Banda Aceh, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyelenggarakan sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) untuk perkara nomor 326-PKE-DKPP/XI/2019 di Kantor Panwaslih Provinsi Aceh, Kota Banda Aceh, Sabtu (8/2/2020).
Perkara ini diadukan oleh Ketua Umum Partai Nangroe Aceh (PNA), Irwandi Yusuf, yang memberikan kuasa kepada Isfanuddin Amir, Husni Bahri Tob, Haspan Yusuf Ritonga, Andi Lesmana, Muhammad Qodrat dan Yahya.
Melalui tim kuasanya, Irwandi mengadukan Ketua dan Anggota KIP Provinsi Aceh, yaitu Syamsul Bahri, Tharmizi, Munawarsyah, Muhammad dan Ranisah.
Kelimanya diadukan karena diduga telah menetapkan calon legislatif dari PNA menjadi legislator meskipun telah diberhentikan oleh partainya. Salah satu anggota dari tim kuasa Pengadu, Samsul Bahri, mengungkapkan bahwa hal ini berawal dari pertemuan antara beberapa perwakilan PNA dengan para Teradu di kantor KIP Provinsi Aceh pada 26 September 2019.
Dalam pertemuan itu, perwakilan PNA menyerahkan surat pemberhentian dua kadernya yang lolos sebagai Anggota DPR Aceh periode 2019-2024, yaitu Samsul Bahri bin Amiren dan M. Rizal Fahlevi Kirani.
Selain itu, perwakilan PNA juga menegaskan bahwa kepengurusan DPP PNA yang sah adalah kepengurusan yang dipimpin oleh Irwandi Yusuf selaku Ketua Umum.
Untuk diketahui, PNA tengah mengalami dualisme kepemimpinan dengan diadakannya Kongres Luar Biasa PNA beberapa waktu sebelum pemberhentian dua kader ini.
“Bahwa (Anggota KIP Aceh) Tharmizi mengatakan bahwasanya surat tersebut injury time, dimasukkan saat-saat akhir. Dikarenakan besok adalah hari Jumat yang berarti satu hari lagi kerja dan pada hari Senin (30 September 2019) dilakukan pelantikan. Dibutuhkan waktu untuk KIP Aceh menggelar pleno untuk surat tersebut dan mereka tidak yakin akan bisa menyelesaikannya pada hari Jumat sebelum pelantikan,” kata Husni.
Ia melanjutkan, KIP Provinsi Aceh tetap melantik Samsul Bahri dan M. Rizal Fahlevi Kirani yang telah diberhentikan keanggotaannya dari PNA. Dengan demikian, tambahnya, para Teradu pun diduga melanggar pasal 32 ayat (2) PKPU Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum.
Selain itu, Husni pun menuding para Teradu telah berpihak kepada dan telah memasuki ranah internal partai.
Menanggapi pokok aduan dari Pengadu, Anggota KIP Aceh, Tharmizi menegaskan bahwa pihaknya masih menganggap kepimpinan Irwandi Yusuf sebagai pengurus yang sah dari PNA.
Namun, ia menganggap bahwa pemberhentian kedua Calon Terpilih DPR Aceh sangat mepet dengan waktu pelantikan yang dijadwalkan pada 30 September 2019. Terpilihnya dua orang tersebut juga sudah ditetapkan dalam rapat pleno KIP Aceh pada 23 Agustus 2019 tanpa adanya keberatan dari saksi, pimpinan parpol dan Panwaslih Aceh.
Terlebih surat pemberhentian tersebut hanya ditandatangani oleh Irwandi Yusuf selaku Ketua Umum PNA. Menurut Tharmizi, seharusnya surat tersebut ditandatangani oleh Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal (Sekjen).
Ia menambahkan, hal ini juga sudah diatur dalam Peraturan Partai Nangroe Aceh (Peraturan PNA) Nomor 2 Tahun 2018 tentang Manajemen Administrasi PNA. Dalam aturan itu, terdapat pasal yang mengatur terkait otoritas penandatanganan jika Ketua Umum dan Sekjen berhalangan.
“Sehingga KIP Aceh meragukan terkait otoritas penandatanganan Surat dan Surat Keputusan (pemberhentian) yang dimaksud,” jelas Tharmizi.
Anggota KIP Aceh lainnya, Munarwansyah mengemukakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan KPU RI terkait hal ini. Ia menambahkan, KIP Aceh juga telah berkoordinasi dengan Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Aceh untuk menkonfirmasi kepengurusan DPP PNA yang sah.
Bantahan Saksi
Dalih para Teradu yang mendasarkan pada Peraturan PNA Nomor 2 Tahun 2018 tentang Manajemen Administrasi PNA pun dibantah oleh Husni. Ia memastikan aturan tersebut tidak dimiliki oleh PNA.
“Dari mana para Teradu mendapatkan aturan tersebut?” ujarnya dalam sidang.
Bantahan ini pun diperkuat oleh keterangan saksi yang dihadirkan oleh Pengadu. Saksi bernama Asiah, yang merupakan salah satu pengurus dalam DPP PNA kepemimpinan Irwandi Yusuf.
“Sejak berdiri pada 2013, PNA tidak memiliki aturan tentang otoritas penandatanganan partai untuk pemberhentian anggota,” jelas Asiah kepada majelis.
Selain Asiah, pihak Pengadu juga menghadirkan saksi ahli yang menjelaskan tentang tata cara menggantikan Calon Terpilih sebelum pelantikan berlangsung.
Sementara itu, dua Anggota Panwaslih Aceh turut dihadirkan sebagai Pihak Terkait. Anggota Panwaslih Aceh, Marini, mengungkapkan bahwa Panwaslih Aceh sama sekali tidak mengetahui tentang masalah ini karena tidak ada komunikasi yang dilakukan oleh pihak KIP Aceh.
Sidang ini dipimpin oleh Anggota DKPP, Dr Ida Budhiati selaku Ketua majelis. Ida didampingi oleh Anggota majelis yang terdiri dari Anggota DKPP, Prof. Teguh Prasetyo beserta Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Aceh, yaitu Fahrul Riza Yusuf (unsur Panwaslih) dan Muklir (unsur masyarakat). [Humas DKPP]