Bandung, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor: 83-PKE-DKPP/II/2025 di Kantor Bawaslu Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung, Selasa (8/7/2025).
Perkara ini diadukan oleh Garisah Idharul Haq. Ia mengadukan Ketua Bawaslu Kota Bekasi, Vidya Nurrul Fatiah, berserta dua anggotanya, yaitu: Muhammad Sodikin, dan Choirunnisa Marzoeki (masing-masing sebagai teradu I sampai III).
Para teradu didalilkan tidak profesional dalam menangani laporan dan diduga menghambat penanganan dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu, termasuk praktik politik uang pada pilkada tahun 2024.
Pengadu mengungkapkan ada kejanggalan penanganan laporan dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu, nomor 017 yang dilaporkan Saipulloh. Laporan tersebut dinyatakan tidak memenuhi unsur pelanggaran tindak pidana pemilu.
“Dalam laporan 017, terdapat rekomendasi sanksi kode etik kepada Anggota PPK Pondok Melati atas nama Hini Indrawati,” ungkap Garisah Idharul Haq, yang hadir secara daring.
Pengadu juga membuat laporan atas dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu secara terstruktur, sistematis, dan massif (TSM) di sejumlah kecamatan, termasuk Pondok Melati, dengan terlapor Sri Hini Indrawati.
Tetapi laporan dengan nomor 018 tersebut, oleh para teradu dinyatakan tidak memenuhi unsur dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu.
“Namun yang menjadi ganjalan adalah sebelum laporan dinyatakan tidak memenuhi unsur pelanggaran, ada pengembalian uang sebesar 300.000 yang dilakukan oleh Ma’mun Surahman selaku Anggota PPS Jatimelati kepada Bawaslu Kota Bekasi. Saat dilakukan kalrifikasi, uang tersebut didapatkan oleh Ma’mun Surahman sebagai uang ngopi dari Sri Hini Indrawati,”pengadu menambahkan.
Atas kejanggalan ini, pengadu menyesalkan para teradu tidak mendalami pengembalian uang oleh Ma’mun Surahman. Laporan pengadu diputuskan tidak memenuhi unsur pelanggaran tindak pidana pemilu tanpa kajian yang teliti dan cermat.
Bantahan Teradu
Para teradu membantah tidak profesional menangani laporan pengaduan dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu. Menurut para teradu, seluruh laporan pengaduan ditangani sesuai dengan prosedur dan peraturan perundang-undangan.
Teradu I, Vidya Nurrul Fatiah, mengungkapkan melalui rapat pleno bersama Sentra Penegakan Hukum Terpadu memutuskan laporan pengaduan nomor 017 tidak dapat dinaikan ke tahap penyidikan karena tidak cukup bukti dan tidak terpenuhi unsur tindak pidana.
Namun pihaknya merekomendasikan sanksi etik kepada PPK Kecamatan Pondok Melati, Sri Hini Indrawati. Hal tersebut berdasarkan sejumlah fakta yang terungkap dalam proses klarifikasi laporan pengaduan nomor 017.
“Dalam proses klarifikasi Sri Hini Indrawati, menemukan fakta bahwa terdapat inisiatif dari yang bersangkutan selaku PPK pada pilkada Kota Bekasi tahun 2024, untuk meminta tolong bantu suara pasangan calon nomor urut 03 dan tanpa ada instruksi dari siapapun,” ungkap teradu I.
Nasib serupa juga terjadi dengan laporan nomor 018. Para teradu melalui pleno bersama Sentra Penegakan Hukum Terpadu memutuskan tidak dapat menaikkan laporan ke tahap penyidikan karena tidak cukup bukti dan tidak terpenuhi unsur tindak pidana.
Terkait dengan dalil adanya pengembalian uang oleh Ma’mun Surahman saat proses klarifikasi, hal tersebut dibantah oleh teradu II, Muhamad Sodikin. Ia menyebut dalil tersebut mengada-ada dan tidak didukung dengan bukti yang kuat.
“Itu adalah dalil yang tidak terbukti dan tidak beralasan hukum sehingga patut untuk dikesampingkan,” tegasnya.
Sidang pemeriksaan dipimpin Ketua Majelis, Ratna dewi Pettalolo, didampingi Anggota Majelis Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Jawa Barat yakni Martinus Basuki Herlambang (unsur masyarakat), Hari Nazarudin (unsur KPU), dan Harminus Koto (unsur Bawaslu). (Humas DKPP)