Sorong, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memeriksa dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor: 126-PKE-DKPP/IV/2025, di Kantor Bawaslu Provinsi Papua Barat Daya, Kota Sorong, Rabu (27/8/2025).
Perkara ini diadukan oleh Bupati Raja Ampat periode 2020-2025, Abdul Faris Umlati, yang memberikan kuasa kepada Benediktus Jombang, dan kawan-kawan. Sedangkan pihak yang diadukan adalah Ketua KPU Provinsi Papua Barat Daya, Andarias Daniel Kambu, bersama empat anggotanya, yaitu Jefri Obeth Kambu, Fatmawati, Alexander Duwit, dan Muhammad Gandhi Sirajuddin.
Principal absen dalam sidang ini dan diwakili oleh dua orang tim kuasanya, yaitu Benediktus Jombang dan Agustinus Jehamin.
Agustinus menduga para teradu telah dengan sengaja mendiskualifikasi principal sebagai Calon Gubernur Papua Barat Daya pada Pilkada 2024 berdasar rekomendasi Bawaslu Provinsi Papua Barat Daya, tanpa menelaah dan mengkaji ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Belakangan, keputusan KPU Provinsi Papua Barat Daya Nomor 105 Tahun 2024 (selanjutnya disebut Keputusan 105 Tahun 2024) yang mendiskualifikasi Abdul Faris Umlati terbukti salah karena dianulir oleh Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1 P/PAP/2024.
Kendati demikian, menurut Agustinus, pihaknya merasa dirugikan karena keputusan tersebut telah terlanjur menjatuhkan citra Abdul Faris Umlati sehingga ditenggarainya sebagai penyebab kekalahan dalam Pilkada 2024.
“Sehingga jumlah suara yang diraih Abdul Faris Umlati dalam Pilkada 2024 turun,” ungkapnya.
Dalam sidang ini diketahui bahwa rekomendasi yang dikeluarkan oleh Bawaslu Provinsi Papua Barat Daya bermula dugaan pergantian pejabat administrator tingkat distrik/kecamatan dan kampung/desa di Kabupaten Raja Ampat pada 29 September 2024,oleh Abdul Faris Umlati yang saat itu menjabat sebagai Bupati.
Pejabat yang diganti adalah Kepala Distrik Waigeo Utara serta dua Kepala Kampung, yaitu Kampung Kabilol (Distrik Tiplol Mayalibit) dan Kampung Kalisade (Distrik Waigeo Utara).
Setelah melakukan penelusuran, klarifikasi terhadap beberapa pihak, dan kajian hukum, pada 28 Oktober 2024 Bawaslu Provinsi Papua Barat Daya mengeluarkan rekomendasi Nomor 554/PM.01.01/K.PBD/10/2024 (selanjutnya disebut rekomendasi 554/PM.01.01/K.PBD/10/2024) yang pada pokoknya meminta kepada KPU Provinsi Papua Barat Daya untuk menindaklanjuti pelanggaran administrasi yang dilakukan oleh Abdul Faris Umlati selaku Calon Gubernur Provinsi Papua Barat Daya nomor urut 1.
Menurut Bawaslu Provinsi Papua Barat Daya, Abdul Faris Umlati terbukti melanggar beberapa ketentuan, di antaranya adalah Pasal 71 ayat (2) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada).
Kuasa lainnya dari pengadu, Benediktus Jombang, menyebut bahwa para teradu kurang menelaah dan mengkaji ketentuan perundang-undangan yang berlaku saat menjatuhkan keputusan mendiskualifikasi Abdul Faris Umlati. Ia berpendapat, keputusan tersebut dapat dibenarkan jika memang dijatuhkan oleh calon yang berstatus petahana.
“Para teradu ini tidak memahami maksud dan arti petahana. Kalau pengadu kembali mencalonkan diri sebagai Calon Bupati Raja Ampat maka dia memang bisa kena Pasal 71 ayat (2) dan ayat (5). Namun, pengadu mencalonkan diri sebagai Gubernur maka tidak dapat disebut petahana,” terang Benediktus.
Jawaban Teradu
Ketua KPU Provinsi Papua Barat Daya, Andarias Daniel Kambu, menegaskan bahwa pihaknya tidak dapat menghindar dari rekomendasi yang dikeluarkan oleh Bawaslu. Menurutnya, terbitnya Keputusan 105 Tahun 2024 justru menunjukkan bahwa pihaknya memiliki kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan Kode Etik Penyelenggara Pemilu.
“Apabila teradu tidak menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu tersebut, maka bisa menimbulkan sanksi etik bagi teradu,” kata Andarias.
Selain itu, ia juga telah melaporkan hal ini kepada Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI, Idham Holik, melalui sambungan telepon. Kepada Majelis, ia menyebut Idham Holik telah menyerahkan sepenuhnya hal ini kepada KPU Provinsi Papua Barat Daya.
“Bapak Idham Holik menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada pleno (KPU Provinsi Papua Barat Daya,” ungkapnya.
Hal ini pun diamini oleh Anggota KPU Provinsi Papua Barat Daya, Jefri Obeth Kambu (teradu II). Jefri menambahkan, pihaknya juga telah mematuhi Putusan MA Nomor 1 P/PAP/2024 yang membatalkan Keputusan 105 Tahun 2024. Jefri berpendapat, kepatuhan ini membuktikan tidak ada motif politis atau unsur kesengajaan KPU Provinsi Papua Barat Daya untuk mendiskualifikasi Abdul Faris Umlati.
“Kepatuhan ini menunjukkan bahwa KPU bertindak dengan itikad baik, profesional, dan tunduk pada hukum,” jelas Jefri.
Jefri sendiri bersikukuh bahwa substansi dari Keputusan 105 Tahun 2024 tidaklah salah karena dalam pertimbangannya, MA juga menyebut Abdul Faris Umlati telah melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) UU 10/2016.
Kendati demikian, ia juga mengakui adanya perbedaan tafsir status petahana dari MA. Frasa petahana sendiri diatur dalam ketentuan Pasal 71 ayat (5) UU 10/2016.
“Perbedaan interpretasi mengenai frasa petahana merupakan dinamika hukum yang wajar terjadi antar-lembaga, dan tidak dapat dipandang sebagai bentuk pelanggaran etik oleh teradu,” terang Jefri.
Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis, Ratna Dewi Pettalolo, yang didampingi dua Anggota Majelis dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Papua Barat Daya, yaitu James Jansen Kastanya (unsur masyarakat) dan Rajab Lestaluhu (unsur masyarakat). [Humas DKPP]