Padang, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara Nomor 209-PKE-DKPP/IX/2024 di Kantor KPU Provinsi Bengkulu, Kota Bengkulu, Kamis (31/10/2024).
Perkara ini diadukan oleh Septo Adinara memberikan kuasa kepada Suryadi.
Pihak Pengadu mengadukan Ketua dan tiga Anggota Bawaslu Provinsi Bengkulu, yaitu Faham Syah (Ketua), Eko Sugianto, Asmara Wijaya, dan Debisi Ilhodi. Keempat nama tersebut secara berurutan berstatus sebagai Teradu I sampai Teradu IV.
Dalam sidang ini, pihak Pengadu menyebut bahwa Para Teradu diduga melanggar asas integritas dan profesionalitas, dan kemandirian karena melakukan Penanganan Pelanggaran proses cepat yang tidak sesuai dengan Tata Cara, Prosedur dan Mekanisme Peraturan Perundang-undangan pada saat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pemilu Tahun 2024 di tingkat Provinsi Bengkulu.
Suryadi, selaku pihak yang diberi kuasa oleh principal, menyebut ada putusan Bawaslu yang memerintahkan KPU Provinsi Bengkulu dan KPU Kabupaten Bengkulu Tengah untuk melakukan penghitungan ulang suara DPRD Kabupaten pada lima TPS yang ada di Bengkulu Tengah.
Menurut Suryadi, putusan tersebut dilakukan dengan cara pemeriksaan acara cepat oleh Bawaslu Provinsi Bengkulu. Padahal, jelasnya, penentuan suara sah atau sah pada tahapan pemungutan dan penghitungan suara di TPS tidak dapat diproses dengan cara pemeriksaan acara cepat.
“Putusan Bawaslu Provinsi Bengkulu tersebut adalah tindakan diluar prosedur peraturan bawaslu Nomor 8 Tahun 2022,” jelas Suryadi.
Jawaban Teradu
Ketua Bawaslu Provinsi Bengkulu Faham Syah (Teradu I) membantah dalil yang disebutkan pihak Pengadu. Menurutnya, tindakan yang diambil oleh dirinya dan koleganya telah sesuai dengan pasal 41 ayat (1) huruf b dan ayat (3) Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2022 (Perbawaslu 8/2022).
Faham Syah berujar, pasal 41 ayat (1) huruf b Perbawaslu 8/2022 menyebut bahwa dugaan pelanggaran administratif Pemilu dalam pelaksaan rekapitulasi hasil penghitungan suara peserta Pemilu sebagai salah satu obyek pelanggaran yang dapat diselesaikan melalui pemeriksaan acara cepat.
Sedangkan pada pasal 41 ayat (3) Perbawaslu 8/2022 disebutkan bahwa dugaan pelanggaran administratif Pemilu dalam pelaksaan rekapitulasi hasil penghitungan suara peserta Pemilu merupakan dugaan pelanggaran administratif yang dilaporkan saat jajaran Bawaslu tengah mengawasi rekapitulasi hasil penghitungan suara.
Menurut Faham Syah, putusan Bawaslu Provinsi Bengkulu yang dilakukan dengan cara pemeriksaan acara cepat berawal dari keberatan yang disampaikan Saksi salah satu partai politik peserta Pemilu Tahun 2024.
“Peristiwa yang dilaporkan yaitu terdapat keberatan dari Saksi partai tersebut terkait adanya dugaan surat suara sah yang dijadikan suara tidak sah oleh KPPS. Keberatan itu pernah disampaikan dalam rekapitulasi ditingkat Kecamatan dan kabupaten tapi tidak ditindaklanjuti,” jelas Faham Syah.
Ia juga berdalih bahwa keberatan Saksi Partai Politik yang tidak ditindaklanjuti di tingkat kabupaten dapat ditindaklanjuti pada saat pleno rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tingkat Provinsi sebagaimana ketentuan pasal 59 ayat (6) PKPU Nomor 5 Tahun 2024.
Faham Syah juga menyebut tindakan Bawaslu Provinsi Bengkulu juga telah dikuatkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusan MK pada sidang PHPU Nomor 288-01-12-07/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024.
“Putusan MK tersebut membuktikan proses penanganan pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh Bawaslu Provinsi Bengkulu sudah tidak perlu diragukan kebenarannya sesuai Undang-Undang dan peraturan yang berlaku,” tandasnya.
Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis Muhammad Tio Aliansyah. Ia didampingi oleh dua Anggota Majelis dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Bengkulu, yaitu Qolbi Khoiri (unsur Masyarakat) dan Emex Verzoni (unsur KPU). [Humas DKPP]