Palembang, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) dalam perkara nomor 202-PKE-DKPP/VIII/2024 di Polda Sumatera Selatan pada Jumat (18/10/2024).
Perkara ini diadukan oleh Hartono, yang memberikan kuasa kepada Eleonarius Dawa, Chrisman Damanik, Muhammad Dede Gusli Piliang, dan Firnanda untuk mengajukan aduan terhadap Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Lahat, yaitu Sarjani, Agusman Askoni, Elfa Rani, Emil Asy’ary, dan Eva Metriani, yang masing-masing sebagai Teradu I-V.
Para Teradu diduga melanggar undang-undang dalam proses Penghitungan Ulang Surat Suara (PUSS) dengan tidak menghadirkan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan absensi pemilihan suara pada 6 TPS di Kecamatan Tanjung Tebat, Kabupaten Lahat.
Dalam sidang tersebut, Eleonarius Dawa menyatakan bahwa pengadu meminta untuk menghadirkan Ketua KPPS guna menyandingkan atau menyamakan tanda tangan pada surat suara dan tanda tangan ketua KPPS pada pleno rekapitulasi Kabupaten.
“Kami menilai adanya perbedaan tanda tangan Ketua KPPS antara D Hasil Kabupaten dan C Hasil,” ungkap Eleonarius.
Hartono, sebagai pengadu, juga menyampaikan bahwa sebelum PUSS
, dirinya menjadi caleg terpilih dari Partai Golkar. Ia menambahkan bahwa hasil PUSS sangat berbeda jauh dengan D Hasil pleno rekapitulasi Kabupaten.
“Hasil PUSS sangat berbeda; padahal pada waktu perhitungan suara hasil Kabupaten sudah sesuai, sehingga saya merasa sangat dirugikan,” ujarnya.
Selain itu, pengadu menuduh para Teradu semena-mena memindahkan lokasi pleno penghitungan suara dari KPU Kabupaten Lahat ke KPU Provinsi Sumatera Selatan tanpa koordinasi yang tepat. Emil menyampaikan bahwa alasan KPU Kabupaten Lahat memindahkan lokasi penghitungan suara dianggap tidak berdasar.
“Situasi sebenarnya sangat kondusif, namun pleno yang seharusnya terbuka malah dilakukan seolah-olah ditutup-tutupi. Kami tidak melakukan kerusuhan, semua itu adalah tuduhan yang tidak berdasar,” tegas Emil.
Jawaban Teradu
Menanggapi aduan tersebut, Anggota KPU Kabupaten Lahat, Emil Asy’ary (Teradu IV), menjelaskan bahwa KPU telah memberikan informasi terkait tanggung jawab KPPS dan proses teknis lainnya. Emil menyampaikan bahwa mereka telah menginstruksikan Kasubbag keuangan, umum, dan logistik untuk memisahkan daftar hadir pemilih dari dalam kotak suara.
Ia juga menambahkan bahwa KPU telah memerintahkan staf untuk menjemput Ketua KPPS menuju lokasi Penghitungan Ulang Surat Suara (PUSS).
“Kami juga sudah melakukan penjemputan Ketua KPPS. Namun, karena adanya keributan dan situasi yang tidak kondusif kami memerintahkan Kasubbag beserta staf yang sedang menjemput maupun yang berada di gudang surat suara untuk kembali ke kantor KPU,” jelasnya.
Mengenai pemindahan lokasi pleno, Emil menjelaskan bahwa tindakan tersebut dilakukan berdasarkan surat KPU yang mengatur bahwa jika terdapat potensi gangguan keamanan, pelaksanaan penghitungan ulang dapat dilakukan di tempat yang aman.
“Ada penyerangan terhadap komisioner dan massa yang masuk ke dalam ruang pleno, sehingga kami memindahkan lokasi penghitungan ulang surat suara,” ungkap Emil.
Emil juga menekankan bahwa sebelum pemindahan lokasi PUSS, mereka telah melakukan rapat koordinasi dengan Bawaslu, kepolisian, dan pemerintah daerah, dengan kesimpulan bahwa kondisi PUSS di Kabupaten Lahat dinilai tidak kondusif.
Sebagai informasi, sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis Muhammad Tio Aliansyah. Anggota Majelis terdiri dari tiga Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sumatera Selatan, yaitu Ong Berlian (unsur Masyarakat), Ahmad Naafi (unsur Bawaslu), dan Rudiyanto Pangaribuan (unsur KPU). [Humas DKPP]