Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memeriksa Ketua dan Anggota KPU Kab. Kepulauan Sula (selanjutnya disebut KPU Kep. Sula) dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) yang digelar secara virtual pada Jumat (26/3/2021), pukul 07.00 WIB.
Ketua dan Anggota KPU Keo. Sula yang diperiksa adalah Yuni Yunengsih Ayuba (Ketua), Ramli K. Yakob, Ifan Sulabessy Buamona, Samsul Bahri Teapon, dan Hamida Umalekhoa.
Kelima nama tersebut menjadi Teradu dalam tiga perkara dugaan pelanggaran KEPP, yaitu perkara nomor 32-PKE-DKPP/I/2021, Nomor 70-PKE-DKPP/II/2021, dan Nomor 87-PKE-DKPP/II/2021.
Selain itu, satu Anggota KPU Kep. Sula, yaitu Ifan Sulabessy Buamona, juga menjadi Teradu dalam perkara nomor 86-PKE-DKPP/II/2021.
Perkara nomor 32-PKE-DKPP/I/2021 diadukan oleh Abd. Fatah Fataruba, yang memberikan kuasa kepada Kuswandi Buamona. Lalu, perkara nomor 70-PKE-DKPP/II/2021 diadukan oleh Bustamin Sabana, yang memberikan kuasa kepada Rajamin Solissa. Sedangkan perkara nomor 86-PKE-DKPP/II/2021 dan 87-PKE-DKPP/II/2021 diadukan oleh Ketua dan Anggota Bawaslu Kep. Sula, yaitu Iwan Duwila, Ajuan Umasugi, dan Risman Buamona.
Sidang ini diadakan secara virtual dengan Ketua Majelis di Jakarta dan semua pihak berada di daerah masing-masing.
Ketua Majelis dalam sidang ini adalah Dr. Ida Budhiati (Angota DKPP). Sedangkan posisi Anggota Majelis diisi oleh Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Maluku Utara, yaitu Nam Rumkel (unsur Masyarakat), Safrina Rahma Kamaruddin (unsur KPU), dan Aslan Hasan (unsur Bawaslu).
Dalil Aduan
Untuk perkara 32-PKE-DKPP/I/2021, para Teradu didalilkan atas sejumlah tuduhan, di antaranya adalah keberpihakan kepada salah satu Calon Bupati Kepulauan Sula yang masih berstatus sebagai PNS, yaitu Fifian Adeningsih Mus. Dalam perkara ini para Teradu juga diduga membocorkan Nomor SK Penetapan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kep. Sula 2020 kepada Bupati Pulau Taliabu. Selain itu, para Teradu diduga tidak menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Kab. Kepulauan Sula tanggal 13 November 2020 terkait pelanggaran administrasi calon bupati dan tidak menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu terkait Pungutan Suara Ulang (PSU) pada TPS 01, 02, 03, 04, 05 Desa Mangoli dan TPS 1 Desa Waitulia Kecamatan Mangoli Tengah Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara.
Dalam perkara 70-PKE-DKPP/I/2021, tuduhan terhadap para Teradu masih berkaitan dengan Calon Bupati bernama Fifian Adeningsi Mus. Para Teradu diduga tidak profesional saat melakukan verifikasi Surat Keterangan Tidak sedang dinyatakan Pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Makassar Nomor :814/SK/HK/09/2020/PN.Mks yang menjadi syarat pencalonan Fifian. Tak berbeda dengan pokok perkara 32-PKE-DKPP/I/2021, dalam perkara ini pun para Teradu diduga tidak melaksanakan Rekomendasi Nomor. 599/K.BAWASLU-KS/PM.05.02/XII/2020 tertanggal 13 Desember 2020 perihal Pemungutan Suara Ulang di enam TPS yakni di TPS 01, 02, 03, 04, 05, Desa Mangoli dan di TPS 01 Desa Waitulia, Kecamatan Mangoli Tengah, Kab. Kepulauan Sula.
Tak hanya itu, Ketua KPU Kep. Sula, Yuni Yunengsih Ayuba juga diduga mengetahui mobilisasi pengumpulan E-KTP para pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT yang dilakukan oleh petugas KPPS TPS 08, Desa Fogi, Kecamatan Sanana, Kabupaten Kepulauan Sula.
Dalam perkara 87-PKE-DKPP/II/2021, para Teradu dilaporkan atas dugaan tidak menindaklanjuti Rekomendasi Bawaslu Kabupaten Kepulauan Sula dengan Nomor : 597/K.BAWASLU-KS/ PM.05.02/XII/2020 tentang Pemungutan Suara Ulang (PSU) pada TPS 01, 02, 03, 04,05,06 Desa Mangoli dan TPS 01 Desa Waitulia.
Sementara pada perkara nomor 86-PKE-DKPP/II/2021, Anggota KPU Kep. Sula, Ifan Sulabessy Buamona diadukan karena telah mengarahkan KPPS agar tidak bisa dilakukan pergeseran surat suara, sehingga dapat diwakilkan oleh salah satu anggota keluarga dari peserta pemilih penyandang disabilitas maupun orang yang sakit atau/ yang tidak bisa hadir untuk datang mencoblos di TPS.
Dalam sidang ini, para Pengadu menghadirkan sejumlah Saksi dan alat bukti yang mendukung dalil-dalil yang mereka sebutkan, termasuk rekaman suara yang berisi suara Ifan Sulabessy Buamona saat memberi arahan sebagaimana disebutkan Pengadu.
Jawaban Teradu
Ketua KPU Kep. Sula, Yuni Yunengsih membantah bahwa dirinya dan empat Teradu lainnya berpihak kepada calon Bupati Fifian Adeningsi Mus. Mengenai status PNS Fifian, Yuni mengungkapkan bahwa KPU Kep. Sula telah melakukan verifikasi kepada Pemda Kabupaten Taliabu dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
“Hasilnya, status Fifian telah diberhentikan secara hormat sebagai PNS,” kata Yuni.
