Medan, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) untuk perkara nomor 14-PKE-DKPP/III/2022 di Kantor Bawaslu Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Kota Medan, Senin (28/3/2022).
Perkara ini diadukan oleh Suaizisiwa Duha. Ia mengadukan empat penyelenggara pemilu Sumut yang di antaranya adalah dua Anggota Bawaslu Kabupaten Nias Selatan, yaitu Pilipus Famazokhi Sarumaha (Teradu I) dan Alismawati Hulu (Teradu II).
Sementara dua Teradu lainnya Staf Bawaslu Kabupaten Nias Selatan adalah Fredikus Famalua Sarumaha (Teradu III) dan Ketua Bawaslu Provinsi Sumut, Syafrida R. Rasahan (Teradu IV).
Dalam pokok aduannya, Suaizisiwa menduga Teradu I dan Teradu II telah berpihak kepada pasangan calon (Paslon) nomor urut 2 dalam Pilkada Nias Selatan Tahun 2020, Idealismen Dachi – Sozanolo Ndruru (Idealismen-Sozanolo).
Dugaan ini berkaitan dengan sanksi peringatan tertulis dari Bawaslu Nias Selatan kepada KPU Kabupaten Nias Selatan akibat tidak dilaksanakannya rekomendasi tentang pelanggaran administrasi paslon nomor urut 1, Hilarius Duha-Firman Giawa (Hilarius-Firman).
Padahal menurut Suaizisiwa, KPU Kabupaten Nias Selatan telah menyampaikan surat tindak lanjut rekomendasi Bawaslu Kabupaten Nias Selatan melalui surat nomor 1227/PY.02.1-SD/1214/KPU-KaB/XII/2020 pada tanggal 24 Desember 2020 dan 03/PY.02.1-SD/1214/KPU-KAB/I/2020 pada 2 Januari 2021.
Suaizisiwa juga menyebut Teradu II menyampaikan keterangan palsu (kebohongan) terkait hubungan antara Teradu I Paslon Idealismen Dachi – Sozanolo Ndruru dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) dan ketidakhadiran Sentra Gakkumdu di Sekretariat Sentra Gakkumdu.
Sementara, Teradu III didalilkan atas sejumlah dugaan pelanggaran KEPP, di antaranya melawan oknum polisi yang sedang melaksanakan tugas serta mendapatkan dokumen rahasia negara tanpa izin yang digunakan untuk mengadukan Ketua Bawaslu Nias Selatan, Harapan Bawaulu, ke DKPP.
“Bagaimana mungkin seorang staf diberikan izin memegang dokumen negara untuk mengadukan Ketuanya sendiri?” kata Suaizisiwa.
Teradu IV disebut Suaizisiwa telah mengeluarkan pernyataan yang bersifat fitnah tentang Paslon nomor urut 1, Hilarius Duha-Firman Giawa dengan menyebut paslon tersebut menghadiri undangan klarifikasi KPU Kabupaten Nias Selatan tetapi absen saat Bawaslu Kabupaten Nias Selatan mengundang untuk meminta klarifikasi.
Menurut Suaizisiwa, KPU Kabupaten Nias Selatan tidak pernah mengundang Hilarius Duha-Firman Giawa untuk meminta klarifikasi.
“Saya menduga ada konspirasi antara Teradu IV dengan Teradu I dan Teradu II untuk menjatuhkan Hilarius-Firman,” katanya.
Sidang ini diadakan secara hibrida karena sejumlah pihak mengikuti sidang melalui daring. Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis, Prof. Muhammad dengan tiga Anggota Majelis, yaitu Dr. Iskandar Zulkarnain, M.Si. (TPD Provinsi Sumut unsur Masyarakat), Herdensi (TPD Provinsi Sumut unsur KPU), dan Suhadi Sukendar Situmorang, SH., MH. (TPD Provinsi Sumut unsur Bawaslu).
Jawaban Teradu
Teradu I, Pilipus Famazokhi Sarumaha membantah dalil yang menyebutkan dirinya dan Alismawati memberikan surat peringatan kepada KPU Nias Selatan sebagai bentuk dukungan kepada Idealismen-Sozanolo dalam Pilkada Nias Selatan Tahun 2020.
Menurutnya, pertimbangan sanksi yang dijatuhkan kepada KPU Nias Selatan telah jelas tercantum dalam surat yang dikirimkan Bawaslu Nias Selatan kepada KPU Nias Selatan dan bukan untuk mendukung Idealismen-Sozanolo.
