Jakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memeriksa 12 penyelenggara pemilu dalam sidang pemeriksaan terhadap dua perkara dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP), yaitu perkara Nomor Nomor 51-PKE-DKPP/I/2025 dan 54-PKE-DKPP/I/2025. Sidang pemeriksaan ini dilakukan secara hibrida, Kamis (13/2/2025).
Dua belas penyelenggara pemilu yang diperiksa di antaranya berasal dari KPU Kabupaten Buton Tengah (selanjutnya disebut KPU Buton Tengah) dan Bawaslu Kabupaten Buton Tengah (selanjutnya disebut Bawaslu Buton Tengah). Sebagai pengadu dalam perkara adalah Tasman yang memberikan kuasa kepada Imam Ridho Angga Yuwono dan La Ode Sakiyddin.
Kedua perkara ini berkaitan dengan dugaan ketidaknetralan ketua dan anggota KPU Buton Tengah dalam tahapan Pilkada 2024 dengan memerintahkan jajaran penyelenggara pemilu tingkat ad hoc untuk mendukung salah satu calon kepala daerah.
Dalam perkara Nomor 54-PKE-DKPP/I/2025, pihak pengadu mengadukan Ketua dan empat Anggota KPU Buton Tengah, yaitu La Ode Abdul Jinani (Ketua), Darwin, La Zaula, Masurin, dan Karlianus Poasa. Selain itu, pihak pengadu juga turut mengadukan Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Mawasangka bernama Abdul Haris Haery.
Menurut Imam Ridho, salah satu bentuk ketidaknetralan itu adalah proses komunikasi antara ketua KPU Buton Tengah dengan ketua PPK Mawasangka agar jajaran Panitia Pemilihan Suara (PPS) mendukung pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati nomor urut 1.
Selain itu, Imam menyebut bahwa KPU Buton Tengah telah memajukan jadwal pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tingkat kabupaten tanpa menunggu hasil rapat pleno penghitungan hasil suara di tingkat kecamatan.
Padahal, lanjut Imam, terdapat sejumlah orang telah memilih dalam delapan Tempat Pemungutan Suara (TPS) meskipun mereka tidak terdapat dalam daftar pemilih.
“(Mempercepat jadwal pelaksanaan penghitungan suara tingkat kabupaten) merupakan upaya terang dan jelas dari para teradu untuk menghindari permasalahan yang sudah ada di beberapa TPS,” ujarnya.
Sebelum mengadukan ke DKPP, dugaan pelanggaran di atas pun telah dilaporkan kepada Bawaslu Buton. Dalam prosesnya, kata Imam, Bawaslu Buton Tengah menyatakan laporan tersebut tidak memenuhi syarat materil karena kurang bukti.
“Bawaslu Buton Tengah menolak saat pelapor ingin melengkapi bukti. Padahal sebelumnya diberitahukan kekurangan bukti dapat dilengkapi paling lama dua hari setelah pemberitahuan diterima,” ungkap Imam.
Karenanya, pihak pengadu mengadukan Ketua dan dua Anggota Bawaslu Buton Tengah, yaitu Helius Udaya (Ketua), La Ode Samian dan Lucinda Theodora. Selain itu, ia juga mengadukan Ketua dan Anggota Panwaslu Kecamatan Lakudo, yaitu Muskin (Ketua), Junaidin, dan Marlini.
Nama-nama tersebut menjadi teradu dalam perkara Nomor 51-PKE-DKPP/I/2025.
Ketua dan dua Anggota Panwascam didalilkan oleh pengadu karena tidak menindaklanjuti dengan benar laporan yang dilimpahkan oleh Bawaslu Buton Tengah.
Namun, dalam sidang ini Majelis memutuskan untuk membatalkan status teradu bagi Ketua PPK Mawasangka beserta Ketua dan Anggota Panwascam Lakudo karena saat ini mereka tidak lagi menjadi penyelenggara pemilu.
Jawaban teradu
Ketua KPU Buton Tengah La Ode Abdul Junani membantah telah bertemu atau berkomunikasi dengan Ketua PPK Mawasangka untuk memerintahkan jajaran PPS guna mendukung salah satu pasangan calon dalam Pilkada 2024.
Menurutnya, ia justru selalu mengingatkan jajaran ad hoc dalam setiap kesempatan agar senantiasa menjaga kemandirian dan tidak memihak kepada peserta Pilkada.
“Teradu I tidak pernah bertemu ataupun berkomunikasi dengan Ketua PPK Mawasangka untuk memerintahkan PPS agar mendukung pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati tertentu,” ungkapnya.
La Ode Abdul Junani juga membantah telah memajukan jadwal rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat kabupaten. Menurutnya, pelaksanaan kegiatan tersebut telah sesuai dengan jadwal sebagaimana yang diadut dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 18 Tahun 2024 (PKPU 18/2024).
“Pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tingkat kabupaten/kota dilaksanakan pada rentang 29 November sampai 6 Desember 2024,” kata La Ode.
Dalam sidang ini, ia juga menyebut bahwa proses rekapitulasi penghitungan suara tingkat kabupaten tidak perlu selesainya proses rekapitulasi tingkat kecamatan di semua kecamatan.
La Ode merujuk pada ketentuan pasal 29 PKPU 18/2024 yang pada intinya menyebut bahwa rekapitulasi penghitungan suara tingkat kabupaten dapat dimulai dengan hasil rekapitulasi penghitungan suara kecamatan yang telah lengkap kotak suaranya.
“Namun, KPU Buton Tengah sempat melakukan skorsing pleno tingkat kabupaten karena belum menerima kotak rekapitulasi hasil penghitungan suara dari salah satu kecamatan,” ungkapnya.
Sementara Ketua Bawaslu Buton Tengah menegaskan bahwa pihaknya telah menindaklanjuti laporan tentang dugaan pelanggaran pemilih yang tidak terdaftar dalam daftar pemilih pada beberapa TPS di Kabupaten Buton Tengah.
Menurutnya, proses tindak lanjut dari semua laporan yang masuk telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sidang ini diadakan secara hibrida dengan Majelis, pengadu, teradu, dan pihak terkait berada di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, dan sejumlah saksi hadir melalui virtual.
Ketua Majelis dalam sidang ini adalah Heddy Lugito dengan Anggota Majelis Ratna Dewi Pettalolo. [Humas DKPP]