Ambon, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu perkara nomor 153-PKE-DKPP/IV/2019 di Kantor Bawaslu Provinsi Maluku, Senin (8/7) pukul 17.30 WIT. Sidang ini diagendakan untuk mendengarkan pokok pengaduan dari Pengadu dan jawaban Teradu.
Teradu dalam perkara ini adalah Maksimus Lefteuw, Assyujudiah A. Hanubun, dan Essau Frets Mouw masing-masing selaku Ketua dan Anggota Bawaslu Kab. Maluku Tenggara. Teradu lain yakni Basuki Rahmat Oat, Muhammad Toha Narew, Melkior Roy Renel, Johanis Paulus Toatubun, dan Arif Rahakbauw, selaku Ketua dan Anggota Bawaslu Kab. Maluku Tenggara. Mereka diadukan oleh Pius Krisno Famar (Advokat).
Dalam pokok aduannya kepada Bawaslu Kabupaten Maluku Tenggara, Pengadu mendalilkan bahwa sikap dan tindakan Teradu telah melanggar kode etik penyelenggara Pemilu karena mengeluarkan keputusan untuk menyelenggarakan Pemungutan Suara Ulang melewati tenggang waktu 10 (sepuluh) hari sebagaimana diamanatkan undang-undang Pemilu.
Sementara kepada Ketua dan Anggota KPU Kab. Maluku Tenggara, Pengadu mengadukan terkait tidak diselenggarakannya Pemungutan Suara Ulang (PSU) sebagaimana rekomendasi Bawaslu Kab. Maluku Tenggara dengan alasan masih meminta pendapat Bawaslu Provinsi dan Bawaslu RI.
Untuk menguatkan dalil aduannya, Pengadu bahkan menghadirkan saksi a.n Vinsensius Resubun. Saksi ini mempertanyakan kebenaran alasan KPU tersebut ke Bawaslu RI. Saksi memperoleh informasi bahwa KPU Kab. Maluku Tenggara tidak pernah meminta pendapat Bawaslu RI mengenai permasalahan PSU tersebut.
Dalam sidang, para Teradu membantah seluruh dalil aduan serta bukti-bukti yang disampaikan Pengadu. Menurut Teradu a.n Maksimus, dalil aduan Pengadu berlandaskan pada asumsi dan imajinasi yang tidak mendasar.
“Putusan acara cepat pelanggaran administrasi Pemilihan Umum Bawaslu Kabupaten Maluku Tenggara merupakan bentuk keseriusan dan profesionalitas Bawaslu Kab. Maluku Tenggara terhadap penanganan pelanggaran yang terjadi,” tegas Maksimus.
Untuk diketahui, tanggal 04 Mei 2019 KPU Kab. Maluku Tenggara menerima salinan Putusan Bawaslu Nomor 001/ADM/BWSL-KAB.MALRA/PEMILU/V/2019 tanggal 03 Mei 2019, hal ini ditindaklanjuti segera dengan melakukan Rapat Pleno menindaklanjuti rekomendasi tersebut.
“Isi putusan itu bertentangan dengan Ketentuan Pasal 373 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang menyebutkan bahwa pelaksanaan PSU paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah hari Pemungutan Suara”, kata Rahmat.
Pernyataan ini dikuatkan oleh Teradu a.n Basuki. “Dengan demikian, tanggal 27 April 2019 adalah hari paling lambat untuk adanya rekomendasi dimaksud. Artinya kami telah melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilu dengan tepat waktu sesuai Pasal 20 huruf (a) UU Nomor 7 Tahun 2017,” kata Basuki.
Para Teradu menjelaskan bahwa mereka baru mengetahui Bawaslu RI tidak mengeluarkan Putusan karena permohonan koreksi tersebut tidak diantar langsung ke Bawaslu RI.
“KPU Kab. Maluku Tenggara menyampaikan berkas permohonan koreksi atas 4 (empat) Putusan Sidang Acara Cepat pelanggaran Administrasi Pemilu yang dikeluarkan Bawaslu Kabupaten Maluku Tenggara kepada Bawaslu RI di Jakarta pada tanggal 24 Juni 2019,” lanjut Basuki.
Anggota TPD unsur masyarakat Barnabas Dumas Manery bertanya kepada saksi yang dihadirkan oleh pihak Pengadu yakni Vinsensius Resubun. “Saudara Vinsen, kapan saudara ke Bawaslu RI dan bertemu dengan siapa?,” tanya Dumas.
“Saya ke Bawaslu RI tanggal 24 Mei yang Mulia, saya bertemu dengan staf Bawaslu RI a.n Miki yang Mulia,” jawab Vinsensius.
Persidangan hari ini selain menghadirkan saksi Vinsensius Resubun dan Antonius Resubun sebagai saksi Pengadu juga menghadirkan saksi dari pihak Teradu Bawaslu Kab. Maluku Tenggara yakni Andreas Resubun, Barnabas Dumatubun, Petrus D. Lefteuw, dan Trikoliwa Notanubun.
Bertindak selaku ketua majelis, Rahmat Bagja, bersama Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Maluku yakni Barnabas Dumas Manery (unsur Masyarakat), Engelbertus Dunatubun (unsur KPU), dan Astuti Usman (unsur Bawaslu). (Columbus)