“Keputusan Bawaslu Nias Selatan memberikan sanksi peringatan tertulis kepada KPU Nias Selatan diambil dalam rapat pleno 3 orang ketua dan anggota Bawaslu Nias Selatan,” kata Pilipus.
Ia juga menegaskan bahwa sanksi tersebut merupakan kewenangan dari Bawaslu Nias Selatan karena memang KPU Nias Selatan tidak melaksanakan rekomendasi Bawaslu Nias Selatan.
Pilipus menambahkan, pihaknya juga telah diaudit oleh Bawaslu RI dan Bawaslu Provinsi Sumatera Utara untuk seluruh tahapan dan prosedur penanganan pelanggaran administratif pemilihan.
“Bawaslu Nias Selatan tidak mendapatkan sanksi ataupun teguran dari Bawaslu Provinsi Sumatera Utara dan Bawaslu RI,” jelasnya.
Bantahan juga dilontarkan oleh Alismawati. Kepada majelis, ia membantah bahwa dirinya menyampaikan keterangan palsu dalam sidang MK terkait hubungan antara Pilipus dengan Idealismen-Sozanolo.
“Sepengetahuan Teradu II, Teradu I memang tidak memiliki hubungan darah dengan Paslon Pilkada Idealisman Dachi-Sozanolo Ndruru,” ujarnya.
Alismawati juga menjelaskan tentang dalil yang menuding dirinya telah menyebut ketidakhadiran Sentra Gakkumdu di Sekretariat Sentra Gakkumdu.
Menurutnya, hal ini berawal saat Pengadu datang ke Kantor Bawaslu Nias Selatan untuk memberikan laporan. Dalam kesempatan tersebut, katanya, Suaizisiwa justru menyatakan tidak memberikan laporan sebelum adanya kejaksaan dan kepolisian di Kantor Bawaslu Nias Selatan.
“Saya pun menjelaskan bahwa tidak ada kewajiban bagi kepolisian dan kejaksaan selaku unsur dalam Sentra Gakkumdu untuk menerima setiap laporan dugaan tindak pidana pemilu,” ungkap Alismawati.
Ia berpendapat bahwa hal ini telah sesuai dengan Pasal 15 ayat (2) Perbawaslu Nomor 8 tahun 2020 tentang Penanganan Pelanggaran Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.
Sementara itu, Fredikus selaku Teradu III membantah telah melawan oknum polisi yang tengah melaksanakan tugas. Menurutnya, hal ini bermula saat ia pulang kerja dengan seorang pamannya.
Saat itu, ungkapnya, ia dan pamannya berhenti di tengah perjalanan untuk membeli daun sirih. Kemudian, datanglah polisi yang menyebut pamannya telah melanggar aturan lalu lintas karena tidak menggunakan helm.
“Padahal paman saya hanya melepas helmnya saat membeli sirih. Polisi tersebut tetap memaksa untuk melakukan penilangan, hingga timbullah perdebatan,” ungkapnya.
Masalah ini disebut Fredikus diselesaikan secara damai oleh keluarganya dengan pihak kepolisian di kantor polisi setempat.
Selanjutnya, Fredikus juga membantah telah membocorkan dokumen negara milik Bawaslu Nias Selatan saat mengadukan Ketua Bawaslu Nias Selatan, Harapan Bawaulu, ke DKPP.
Kepada majelis, ia mengatakan bahwa dokumen tersebut ia gunakan semata-mata untuk kepentingan penegakan KEPP, bukan untuk kepentingan pribadi.
Dalam pandangan Fredikus, Harapan memang melakukan pelanggaran KEPP kala itu sehingga ia menggunakan dokumen-dokumen milik Bawaslu Nias Selatan untuk dijadikan bukti dalam sidang di DKPP.
“Teradu III berkeyakinan bahwa dokumen-dokumen tersebut tidak akan menyebar kemana-mana dan akan terjaga utuh oleh lembaga DKPP RI,” jelasnya.
Sementara, Syafrida selaku Teradu IV mengungkapkan bahwa pernyataannya kepada media massa berdasar dari laporan yang diterimanya dari Ketua dan Anggota Bawaslu Nias Selatan.
Ia mengungkapkan bahwa dirinya tidak hanya berkomunikasi dengan Pilipus dan Alismawati saja, tetapi juga melakukan komunikasi dengan Ketua Bawaslu Nias Selatan, Harapan Bawaulu. Hal ini juga dikonfirmasi oleh Harapan dalam sidang.
Syafrida pun menolak disebut melakukan konspirasi dengan Pilipus dan Alismawati untuk menjatuhkan Hilarius Duha-Firman Giawa. [Humas DKPP]