KPU Kep. Sula, tambahnya, juga telah melakukan verifikasi terhadap status kepailitan Fifian kepada Pengadilan Negeri/Niaga Makassar. Pengadilan tersebut pun mengakui telah mengeluarkan Surat Keterangan Tidak Sedang Dinyatakan Pailit Nomor: 814/SK/HK/09/2020/PN.Mks.
Selain itu, Yuni juga membantah tudingan yang menyebut pihaknya telah membocorkan nomor Surat Keputusan (SK) Penetapan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kep. Sula Tahun 2020 kepada Bupati Pulau Taliabu.
Menurutnya, SK Penetapan dikeluarkan oleh KPU Kep. Sula pada 23 September 2020, atau satu hari setelah Bupati Pulau Taliabu mengeluarkan SK Pemberhentian Fifian Adeningsi Mus sebagai PNS.
“Para Teradu dalam menetapkan urutan penomoran surat maupun Keputusan harus pada waktu surat atau Keputusan itu dibuat dan dikeluarkan, Para Teradu tidak bisa memperkirakan sebelumnya semisal besok surat atau nomor keputusan berapa yang nanti dipakai, karena sistem penomoran administrasi surat yang terus berjalan, apalagi membocorkan nomor sebuah surat ke pihak lain,” terang Yuni.
Sementara itu, mengenai tudingan tentang tidak ditindaklanjutinya rekomendasi Bawaslu tertanggal 13 November 2020 terkait Pelanggaran Administrasi Calon Bupati Fifian Adeningsi Mus dan sampai saat ini Calon Bupati Kabupaten Kepulauan Sula Fifian Adeningsi Mus masih terdaftar sebagai PNS, Yuni mengaku bahwa pihaknya tidak pernah menerima rekomendasi tersebut dari Bawaslu Kep. Sula.
Masih mengenai rekomendasi, Yuni mengakui bahwa KPU Kep. Sula memang tidak menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Kep. Sula Nomor 599/K.BAWASLU-KS/PM.05.02/XII/2020, terkait Pemungutan Suara Ulang (PSU) pada TPS 01, 02, 03, 04, 05 Desa Mangoli dan TPS 1 Desa Waitulia Kecamatan Mangoli Tengah Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara.
Namun, ia beralasan bahwa KPU Kep Sula tidak dapat menindaklanjuti rekomendasi tersebut karena bertentangan dengan PKPU 18/2020.
Menurut Yuni, Bawaslu Kep. Sula menyampaikan Rekomendasi Nomor 599/K.BAWASLU-KS/PM.05.02/XII/2020 kepada KPU Kep. Sula pada 14 Desember 2020, atau lima hari setelah hari pemungutan suara Pilkada 2020. Sementara dalam PKPU 18/2020 diatur bahwa KPU tidak menindaklanjuti surat rekomendasi yang jika diterbitkan dan disampaikan lebih dari dua hari setelah hari pemungutan.
“Terlebih lagi mengenai Pemungutan Suara ulang harus dilaksanakan paling lambat empat hari setelah hari pemungutan,” terang Yuni.
Argumentasi yang sama pun dilontarkan oleh Yuni terkait dalil yang menyebutkan bahwa KPU Kep. Sula tidak menindaklanjuti Rekomendasi Bawaslu Kep. Sula Nomor 597/K.BAWASLU-KS/PM.05.02/XII/2020, Tentang Pemungutan Suara Ulang (PSU) pada TPS 01, 02, 03, 04, 05 Desa Mangoli dan TPS 1 Desa Waitulia.
Dalam sidang ini, Yuni pun membantah tudingan kepada dirinya soal dugaan pengumpulan e-KTP para pemilih yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) oleh petugas KPPS di TPS 08 Desa Fogi, Kecamatan Sanana, Kabupaten Kepulauan Sula.
Menurutnya, sama sekali tidak ada mobilisasi untuk mengumpulkan e-KTP di TPS 08 Desa Fogi. Para pemilih yang menggunakan e-KTP, jelasnya, merupakan warga yang memang berdomisili di Desa Fogi yang tak terdaftar dalam DPT.
“Mereka datang ke TPS 08 Desa Fogi untuk menyalurkan hak pilihnya dengan menyerahkan E-KTP tersebut ke petugas KPPS untuk dicatat dalam formulir daftar hadir DPTb yang selanjutnya mengantri untuk menunggu antrian,” terangnya.
Hal ini, tambahnya, pun disaksikan langsung oleh Ketua dan Anggota Bawaslu Kep. Sula, Anggota Bawaslu Provinsi Maluku Utara, serta perwakilan dari Polda Maluku Utara.
Sementara itu, Anggota KPU Kep Sula, Ifan Sulabessy Buamona, yang menjadi satu-satunya Teradu dalam perkara nomor 86-PKE-DKPP/II/2021, juga membantah dalil aduan dalam perkara tersebut.
Kepada majelis, ia memang mengakui bahwa suara yang terdapat dalam rekaman yang dijadikan alat bukti oleh Pengadu adalah suaranya sendiri. Ifan pun mengakui bahwa ia memang mengucapkan seperti yang terdengar dalam rekaman tersebut.
Hanya saja, ungkap Ifan, terdapat penjelasan dari dirinya yang tidak termuat dalam rekaman suara tersebut. Penjelasan yang ia maksud adalah upayanya untuk mengingatkan KPPS dan PPS untuk membaca buku panduan KPPS jika terdapat masalah saat pemilih disabilitas menggunakan hak pilihnya. [Humas DKPP]