Jakarta, DKPP − Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akan menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) Perkara Nomor 110-PKE-DKPP/IX/2023 di Ruang Sidang DKPP Jakarta, pada Jumat (22/9/2023).
Perkara ini diadukan oleh Mikewati Vera Tangka, Listyowati, Misthohizzaman, Wirdyaningsih, dan Hadar Nafis Gumay sebagai Pengadu I sampai V.
Kelima Pengadu memberikan kuasa kepada 10 orang, di antaranya adalah Fadli Ramadhanil, Ibnu Syamsu Hidayat, Muhammad Ikhsan Maulana, Seira Tamara Herlambang, dan Haykal.
Mereka mengadukan Hasyim Asyari, Idham Holik, August Mellaz, Yulianto Sudrajat, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, dan Mochammad Afifuddin selaku Ketua dan Anggota KPU RI yang secara berurutan menjadi Teradu I – VII.
Salah satu kuasa para Pengadu, Muhammad Ikhsan Maulana mengatakan para Teradu telah melanggar prinsip mandiri dalam menyusun kebijakan penghitungan keterwakilan bakal caleg perempuan dalam Pasal 8 ayat 2 Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota (PKPU 10/2023).
Menurut Ikshan, regulasi tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 245 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu), khususnya pengaturan daftar bakal calon legislatif pada setiap daerah pemilihan yang memuat paling sedikit 30% keterwakilan perempuan.
“Hal ini diperkuat dengan putusan Mahkamah Agung dalam judicial review yang kami ajukan. Mahkamah Agung menyatakan ketentuan Pasal 8 ayat (2) PKPU 10/2023 yang mengatur pembulatan ke bawah hasil bagi 30 persen adalah keliru dan memerintahkan harus dikembalikan sesuai perintah UU Pemilu,” terangnya.
Dalam kesempatan ini, Ikhsan juga mengeluhkan jawaban Teradu yang baru disampaikan oleh Teradu sesaat sebelum persidangan.
“Padahal dalam Pasal 22 a ayat (2) Peraturan DKPP 2/2021 menyatakan bahwa 2 hari sebelum sidang Teradu harus menyampaikan (jawaban Teradu, red.). Jadi kami punya keterbatasan waktu ,” jelasnya.
Sementara Pengadu V Hadar Nafis Gumay mencontohkan daftar bakal calon legislatif perempuan DPR untuk daerah pemilihan Jakarta 2 yang hanya sekitar 28 persen.
“Di kalkulator mana 28 sekian persen itu melampaui 30 persen?” kata Hadar.
Selain itu, Hadar juga menyebut adanya dugaan kebohongan yang dilakukan oleh Teradu I Hasyim Asy’ari. Menurutnya, dalam sebuah konferensi pers pada 10 Mei 2023, Hasyim Asy’ari secara tegas mengatakan akan mengubah atau memperbaiki Pasal 8 ayat (2) PKPU 10/2023.
“Tapi kemudian setelah konsultasi (dengan Komisi II DPR, red.) tidak ada kelanjutannya. Saya menduga kok penyelenggara Pemilu kita berbohong nih,” ucapnya.
Untuk diketahui, Pasal 8 ayat (2) PKPU 10/2023 yang dipermasalahkan para Pengadu berbunyi sebagai berikut:
“Dalam hal penghitungan 30% (tiga puluh persen) jumlah Bakal Calon perempuan di setiap Dapil menghasilkan angka pecahan maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai:
a. kurang dari 50 (lima puluh), hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah; atau
b. 50 (lima puluh) atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas.”.
Teradu VII Mochammad Afifuddin membantah dalil yang disebutkan para Teradu. Menurutnya Pasal 8 ayat (2) PKPU 10/2023 tidaklah menghapus atau mereduksi pengaturan affirmative action keterwakilan perempuan 30 persen sebagaimana diatur dalam UU Pemilu.
Menurutnya, peraturan ini juga telah melalui sejumlah proses dan mekanisme yang dilakukan secara eksternal seperti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR dan harmonisasi rancangan peraturan dengan Kementerian Hukum dan HAM.
Hal senada pun disampaikan oleh Teradu II Idham Holik. Ia mengatakan, terdapat pembahasan dan pencermatan dalam semua mekanisme yang dilakukan sebelum PKPU 10/2023 diundangkan.
Ia menambahkan, penghitungan pembulatan desimal yang diatur dalam Pasal 8 ayat (2) PKPU 10/2023 menggunakan teori matematika yang disebut math round.
“Peraturan ini tidak keluar dalam ruang gelap. Proses RDP juga ditayangkan secara langsung oleh Komisi II DPR,” ungkap Idham.
Bantahan juga dilontarkan Teradu I Hasyim Asy’ari. Ia menolak disebut berbohong terkait rencana perubahan Pasal 8 ayat (2) PKPU 10/2023.
Menurutnya, ia dan Teradu lainnya memang berniat ingin mengubah Pasal 8 ayat (2) PKPU 10/2023. Wacana ini pun diakuinya telah disampaikannya dalam jumpa pers pada 10 Mei 2023.
“Jadi dengan tampil ke publik artinya memang kami terbuka. Kalau kami sembunyi-sembunyi tentu kami akan diam-diam saja,” ungkap Hasyim.
Ia menambahkan, wacana perubahan ini merupakan respon positif KPU terhadap desakan perubahan yang disampaikan oleh sebuah organisasi nonpemerintah.
KPU, kata Hasyim, bahkan telah merumuskan perbaikan Pasal 8 ayat (2) PKPU 10/2023 dan telah disampaikan dalam mekanisme-mekanisme pembuatan Peraturan KPU.
Namun, setelah mendengar saran dan masukan dari beberapa pihak dalam mekanisme tersebut, Hasyim menyebut KPU tetap menggunakan PKPU 10/2023 sebagai dasar hukum pencalonan legislatif.
“Jadi tidak ada niat berbohong atau menipu,” ujar Hasyim.
Sidang ini dipimpin oleh Ratna Dewi Pettalolo sebagai Ketua Majelis. Ia didampingi oleh tiga Anggota Majelis, yaitu J. Kristiadi, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, dan Muhammad Tio Aliansyah. [Rilis Humas DKPP]