Gorontalo, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 76-PKE-DKPP/V/2024 di Kantor Bawaslu Provinsi Gorontalo, Kota Gorontalo, Selasa (25/6/2024).
Perkara ini diadukan oleh dua orang dari Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kabupaten Gorontalo Utara, yaitu Mohamad Gandhi A. Tapu (Pengadu I) dan Ikrar Setiawan Akasse (Pengadu II). Kedua Pengadu mengadukan Ketua KPU Kabupaten Gorontalo Utara Sofyan Jakfar beserta empat Anggota KPU Kabupaten Gorontalo Utara, yaitu Yanti Halalangi, Nur Istiyan Harun, Noval Katili, Yudhistirachmatika Saleh yang secara berurutan berstatus sebagai Teradu I sampai Teradu V.
Para Pengadu menyebut kelima Teradu telah bertindak di luar prosedur, tidak mandiri dan tidak profesional dalam menetapkan dan melaksanakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di TPS 04 Desa Motihelumo, Kec. Sumalata Timur, Kab. Gorontalo Utara, pada 21 Februari 2024.
Menurut Pengadu, penetapan PSU ini dilakukan tanpa dilakukan kajian yang mendalam oleh para Teradu sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 372 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu) jo Pasal 80 Peraturan KPU Nomor 25 Tahun 2023 (PKPU 25/2023).
“Kami menduga jika PSU ini dilakukan hanya karena ada unjuk rasa dari masyarakat pada 17 Februari 2024, bukan karena kajian. Di sinilah menurut kami ketidakmandirian para Teradu,” kata Pengadu I Mohamad Gandhi A. Tapu.
Sementara Pengadu II Ikrar Setiawan Akasse mengungkapkan bahwa PSU ini berawal dari adanya dua pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) mendapatkan lima surat suara. Padahal, seharusnya pemilih DPTb hanya mendapatkan tiga surat suara saja, yaitu surat suara untuk Capres-Cawapres, DPR RI, dan DPD RI.
Kendati demikian, kata Ikrar, permasalahan ini telah diselesaikan di TPS. Sehingga tidak perlu lagi untuk dilakukan Pemungutan Suara Ulang.
“Sebagai pemantau, kami merasa hati nurani kami terpanggil karena banyak suara yang sia-sia akibat ketidakmandirian para Teradu,” ujar Ikrar.
Untuk diketahui, sesuai peraturan, pemilih yang menggunakan hak pilihnya sesuai dengan TPS yang terdata masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Sedangkan DPTb sendiri adalah daftar pemilih yang sudah terdaftar dalam DPT akan tetapi tidak dapat menggunakan hak pilihnya di TPS domisili yang terdaftar dan ingin menggunakan melakukan pemungutan suara di TPS lain.
Terkait hal ini, Ketua KPU Kabupaten Gorontalo Utara Sofyan Jakfar mengakui bahwa dua pemilih DPTb yang mendapat lima surat suara terjadi karena murni kelalaian Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) TPS 04 Desa Motihelumo. Ia menegaskan, kelalaian ini juga telah diakui oleh KPPS dimaksud yang dalam sidang ini dihadirkan sebagai Pihak Terkait.
“Peristiwa ini sudah jadi konsumsi publik di kecamatan tersebut. Dengan demikian kami mempertimbangkan harus PSU,” katanya.
Sofyan menjelaskan, pihaknya telah memetakan potensi PSU untuk di TPS 04 Desa Motihelumo, Kec. Sumalata Timur, Kab. Gorontalo Utara, berdasar informasi yang diperoleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Sumalata Timur.
“Menurut PPK sudah ada saran perbaikan dari Panwaslu Kecamatan Sumalata Timur untuk melakukan perbaikan administrasi untuk dilakukan PSU,” jelas Sofyan.
Berdasar hasil klarifikasi yang dilakukan Panwaslu Kecamtab Sumalata Timur, kelalaian KPPS TPS 04 Desa Motihelumo, Kec. Sumalata Timur ini merupakan dugaan pelanggaran administrasi dan berujung pada keluarnya saran perbaikan dari Panwaslu Kecamatan Sumalata Timur.
“Saran perbaikan oleh Panwaslu Kecamatan Sumalata Timur menurut pencermatan Para Teradu telah beralasan menurut hukum serta memenuhi syarat untuk dilakukan PSU,” kata Noval.
Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis J. Kristiadi. Ia didampingi tiga Anggota Majelis dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Gorontalo, yaitu Sahmin Madina (unsur Masyarakat), Amin Abdullah (unsur Bawaslu), dan Sophian M. Rahmola (unsur KPU). [Humas DKPP]