Palu, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan nomor perkara 57-PKE-DKPP/III/2019 di Ruang Sidang KPU Provinsi Sulawesi Tengah, Jl. S. Parman, Besusu Tengah, Palu Timur, Kota Palu, Sulawesi Tengah, pada Jumat, (3/5/ 2019) , pukul 08.30 Wita.
Pengadu: Bayu Alexander Montang, anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tengah. Teradu: Abdul Malik Saleh, dan Christian A. Oruwo, sebagai ketua dan anggota Bawaslu Kabupaten Poso. Teradu lain: Fina Yanti Balanda, ketua Panwaslu Kecamatan Pamona Pusalemba. Masing-masing sebagai Teradu I, II, dan III.
Bertindak selaku Ketua Majelis Prof. Muhammad, anggota DKPP RI, dan anggota majelis Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sulawesi Tengah: Muhammad Tavip, unsur masyarakat; Sahran Raden, unsur KPU; Ruslan, unsur Bawaslu.
Agenda: mendengarkan pokok-pokok pengaduan Pengadu dan jawaban Teradu. Dalam sidang ini, Pengadu juga menghadirkan saksi-saksi. Mereka adalah Yosrol Marende, Efren Hardikson, Ariana N Lamondja, Pdt. Matana, Irfan Deny Pontoh, Raima Binti.
Pengadu mendalilkan, para Teradu diduga bertindak diskriminatif dan menyalahi Ketentuan Peraturan Perundang-undangan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya pada bulan Agustus 2018. Teradu III melakukan pengawasan terhadap kegiatan reses Pengadu selaku Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, padahal saat itu belum masuk tahapan kampanye.
Pokok pengaduan lain, Teradu I dan Teradu II diduga tidak Profesional dalam menangani proses laporan Pengadu terkait pengrusakan alat peraga kampanye yang dilakukan oleh Teradu III yang mengabaikan prosedur dan ketentuan perundang-undangan.
Pokok pengaduan terakhir, Teradu I dan Teradu II bersikap tidak profesional dalam menindaklanjuti dugaan pelanggaran tindak pidana Pemilu. Pengadu telah ditetapkan menjadi tersangka secara sepihak dan dilaporkan terkait laporan a quo atas nama pribadi Teradu II.
Dalam jawaban tertulis secara kolektif, para Teradu membantah semua dalil pokok-pokok pengaduan Pengadu dan bertentangan dengan fakta. Terkait dengan kegiatan reses Pengadu di Desa Dulumai pada 8 Agustus 2018, Teradu III tidak pernah menugaskan anggota manapun untuk mengawasi Pengadu dalam pelaksanaan reses di Desa Dulumai.“Teradu III tidak pernah melaporkan Pengadu kepada pihak kepolisian sebagaimana didalilkan oleh Pengadu,” katanya.
Ada pun terkait dengan alat peraga kampanye, hasil kajian dari Divisi Penindakan menyimpulkan alat peraga kampanye milik Pengadu melanggar PKPU No. 23 Tahun 2018 jo PKPU No. 28 Jo PKPU 33Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu dan Keputusan KPU Kabupaten Poso No. 2292/PP.04-kpts/7202/KPU.Kab/X/2018 tentang Penetapan Lokasi Pemasangan Alat Peraga Kampanye Pemilu 2019 dengan memperhatikan PP Nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan dan Rekomendasi Dinas PUPR Kabupaten Poso Nomor:651.2/483/PUPR/2018 tanggal 20 September tentang Pemasangan Alat Peraga Kampanye di Ruang Milik Jalan dan Ruang Manfaat Jalan yang menyatakan bahwa Alat Peraga Kampanye dapat dipasang minimal 2 meter dari badan jalan.
“Dalam keterangan klarifikasi Pelapor (sekarang Pengadu) pada tanggal 22 Januari 2019, Pengadu sendiri mengakui bahwa jarak alat peraga kampanye (neon box) milik Pengadu berada di luar pagar rumah Pengadu dan hanya berjarak 1,5 meter dari badan jalan,” katanya.
Sementara itu, terkait tindak pidana Pemilu yang dilakukan oleh Pengadu telah berkekuatan hukum tetap (inkrach van gewijsde) berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 285 huruf (a) melalui putusan Pengadilan Negeri Poso dan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah. Maka KPU Provinsi Sulawesi Tengah telah menyatakan Pengadu tidak memenuhi syarat sebagai calon anggota legislatif. “Maka proses penanganan proses tindak pidana yang dilakukan oleh Bawaslu Kabuapten Poso dalam hal ini Teradu I dan II, sudah dinyatakan berdasar secara hukum sehingga patut dinyatakan telah tepat dan benar,” pungkasnya. [Bahan: Dina Penulis: Teten]