Jayapura, DKPP − Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) dengan nomor perkara 128-PKE-DKPP/IV/2025 di Bawaslu Provinsi Papua, Kota Jayapura pada Kamis (31/7/2025).
Perkara ini diadukan oleh Amos Kayame yang memberikan kuasa kepada Hazairin dan Kiky Saepudin. Pengadu mengadukan Ketua Bawaslu Kabupaten Paniai, Stepanus Gobai.
Teradu didalilkan telah melakukan kericuhan dan memancing keributan yang membuat pelaksanaan rapat pleno rekapitulasi tingkat Kabupaten Paniai berjalan tidak kondusif.
Selain itu teradu juga diduga mengeluarkan surat rekomendasi pembatalan rapat pleno rekapitulasi secara sepihak. Hazairin, selaku kuasa dari pengadu menduga bahwa teradu secara sepihak mengeluarkan surat penundaan pleno dan dua surat rekomendasi pembatalan rapat pleno rekapitulasi suara tanpa melalui mekanisme rapat pleno Bawaslu.
“Keputusan tersebut bahkan mendapat tanggapan dan klarifikasi resmi dari dua anggota Bawaslu Paniai lainnya, yang merasa tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan,” ungkap Hazairin.
Sementara itu, Stepanus Gobai selaku Ketua Bawaslu Kabupaten Paniai membantah dalil aduan yang disampaikan oleh pengadu. Ia menyatakan, keputusan yang diambil telah dilakukan secara profesional dan penuh pertimbangan terhadap aturan perundang-undangan yang berlaku.
Ia menjelaskan bahwa bahwa keributan saat proses rapat pleno rekapitulasi bukan disebabkan olehnya, melainkan akibat keberatan dari para saksi paslon yang menilai adanya kejanggalan dalam hasil yang dibacakan.
“Dalam situasi itu, saya menjalankan fungsi pengawasan dengan mengusulkan agar rekapitulasi distrik yang bermasalah ditunda sementara, dan distrik yang tidak bermasalah diprioritaskan untuk dibacakan, tanpa pernah menyarankan pembatalan proses rekapitulasi,” tegas Stepanus Gobai.
Terkait tudingan surat rekomendasi yang dikeluarkan secara sepihak, teradu menyatakan bahwa dirinya telah berupaya mengajak dua anggota Bawaslu lainnya untuk rapat melalui undangan resmi.
Namun, hingga batas waktu yang diperlukan untuk merespons tuntutan masyarakat dan tim paslon, keduanya tidak merespons maupun hadir, sehingga surat rekomendasi tersebut terpaksa dikeluarkan sendiri oleh teradu.
“Surat penundaan dan rekomendasi pembatalan pleno dikeluarkan sebagai respons terhadap situasi di lapangan yang dinilai tidak kondusif serta adanya banyak pengaduan dari masyarakat dan tim paslon,” ucapnya.
Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis, Muhammad Tio Aliansyah. Didampingi tiga Anggota Majelis dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Papua Tengah antara lain, Nicodemus Rahanra (unsur masyarakat), Sepo Nawipa (unsur KPU), dan Yonas Yanampa (unsur Bawaslu). [Humas DKPP]