Samarinda, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memeriksa Ketua dan dua Anggota Bawaslu Kabupaten Mahakam Ulu dalam sidang dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) untuk perkara Nomor 142-PKE-DKPP/IV/2025 di Kantor KPU Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Kota Samarinda, Rabu (24/9/2025).
Ketua dan dua Anggota Bawaslu Kabupaten Mahakam tersebut adalah Saaludin (Ketua), Leander Awang Ajaat dan Indra Parda Manurung. Ketiganya diadukan oleh Frederik Melawen karena diduga melakukan pembiaran kejadian kontrak politik yang dilakukan oleh salah satu pasangan calon (paslon) Bupati dan Wakil Bupati Mahakam Ulu, yaitu Owena Mayang Shari Belawan-Stanislaus Liah (selanjutnya disebut Owena-Stanislaus), dengan masyarakat.
Menurut pengadu, para teradu tidak mengeluarkan peringatan sama sekali bahwa kontrak politik pada masa kampanye Pilkada 2024 adalah kegiatan yang tidak diperbolehkan sehingga mengakibatkan Owena-Stanislaus didiskualifikasi oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
“Hal ini tentu merugikan Owena Mayang Shari Belawan-Stanislaus Liah. Seharusnya jika memang sejak awal dilarang Bawaslu Kabupaten Mahakam Ulu mengingatkan,” kata Frederik yang merupakan Sekretaris tim kampanye Owena-Stanislaus.
Dalam sidang ini diketahui bahwa Owena-Stanislaus didiskualifikasi oleh MK dalam sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) dengan putusan Nomor 224/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang dibacakan 24 Februari 2025.
Dalam putusan tersebut, MK menyatakan bahwa kontrak politik dianggap pelanggaran dari salah satu prinsip pemilu, yaitu prinsip bebas. Kontrak politik dipandang MK dapat membatasi kebebasan masyarakat untuk memilih sehingga diputuskan sebagai tindak pelanggaran pemilu.
Ketua Bawaslu Kabupaten Mahakam Ulu, Saaludin, mengakui bahwa pihaknya sama sekali tidak mengetahui bahwa kontrak politik adalah salah satu hal terlarang dalam Pilkada. Kepada majelis, Saaludin menyatakan bahwa pihaknya hanya menganggap kontrak politik sebagai komitmen terhadap visi misi paslon belaka.
“Terus terang penjelasan demikian (kontrak politik membatasi kebebasan pemilih, red.) baru kami pahami saat MK membacakan putusannya. Sebelumnya terus terang kami menganggap kontrak politik sebagai hal biasa, tidak sejauh itu menafsirkannya,” ungkap Saaludin.
Sementara Anggota Bawaslu Kabupaten Mahakam Ulu, Leander Awang Ajaat mengungkapkan bahwa saat masa kampanye Pilkada 2024 memang proses pengawasan jajaran Bawaslu Kabupaten Mahakam Ulu, mulai dari PKD hingga Panwascam, tidak pernah mencantumkan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Owena-Stanislaus.
Kendati demikian, Leander menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan langkah preventif dengan menyampaikan kepada setiap paslon agar tidak melakukan kegiatan yang berpotensi pada tindakan atau perbuatan yang melanggar ketentuan dalam proses kampanye.
“Kami juga telah mengadakan rapat evaluasi pelaksanaan pengawasan kampanye pada 27 Oktober 2024. Dalam rapat ini, paslon nomor urut 3 tidak pernah menanyakan soal strategi kampanye menggunakan kontrak politik ini,” jelasnya.
Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis, J. Kristiadi, yang didampingi tiga Anggota Majelis dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Kaltim, yaitu Hairul Anwar (unsur masyarakat), Wamustofa Hamzah (unsur Bawaslu), dan Abdul Qayyim Rasyid (unsur KPU). [Humas DKPP]