Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) untuk perkara nomor 55-PKE-DKPP/V/2020 pada Kamis (2/7/2020), pukul 13.00 WIB.
Perkara ini diadukan oleh mantan Ketua KPU Kabupaten Mamberamo Raya, Yesaya Dude. Ia mengadukan Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Mamberamo Raya, yaitu Hasan Tomu, Marten Murafer, Meitty Ebta Rumandewai, dan Yulius Elond Awaki.
Dalam pokok aduannya, Yesaya menyebut sejumlah dalil untuk para Teradu. Pertama ia mendalilkan Hasan Tomu (Teradu I) telah melakukan tindakan yang tidak profesional karena kurang koordinasi dengan Pemkab Mamberamo Raya terkait penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) untuk Pemilu 2019.
“KPU Kabupaten Mamberamo Raya menerima uang Rp 7 miliar dari Pemkab tanpa adanya penandatanganan NPHD,” jelas Yesaya.
Selanjutnya, ia juga menduga Hasan Tomu, Marten Murafer (Teradu II), dan Meitty Ebta Rumandewai (Teradu III) telah menerima imbalan sebesar 12 persen dari perusahaan yang mendistribusikan logistik pada Pemilu 2019.
Distribusi logistik ini disebut Yesaya mencapai Rp 6,8 miliar.
Pada dalil terakhir, Yesaya menyebut Yulius Elond Awaki (Teradu IV) tidak menghadiri sejumlah rapat pleno yang diadakan KPU Kabupaten Mamberamo Raya.
“Teradu IV sebanyak lima kali berturut-berturut sampai penetapan kursi dan calon terpilih pada pemilu 2019 lalu,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua KPU Kabupaten Mamberamo Raya yang juga Teradu I, Hasan Tomu membantah beberapa dalil yang disebutkan oleh Yesaya. Kepada majelis, ia mengakui satu dalil yang yang disebutkan Yesaya, yakni terkait keberadaan Yulis (Teradu IV) di KPU Kabupaten Mamberamo Raya.
Menurut Hasan, Yulius memang sudah beberapa waktu tidak aktif di KPU Kabupaten Mamberamo Raya. Ia mengaku tidak tahu alasan pasti absennya Yulius selama ini.
Ia menambahkan, KPU Kabupaten Mamberamo Raya telah beberapa kali melayangkan surat kepada Yulius yang berisi pemanggilan melaksanakan tugas.
“KPU Kabupaten Mamberamo Raya juga telah menyurati KPU Provinsi Papua maupun KPU RI terkait hal ini,” ungkapnya.
Yulius sendiri tidak menghadiri sidang ini tanpa keterangan yang jelas. Padahal, pihak Sekretariat DKPP telah memanggilnya secara patut lima hari sebelum sidang dimulai.
Lebih lanjut, Hasan secara tegas membantah dalil lain yang disebutkan Yesaya. Terkait imbalan sebesar 12 persen dari perusahaan penyedia barang dan jasa, misalnya.
Perusahaan yang diketahui bernama CV Sumber Mamberamo ditunjuk untuk mendistribusikan logistik pada Pemilu 2019 senilai Rp 6,8 miliar. Menurut Hasan, tidak ada satu pun dari dirinya, Teradu II, dan Teradu III yang menerima imbalan atau menyepakati akan menerima imbalan dari perusahaan tersebut.
Sementara itu, untuk dugaan ketidakprofesionalan dalam proses dana hibah, Hasan menyebut bahwa NPHD untuk Pemilu 2019 memang tersendat karena kurangnya koordinasi dengan Pemkab Mamberamo Raya. Hal ini menurut Hasan, justru disebabkan oleh Yesaya yang saat itu menduduki posisi Ketua KPU Kabupaten Mamberamo Raya.
Karena waktu pelaksanaan Pemilu 2019 sudah kian dekat, Hasan mengaku harus berkoordinasi dengan Pemkab Mamberamo Raya guna melakukan peminjaman dana untuk dijadikan biaya operasional Pemilu 2019 di Kabupaten Mamberamo Raya.
“Dana Rp 7 miliar itu pinjaman dari Pemkab, Yang Mulia,” ucap Hasan.
Keterangan yang berbeda diungkapkan oleh Pihak Terkait yang berasal dari Inspektorat KPU RI, Henry. Berdasar keterangan Henry, Inspektorat KPU RI telah melakukan pemeriksaan dan audit terhadap dana hibah ini.
Dari pemeriksaan itu, kata Henry, telah melihat bukti atas realisasi anggaran yang disampaikan oleh KPU Kabupaten Mamberamo Raya. Hal ini pun telah dikonfirmasi oleh Inspektorat KPU RI.
Namun, ia menegaskan bahwa berdasarkan keterangan dari jajaran KPU Kabupaten Mamberamo Raya, dana tersebut merupakan dana hibah dari Pemkab Mamberamo Raya, bukan dana pinjaman sebagaimana disebutkan oleh Hasan.
“Terkait pinjaman baru kami dengar dalam sidang ini,” jelas Henry.
Untuk diketahui, sidang ini digelar secara virtual dengan Ketua majelis di Kantor DKPP, Jakarta dan semua pihak berada di daerahnya masing-masing.
Ketua majelis dalam sidang ini adalah Anggota DKPP, Prof. Teguh Prasetyo. Ia didampingi oleh Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Papua yang bertindak sebagai Anggota majelis, yaitu Yusak Elisa Reba (unsur Masyarakat), Fransiskus Antonius Letsoin (unsur KPU), dan Niko Tunjanan (unsur Bawaslu). [Humas DKPP]