Palangkaraya, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu perkara nomor 60-PKE-DKPP/IV/2019 di Kantor Bawaslu Provinsi Kalimatan Tengah, Palangkaraya, Senin (29/4/2019).
Sidang ini diagendakan untuk mendengarkan pokok pengaduan dari Pengadu dan jawaban Teradu. Perkara ini diadukan oleh Luthfi Fauzi, dengan pihak Teradu yaitu Yosafat Ericktovia Kawung selaku Ketua Bawaslu Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, serta dua anggotanya, Wahyuni dan Anita Fransiska.
Dalam pokok aduannya, Pengadu mempermasalahkan surat terbuka yang dibuatnya dan ditujukan kepada para Teradu pada 11 Januari 2019.
“Surat tersebut terkait kesalahan penanggalan yang dilakukan para teradu atas surat panggilan klarifikasi yang disampaikan kepada Pengadu. Namun permintaan meralat kesalahan surat tersebut tidak dilakukan dan Pengadu menganggap para Teradu bekerja tidak cermat dan bersikap arogan,” kata Luthfi.
Ia juga meminta DKPP untuk memeriksa rekaman percakapan Anita Fransiska selaku Teradu III dengan Pengadu yang terjadi sebelum undangan klarifikasi yang dibuat Bawaslu Kabupaten Katingan disampaikan. Dalam persidangan, terungkap bahwa undangan klarifikasi dibuat oleh Bawaslu Kabupaten Katingan dan ditujukan kepada sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Katingan yang diduga melanggar netralitas dalam Pemilu 2019.
Selain itu, Luthfi juga meminta DKPP untuk memeriksa Wahyuni selaku Teradu II atas postingannya dalam media sosial Facebook yang dianggap telah memperlakukan marwah Bawaslu Kabupaten Katingan selaku lembaga Penyelenggara Pemilu. Luthfi mengatakan, nama akun Facebook milik Teradu II tidak sesuai dengan nama aslinya karena menggunakan nama “Bagonk Castano”. Nama ini, dikatakan Luthfi, telah mencoreng marwah Bawaslu Kabupaten Katingan sebagai lembaga penyelenggara Pemilu.
Dalam persidangan, Yosafat sendiri mengakui adanya kesalahan dalam pembuatan surat klarifikasi yang ditujukan kepada sejumlah ASN di Kabupaten Katingan. Kesalahan itu, katanya, terkait pada pengetikan waktu pembuatan surat.
“Teradu (sudah) mengirimkan surat ralat dan permohonan maaf,” tutur Yosafat.
Yosafat juga membantah dalil Luthfi yang menyebut dirinya dan anggota Bawaslu Kabupaten Katingan bertindak sewenang-wenang dan arogan karena tidak memberikan ruang kepada masyarakat untuk mengoreksi kesalahan. Menurutnya, Bawaslu Kabupaten Katingan sudah mengirimkan surat ralat dan permohonan maaf kepada sejumlah ASN yang akan dimintai klarifikasi, sebelum Luthfi membuat surat terbuka dalam akun media sosial yang menuntut Bawaslu Kabupaten Katingan untuk memperbaiki surat klarifikasi.
Dalam pokok aduan Pengadu, Yosafat diduga telah melanggar Pasal 2, Pasal 3, Pasal 101 dan Pasal 104 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Bahwa dalil Pengadu tersebut sangat bias dan obscuurlibel (kabur) serta tidak bersesuaian dengan fakta terhadap langkah-langkah klarifikasi yang telah dilaksanakan oleh Teradu,” jelas Yosafat.
Sementara itu, Wahyuni selaku Teradu II juga membantah dalil aduan dari Luthfi yang menyebut dirinya telah mempermalukan marwah lembaga penyelenggaa Pemilu melalui postingan akun facebook miliknya. Menurut Wahyuni, dalil Luthfi hanya berdasar asumsi subyektif saja.
Oleh Pengadu, Wahyuni diduga melanggar Pasal 2, Pasal 3, Pasal 101 dan Pasal 104 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Terkait nama akun facebook miliknya, Wahyuni mengatakan bahwa penggunaan nama “Bagonk” merupakan nama panggilan yang diberikan oleh keluarga atau lingkungan dekatnya.
“Account Facebook Teradu II tersebut lebih dahulu dibuat sebelum Teradu diangkat sebagai Komisioner atau Anggota Bawaslu Kabupaten Katingan,” jelasnya.
“Bahwa pada pokoknya Teradu II menolak dengan tegas seluruh dalil Pengadu, terkecuali pada dalil yang diakui kebenarannya secara tegas oleh Teradu II,” tegasnya menambahkan.
Bantahan terhadap dalil aduan juga dilakukan oleh Teradu III, Anita Fransiska. Dalam persidangan ia membantah tuduhan Luthfi yang menyebutnya telah mengatur jalannya klarifikasi untuk memudahkan salah satu ASN yang diundang oleh Bawaslu Kabupaten Katingan. Dalam dalil aduan, ia diduga telah melanggar Pasal 2, Pasal 3, Pasal 101 dan Pasal 104 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Anita mengakui, dirinya memang telah berkomunikasi dengan salah satu ASN. Namun, komunikasi ini bukanlah untuk “mengatur” proses klarifikasi, melainkan hanya berupa konfirmasi, himbauan dan penjelasan umum darinya kepada ASN yang bersangkutan.
“Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas maka Teradu III tidak melakukan pelanggaran Kode Etik sebagaimana yang didalilkan oleh Pengadu, sebab seluruh rangkaian pelaksanaan tugas dan kewenangan Teradu dilakukan dengan tetap berpedoman pada ketentuan hukum terkait, petunjuk pelaksanaan teknis, kode etik dan prinsip-prinsip perilaku Penyelenggara Pemilu,” urai Anita.
Sebelumnya, Pengadu sempat menyebut bahwa Anita telah menghimbau salah satu ASN untuk tetap datang dalam proses klarifikasi Bawaslu Kabupaten Katingan. Bahkan, Pengadu juga mengungkap bahwa Anita telah “mengatur” proses klarifikasi untuk memudahkan ASN tersebut.
Namun, ucapan Pengadu dibantah oleh saksi yang juga dihadirkan olehnya, Surya Melky. Berdasarkan kesaksiannya, Surya Melky tidak pernah mendengarkan Anita berkata sebagaimana yang disebutkan oleh Pengadu. Sebagaimana diketahui, Surya Melky merupakan ASN yang berkomunikasi dengan Anita.
Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Ida Budhiati selaku Anggota DKPP RI bersama Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Kalimantan Tengah, yaitu Jius Jarias (Unsur Masyarakat), Rudyanti Dorotea Tobing (Unsur Bawaslu), Eko Wahyu Sulistiobudi (Unsur KPU). [Wildan]