Banda Aceh, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan nomor perkara 176-PKE-DKPP/VI/2019 di Kantor KIP Provinsi Aceh pada Jumat (2/8/2019). Selaku Ketua Majelis Ida Budhiati dan Anggota Majelis Tim Pemeriksa Daerah Provinsi Aceh yakni Eka Sri Mulyani, unsur masyarakat, Fahrul Rizha Yusuf, unsur Bawaslu, dan Tharmizi, unsur KIP Aceh.
Pengadu: M. Nur Abd Muthalib, Ketua PPK Peukan Bada, Pria Rizki, Ketua PPK Montasik; Ridhwan, Ketua PPK Darussalam Teradu: Adinirwan, Nurhidayati, Marhami, masing-masing sebagai ketua dan anggota Panwaslih Kabupaten Aceh Besar.
Pengadu mendalilkan bahwa para Teradu patut diduga telah melakukan pelanggaran Peraturan Badan Pengawas Pemilu nomor 2 Tahun 2019 tentang Pengawasan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum, pasal 28 ayat (1): “Bawaslu Kabupaten/Kota mengajukan keberatan kepada KPU Kabupaten/Kota dalam hal prosedur dan/atau selisih dalam penghitungan perolehan suara tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan”, ayat (2): “Terhadap keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bawaslu Kabupaten/Kota memastikan KPU Kabupaten/Kota menjelaskan prosedur dan/atau mencocokkan selisih perolehan suara dengan hasil Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”, dan pasal 70 ayat (2): “Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota atau Panwaslu Kecamatan melakukan kajian terhadap laporan dugaan pelanggaran sebagaimana dimaksud ayat (1) untuk disampaikan sebagai rekomendasi perbaikan pada saat pelaksanaan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara yang sedang berlangsung kepada KPU sesuai dengan tingkatannya”.
Menurut Pengadu, seharusnya Panwaslih Kabupaten Aceh Besar mengeluarkan rekomendasi untuk melakukan pencocokan selisih perolehan suara dengan hasil Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara pada saat berlangsungnya rapat pleno Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara oleh KIP Aceh Besar, bukan mengeluarkan rekomendasi penundaan pleno.
“Teradu telah menciptakan suasana tidak kondusif terhadap pelaksanaan tahapan Pemilu 2019 di Kabupaten Aceh Besar. Terjadinya kekisruhan situasi keamanan oleh masyarakat pendukung partai politik yang diakibatkan rekomendasi keliru oleh Panwaslih menyebabkan KIP Aceh Besar tidak dapat melanjutkan dan menyelesaikan rapat pleno Rekapitulasi Hasil Perolehan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum secara tepat waktu,” katanya.
Tambah Pengadu, sebagai pengawas pemilu, Panwaslih Aceh Besar terkesan tidak memahami tugas dan fungsinya, antara lain terlihat pada saat rapat pleno Rekapitulasi Hasil Perolehan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum tanggal 28 Mei 2019 di Jantho Sport Centre (JSC). Pada saat itu anggota Panwaslih Aceh Besar yang hadir hanya Nurhidayati. Para saksi dari Partai Politik yang hadir, saksi dari Partai Nasdem dan partai PAN, menanyakan dasar hukum dikeluarkannya surat rekomendasi Panwaslih Aceh Besar nomor 050/K.BAWASLU.AC/02/PM.00.02/IV/2019 tanggal 30 April 2019, namun yang bersangkutan menjawab tidak tahu. Demikian halnya pada tanggal 29 Mei 2019, anggota Panwaslih Aceh Besar hadir ketiga-tiganya, pertanyaan yang sama ditanyakan kembali oleh saksi, yaitu konsideran hukum yang menjadi dasar penghitungan suara ulang sebagaimana surat rekomendasi Panwaslih Aceh Besar, ketua Panwaslih Aceh Besar, Adinirwan menjawab tidak tahu.
Selain itu, diduga telah terjadinya pertemuan yang dihadiri oleh Ketua Panwaslih Aceh Besar pada tanggal 28 Mei 2019 sekitar pukul 22.00 WIB di rumah salah seorang ketua partai politik yang mendesak agar ketua Panwaslih Aceh Besar mengeluarkan surat rekomendasi untuk menunda pelaksanaan rapat pleno rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara oleh KIP Aceh Besar dan melakukan penghitungan suara ulang.
Para Teradu menolak seluruh pengaduan Pengadu. Teradu berdalih, tidak kondusifnya keamanan pasca Pemilu disebabkan adanya perpindahan suara partai lokal yang memicu konflik di tubuh mantan kombatan (GAM) yang merupakan simpatisan partai lokal. “Ketua parpol lokal sendiri tidak mampu meredam emosional dalam kekisruhan sehingga dikhawatirkan terjadi pertumpahan darah,” kata Adinirwan.
Dia menerangkan, secara umum rekomendasi nomor 050/K.BAWASLU.AC/02/PM.00.02/IV/2019 tanggal 30 April 2019 tersebut terbukti terdapat pergeseran suara dari data yang telah dihimpun setiap temuan yang terjadi selama rekapitulasi penghitungan suara DPRK dan dibenarkan oleh salah satu anggota KIP Aceh seperti yang dipublikasikan lewat media surat kabar Serambi tanggal 3 Juli 2019 . “Ada C1 yang dalam kondisi stipo, ada yang tidak ditandatangani KPPS, ada suara partai tertentu dipindah jadi suara badan, dan sebagainya. Intinya yang putusan Panwas itu ada yang benar ada yang tidak,” kata Ketua Panwaslih.
Sementara Nurhidayati berpendapat berbeda. Rekomendasi nomor 050/K.BAWASLU.AC/02/PM.00.02/IV/2019 tanpa melibatkannya. Padahal sebuah lembaga penyelenggara Pemilu harus menjalankan tugas dan fungsi secara kolektif dan kolegial. Dalam memutus suatu sikap/pandangan/rekomendasi harus berdasarkan pleno bersama. “Dalam hal keluarnya rekomendasi 050/K.BAWASLU.AC/02/PM.00.02/IV/2019 tanggal 30 April, saya tidak dilibatkan atau terlibat dalam pengambilan sikap mengeluarkan rekomendasi tersebut oleh ketua Panwaslih,” katanya.
Lanjut Adinirwan, pihaknya sangat keberatan dengan dugaan telah melakukan pelanggaran peraturan sebagaimana dalil pengaduan Pengadu. Pihaknya juga menolak bila dinilai tidak memahami tugas dan fungsi. Panwaslih Aceh Besar telah melaksanakan pengawasan sesuai dengan peraturan yang berlaku. “Untuk itu, kami memohon kepada DKPP menolak pengaduan oleh para Pengadu untuk seluruhnya, dan menyatakan Teradu 1 s/d 3 tidak melanggar kode etik penyelenggara Pemilu,” katanya. [Teten Jamaludin]