidang dilakukan secara hibrida di Kantor KPU Provinsi Maluku Utara, Kota Ternate, dan Ruang Sidang DKPP, pada Rabu (23/7/2025).
Perkara ini diadukan oleh Deny Garuda dan Muhammad Qubais Baba melalui kuasa hukum mereka, yakni Firman Wijaya, Tina Haryaningsih Tamher, Roslan, M. Riski Ikdal, dan Dandi Mahasari.
Pengadu mengadukan Ketua KPU Kabupaten Pulau Morotai, Kubais Kuto (teradu I), Sekretaris KPU Kabupaten Pulau Morotai, Hamid Ahe (teradu II), serta empat Anggota KPU Kabupaten Pulau Morotai,yaitu: A. Bakar Mahifa, Said Idrus, Sitti Marwa Kharie, dan Yudision Belian Ali (masing-masing sebagai teradu III hingga VI).
Turut diadukan juga Ketua Bawaslu Kabupaten Pulau Morotai,Ramla Molle (teradu VII).
Teradu I hingga teradu VI, didalilkan meloloskan pasangan calon bupati dan wakil bupati nomor urut 3 pada Pilkada 2024 Kabupaten Pulau Morotai tanpa melakukan verifikasi lebih lanjut terhadap sejumlah keterangan yang diduga tidak sesuai. Dugaan ketidaksesuaian tersebut antara lain terkait status profesi calon serta tanggungan utang yang dimiliki calon bupati nomor urut 3.
Menurut pengadu, calon bupati nomor urut 3 mendaftar menggunakan KTP dengan status pekerjaan sebagai PNS, memiliki tanggungan utang yang merugikan keuangan negara, dan merupakan mantan narapidana yang dinilai tidak jujur dan terbuka dalam proses pencalonan.
“Para teradu meluruskan langkah pencalonan calon bupati nomor urut 3 dengan menerima perubahan status wiraswasta pada KTP elektronik, padahal yang bersangkutan masih berstatus PNS aktif di Pemerintahan Kabupaten Pulau Morotai,” ujar Pengadu dalam persidangan.
Menurut Dandi Mahasari, dalil tersebut diperkuat dengan tidak adanya surat keterangan dari instansi berwenang, seperti SK Pensiun atau SK Pemberhentian, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Ia menambahkan, tangkapan layar dari situs siasn-instansi.bkn.go.id tertanggal 7 Oktober 2024 menunjukkan bahwa calon bupati nomor urut 3 masih terdaftar sebagai PNS aktif di Pemerintah Kabupaten Pulau Morotai.
Pengadu juga menyampaikan bahwa calon bupati nomor urut 3 memiliki tanggungan utang lebih dari Rp92 miliar yang hingga saat ini belum dibayarkan, sebagaimana tercantum dalam amar Putusan Pengadilan Negeri Tobelo Nomor 28/Pdt.G/2012/PN.TBL. Selain itu, pada tahun 2015 calon bupati nomor urut 3 pernah menjadi terpidana dalam kasus suap kepada Hakim Mahkamah Konstitusi, sebagaimana tertuang dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 76/PDI.SUS/TPK/2015/PN.JKT.PST.
“Kami berpendapat bahwa atas apa yang dilakukan, KPU tidak ada tindakan klarifikasi terhadap aduan yang kami sampaikan,” tegas Pengadu.
Sementara itu, teradu VII, yakni Ketua Bawaslu Kabupaten Pulau Morotai, didalilkan tidak menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran pemilu yang telah disampaikan pengadu terkait pasangan calon nomor urut 3.
Jawaban Teradu
Ketua KPU Kabupaten Pulau Morotai, Kubais Kuto, membantah dan menolak seluruh dalil aduan yang ditujukan kepada KPU Kabupaten Pulau Morotai.
Menurut Kubais, tuduhan bahwa calon bupati nomor urut 3 mendaftar menggunakan KTP berstatus PNS adalah tidak benar.
“Saat pendaftaran, calon bupati nomor urut 3 mendaftar menggunakan KTP asli dengan status identitas sebagai wiraswasta, dan bukan sebagai PNS. Memang benar dia pernah menjadi PNS, tetapi telah memasuki batas usia pensiun (BUP) dan sudah tidak lagi menerima gaji sebagai ASN sejak Oktober 2020,” tegas Kubais dalam sidang.
Kubais juga membantah tuduhan terkait tanggungan utang calon bupati nomor urut 3 sebagaimana yang disebutkan oleh pengadu.
“Meskipun pernah berperkara di Pengadilan Negeri Tobelo, namun pengadilan telah memberikan keterangan secara jelas bahwa perkara tersebut bukan berkaitan dengan utang piutang, baik secara perorangan maupun secara badan hukum,” sambungnya.
Terkait status calon bupati sebagai mantan narapidana, Kubais menegaskan bahwa yang bersangkutan telah memenuhi syarat administrasi sesuai ketentuan yang berlaku.
“Benar calon bupati nomor urut 3 pernah dipidana pada tahun 2015, akan tetapi yang bersangkutan telah selesai menjalani pidana berdasarkan putusan pengadilan dan bukan merupakan pelaku kejahatan yang berulang-ulang. Dengan demikian, persyaratan administrasi pencalonannya telah sesuai dengan ketentuan Pasal 22 PKPU Nomor 8 Tahun 2024,” lanjut Kubais.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Kabupaten Pulau Morotai, Ramla Molle (teradu VII), juga membantah tegas dalil aduan pengadu.
“Laporan yang didalilkan pengadu kepada Bawaslu Pulau Morotai tidak didukung bukti yang valid, jelas, dan spesifik, serta tidak menguraikan secara faktual kapan laporan disampaikan, siapa pihak yang menerima laporan, dan bentuk ketidaklanjutan yang dituduhkan kepada Bawaslu Pulau Morotai,” tegas Ramla.
Dalam persidangan, Ketua Majelis Ratna Dewi Pettalolo juga menyatakan bahwa status Sekretaris KPU Kabupaten Pulau Morotai, Hamid Ahe (teradu II), dicabut dari pokok perkara atas permintaan pengadu.
“Sidang menyatakan menerima pencabutan saudara pengadu untuk Sekretaris KPU Kabupaten Pulau Morotai sebagai Teradu II pada perkara ini,” tegas Dewi.
Sebagai informasi, sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis Ratna Dewi Pettalolo. Ia didampingi tiga Anggota Majelis dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Mauku Utara antara lain, Rahmatullah Yahya (unsur masyarakat), Mukhtar Yusuf (unsur KPU), dan Adrian Yoro Naleng (unsur Bawaslu). [Humas DKPP]