Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 178-PKE-DKPP di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, pada Rabu (17/9/2025).
Perkara ini diadukan Sri Afrianis dan Dudy Agung Trisna yang memberikan kuasa kepada Ibnu Syamsu Hidayat, dan Kawan-kawan.
Pengadu mengadukan Ketua KPU RI, Mochammad Afifuddin (Teradu I), beserta lima anggotanya, yaitu: Idham Holik, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, August Mellaz, dan Betty Epsilon Idroos (masing-masing sebagai Teradu II sampai VI). Pengadu juga mengadukan Sekretaris Jendral KPU RI, Bernard Dermawan Sutrisno (Teradu VII).
Pengadu mendalilkan para teradu melakukan pelanggaran KEPP terkait pengadaan sewa private jet (pesawat jet pribadi) dengan dalih memberikan dukungan logistik pada Pemilu Tahun 2024.
Pengadu, dalam pokok aduannya, menguraikan bahwa penggunaan pesawat private jet sebagai praktik gaya hidup mewah yang dipertontonkan para teradu.
“Terungkap praktik gaya hidup mewah yang dipertontonkan para Teradu, mulai penggunaan apartemen mewah sampai dengan sewa pesawat private jet,” ungkap kuasa pengadu, Ibnu Syamsu Hidayat.
Kuasa pengadu menemukan sejumlah kejanggalan dalam pengadaan sewa private jet tersebut. Diketahui, dalam Rencana Umum Pengadaan (RUP), terdapat mata anggaran paket belanja sewa dukungan kendaraan distribusi logistik senilai Rp49,19 milyar.
Dalam paket ini tidak ada kejelasan kendaraan apa yang disewa oleh KPU RI serta tanggal pengadaannya. Menurut pengadu, telah diumumkan bahwa pengadaan dilakukan pada 1 November 2024, sementara pekerjaan pengadaan dilakukan pada Januari – Februari 2024.
Private jet yang disewa KPU RI diduga dipakai para teradu tidak sesuai peruntukannya. Pernyataan para teradu di sejumlah media massa mengatakan private jet tersebut sedianya dipakai untuk monitoring dan pengiriman logistik pemilu.
Kuasa pengadu menambahkan bahwa pihaknya mendapatkan informasi yang menyebutkan pengadaan sewa private jet ini tidak hanya dilakukan pada periode Januari – Februari 2024, tetapi hingga bulan Juni 2024.
“Artinya ini sudah jauh melewati masa tahapan distribusi logistik. Jika terbukti benar, patut dicurigai ada permainan di internal KPU RI, serta pengadaan yang tidak sesuai peruntukannya bukan hanya soal pemborosan anggaran, tetapi mengindikasikan kerugian keuangan negara,” tambahnya.
Kuasa pengadu juga menyoroti ketidakberesan pengadaan paket belanja sewa dukungan kendaraan distribusi logistik, dimana terdapat dua kontrak yang sama oleh satu penyedia yaitu PT Alfalima Cakrawala Indonesia dengan nilai Rp65,49 milyar.
Penyedia tersebut juga diketahui baru berdiri pada tahun 2022 dan belum memiliki pengalaman melaksanakan tender pemerintah. Dari penelusuran pengadu juga diperoleh temuan dalam situs LKPP, Perusahaan tersebut dikualifikasikan sebagai usaha kecil.
“Total anggaran dari dua kontrak ini mencapai Rp65,49 milyar, padahal di RUP pagunya hanya Rp46,19. Jika dihitung selisihnya Rp19 milyar lebih Ini membuktikan adanya indikasi mark-up dalam penyewaan private jet,” paparnya.
Jawaban Teradu
Para teradu membantah seluruh dalil aduan yang disampaikan kuasa pengadu terkait penggunaan dan sewa private jet oleh KPU RI. Hal tersebut dilakukan sebagai langkah operasional strategis dalam kondisi situasi luar biasa dan bukan pelanggaran hukum.
Teradu I, Mochammad Afifuddin, mengungkapkan bahwa salah satu pertimbangan penggunaan dan sewa private jet adalah masa kampanye pemilu tahun 2024 hanya 75 hari, sedangkan pemilu tahun 2019 selama 203 hari.
“Konsekuensinya adalah pengadaan dan distribusi logistik praktis dilakukan hanya 75 hari. Dalam waktu yang sangat sempit tersebut, KPU RI wajib memantau dan memastikan kesiapan dan distribusi logistik ke berbagai daerah di seluruh Indonesia,” tegasnya.
Moda transportasi regular, sambung Afifuddin, tidak kompatibel untuk memenuhi kecepatan yang dibutuhkan. Untuk pesawat komersil reguler dengan jadwal penerbangan yang terbatas dan beresiko keterlambatan.
Selain itu, KPU RI telah memetakan masalah pemilu tahun 2024, salah satunya distribusi logistik pemilu. Oleh karenanya, penggunaan dan sewa private jet menjadi kebijakan yang diambil untuk menyelesaikan persoalan dimaksud.
“Penggunaan anggaran terkait pengadaan sewa private jet telah sesuai peraturan perundang-undangan terkait pengadaan barang/jasa pemerintah. Seluruh prosesnya telah transparan, terdata, dan telah diaudit BPK,” tegasnya.
Afifuddin juga membantah angka-angka yang disampaikan kuasa pengadu terkait pengadaan sewa private jet. Menurut dia, justru KPU RI melakukan penghematan sebesar Rp19,29 milyar dari kontrak awal sebesar Rp65,49 milyar.
“Kontrak awal sebesar Rp65,49 milyar tetapi untuk pembayarannya menjadi Rp49,19 milyar setelah dilakukan reviu oleh Inspektorat Utama Setjen KPU. Artinya ada efisiensi sebesar Rp12 milyar lebih,” Afif menjelaskan.
Sebagai informasi, sidang pemeriksaan ini dipimpin oleh Ketua Majelis, Heddy Lugito, didampingi Anggota Majelis terdiri dari J. Kristiadi, Ratna Dewi Pettalolo, dan I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi. (Humas DKPP)